Beberapa jam sebelum misi penyelamatan Evashya...
Dax menerima panggilan dari Zafran, namun ia juga sedang berada dalam panggilan lain, berulang kali Dax mencoba untuk menghubungi Isyana namun panggilannya selalu teralihkan.
Dax melajukan mobilnya dengan cepat, perasaan panik dan cemas mulai menggerogoti hatinya. Pria itu memikirkan keselamatan keluarganya namun juga tidak tenang memikirkan dimana keberadaan Isyana.
Sedangkan pikirannya juga terbelah dan terpecah untuk mengkoordinir para pengawalnya, agar terus mencari dimana mereka membawa Evashya.
Dax menekan gas mobilnya lebih cepat, berharap segera sampai di mansion.
Akhirnya, dengan perasaan yang sedang kacau dan harus ia kuasai agar tidak memperkeruh suasana Dax sampai di mansion. Saat itu sudah hampir pagi, namun Mansion masih ramai dengan penjagaan yang ketat.
Para pelayan menyapa Dax, dengan langkah cepat Dax masuk ke dalam ruangan Zafran.
Saat itu Laura juga sedang berada di sana, melihat Dax datang Laura langsung menuju pada Dax dan mencengkram jas milik kakaknya yang sekarang sudah berada di hadapannya.
Karena tubuh Laura pendek ia hanya bisa mencengkramnya di batas dada Dax.
"Lihat apa yang sudah di perbuat ibu dari kekasihmu, Dax!!!" Teriak Laura mendongakkan pandangannya menatap nanar pada Dax dengan mata marah dan berang.
Wajah Laura sudah terlihat lelah karena air mata dan kini kantung matanya sudah terlihat membesar.
Dax kemudian mencengkram tangan kecil milik adiknya, menarik tangan kecil Laura dari jasnya dengan paksa, kemudian menggenggamnya.
"Aku pastikan anaknya tidak akan seperti ibunya, percayalah padaku, dan sekarang yang paling penting adalah mencari Evashya."
Dax kemudian menghapus air mata Laura dan memeluk Laura.
Terlihat Zack duduk di sudut sofa dan masih menunduk.
Dax pun menghampiri Zack dan menggosok kepala keponakannya itu.
"Paman janji akan ikut menyelamatkan Evashya." Kata Dax.
"Selama paman masih menjalin hubungan dengannya, aku tidak akan memaafkan paman jika terjadi apa-apa pada Evashya." Kata Zack menepis tangan Dax dan berlalu pergi.
Sedangkan Zafran masih berdiri dengan cemas, menunggu kepastian dari para pengawalnya dan informannya, kemana Evashya sekarang berada.
Tak berapa lama Stark datang dan memberikan tablet miliknya yang baru pada Zafran.
Kerutan dahi dan alis nya terbentuk menekuk.
Zafran kemudian mengeluarkan ponselnya, dan terlihat sedang menghubungi seseorang.
"Hubungkan aku pada Emir." Kata Zafran, terlihat menahan emosinya.
Setelah menunggu cukup lama, sambungan pun terhubung.
"Halo Zafran... Sang penguasa."
"Bisa kau jelaskan kenapa anak perempuanku ada di tempatmu." Kata Zafran.
"Hahaha!!!" Terdengar suara gelak tawa.
"Aku sedang tidak bercanda, jika kau berani menyentuh anakku. Hari ini juga kau tidak akan pernah bisa melihat matahari."
Dax pun menunggu dengan menyedekapkan tangannya menahan segala urat syarafnya yang menegang.
Laura yang menyandarkan tubuhnya di dinding ruangan pun seketika menegang.
"Sebelum fajar menyingsing, temui aku di lokasi yang akan di kirimkan ke surel mu"
"Apa yang kau inginkan." Sahut Zafran.
"Yang ku inginkan? Akan ku persiapkan sendiri, kau cukup membawa dirimu padaku."
"Biarkan aku bicara pada anakku." Kata Zafran.
"Hmmm... Dia sangat aktif."
"Sayang ada yang ingin bicara padamu..."
"Daddy!!! Jangan pernah kemari, ini semua jebakan, jangan...!!!"
"Evashya, tunggu sayang, ayah akan menjemputmu jangan takut!"
"Evashya, ini ibu sayang..." Laura menarik ponsel yang ada di telinga Zafran.
"Sudah kan? Itu cukup untuk melepas rindu."
"Jangan sakiti anakku!!!" Teriak Laura.
"Maka dari itu turuti mau ku."
"Aku akan kesana." Kata Zafran menempelkan ponsel itu kembali ke telinganya.
"Jangan lupa ajak semua keluargamu, dan jangan membawa seorang pengawalpun."
"Apa!!!" Sahut Zafran memicingkan matanya.
"*Itu jika kau masih ingin melihat anak perempuanmu tersayan*g."
Tuuutt! Tuutt!
"Halo!!! EMIR!!!" Teriak Zafran dan seketika meremas ponselnya.
"Apa yang dia mau." Tanya Dax.
Laura juga menunggu jawaban.
"Dia menginginkan kita semua kesana." Kata Zafran.
"Baiklah. Aku tak masalah, aku akan menyelamatkan anakku." Kata Laura penuh keyakinan.
"Aku tidak ingin mempertaruhkan kau dan juga Zack!"
"Apa maksudmu....? Zack?" Tanya Laura.
Zafran mendongak dan menekan pelipis diantara matanya.
"Kita semua harus kesana Laura, Zack juga harus ikut."
"APA!!!" Teriak Laura.
"Apa yang mereka mau." Kata Dax.
"Aku akan ikut ayah." Sahut Zack yang sudah mendengarnya.
"Apa maksudmu! Tentu saja kau harus di rumah!" Kata Zafran.
"Aku akan ikut jika itu bisa menyelamatkan adikku."
"Kau satu-satunya yang akan meneruskan perusahaan Zack, kau akan memimpin perusahaan, kita tidak bisa membuatmu dalam ancaman."
"Aku tidak ingin itu ayah, aku hanya ingin adikku selamat dan jika mereka menginginkan harta, berikanlah semuanya, asal kita bisa pergi membawa Evashya dengan selamat, dan kita bisa berkumpul kembali." Kata Zack dengan gemetar dan mata merah menahan amarah.
Laura datang dan memeluk anaknya.
"Maafkan kami Zack..." Ucap Laura.
"Aku akan melindungi kalian dari jauh, sniper akan di persiapkan." Kata Dax.
Zafran pun mengangguk pelan.
Perjalanan sebelum fajar menyingsing pun di mulai. Mobil-mobil melaju dengan cepat, menerjang kabut pagi yang masih tebal dan bayang-banyang sinar lampu jalanan membuat terasa pagi itu semakin suram.
Misi penyelamatan Evashya pun di mulai, pengawal terlatih dan para sniper sudah bersiap. Beberapa helikopter juga mengudara.
Sebelum masuk ke lokasi yang di tentukan, mereka berhenti dan kini Zafran yang akan mulai menyetir mobilnya sendiri. Sebelum berangkat, Zafran menarik nafasnya panjang dan merenung.
Laura menjulurkan tangannya, untuk menggosok pelan lengan kanan Zafran yang sedang mencengkram kuat stir kemudi.
Saat itu udara terasa sangat dingin dan menusuk, hingga mantel tidak dapat memberikan kehangatan.
Zafran meraih tangan mungil istrinya dan mencium pelan, kemudian Zafran melihat ke belakang dimana Zack juga sudah duduk dengan cukup gemetar.
Laura pun mengulurkan tangan kirinya pada Zack, sedang tangan kanannya di genggam erat oleh Zafran.
Kemudian Zafran juga mengulurkan tangan kanannya pada Zack.
Zack meraih tangan kedua orang tuanya, para orang tua itu pun saling berpegangan tangan dengan anak mereka dan berdoa.
"Ayah sangat menyayangi kalian." Sahut Zafran.
"Ayah, Ibu, kita akan bersama selamanya, dengan Evashya juga." Sahut Zack.
"Evashya akan bersama kita lagi." Lanjut Laura.
Air mata mengalir deras di kedua pipi Laura, ia pun menggigit bibirnya agar tidak bersuara, namun lehernya begitu sakit karena seolah tercekat saat menahan gundukan rasa sakit dalam dadanya.
Setelah selesai berdoa, Zafran mencium kening Laura, kemudian menghidupkan mobilnya dan menginjak gas perlahan.
Stark dan juga Dax masih berdiri di tepi jalan mengamati kepergian Zafran beserta anak istrinya.
"Hubungi Emir." Kata Zafran pada istrinya.
Laura pun menyalakan ponsel milik Zafran dengan tangan yang kaku dan gemetar karena gugup serta dingin yang masih menerpa setelah menghubungi kontak Emir dan panggilan itu tersambung, pria dalam panggilan pun memberikan aba-aba.
"Aku melihat kalian, terus jalan dan pastikan para pengawalmu untuk pergi jika tidak aku bisa melempar anakmu ke jurang sekarang juga."
"Aku datang sendiri dengan keluargaku, apa mata mu buta!" Kata Zafran.
"Apa kau pikir aku bodoh, radarku mendeteksi ada beberapa helikopter mendekat. Suruh mereka pergi atau ku lempar Evashya sekarang!" Ancam Emir.
~bersambung~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
Arista
musuh yang berkedok sahabat
2021-12-06
0
vaa
lanjut
2021-12-06
0
matt
next
2021-12-06
0