Setelah selesai meeting dengan Marcel, Frans dan Dona kembali ke kantor. Dalam perjalanan menuju ke kantor, Frans hanya diam dan tak lagi mengusik Dona dengan segala macam ledekannya.
Sesampainya di kantor, Frans langsung berjalan menuju ruangannya dan diikuti oleh Dona. Frans ingin meluapkan segala kekesalannya atas tingkah Dona yang selalu menanggapi omongan Marcel.
"Kamu itu sekretaris saya, jaga image dong, jangan jadi wanita kegatelan di depan sahabat saya!" seru Frans dengan nada marah.
Dona terkejut karena tiba-tiba bos angkuhnya ini memarahinya tanpa alasan yang jelas.
"Maksud Bapak apa? saya tidak mengerti." Dona bingung dengan sikap bos nya itu.
"Sudah sekarang kamu keluar!" teriak Frans dengan membelakangi Dona.
Dona keluar dari ruangan Frans dengan menitikan air mata. Ia tidak tau kenapa bos nya tiba-tiba marah-marah, apa lagi menyebutnya kegatelan dihadapan sahabatnya.
Di dalam ruangan, Frans mencoba meredam emosinya dan mulai berfikir jernih.
"Kenapa juga tadi aku marah-marah nggak jelas sama Dona? kenapa juga aku nggak suka melihat Dona bercanda tawa dengan Marcell? padahal aku baru pertama kali melihatnya. Aaarrgghhh! sebenarnya aku ini kenapa sih! " teriak Frans kesal.
Di dalam ruangannya Dona terus mengerutu kesal. Di hari pertamanya ia bekerja sudah mendapatkan perlakuan yang tidak mengenakan dari Bos nya.
"Sudah waktunya pulang, tapi si bos angkuh masih di dalam," gerutu Dona sambil menatap ke arah pintu ruangan Frans.
"Mendingan aku tunggu sebentar lagi saja deh." Dona menunggu sambil memainkan ponselnya.
Tak berselang lama Frans keluar dari ruangannya. Ia berjalan melewati meja kerja Dona, ia melihat Dona masih duduk di kursi kerjanya.
Frans melangkah menuju meja kerja Dona.
"Kenapa kamu belum pulang?" tanya Frans dengan nada dingin.
Frans melihat kedua mata Dona yang sembab dan merah.
"Apa tadi dia habis menangis? Apa sikap aku tadi sudah keterlaluan ya," gumamnya dalam hati.
Dona beranjak dari duduknya. "Emm ... saya menunggu Bapak pulang, tidak sopan kalau saya pulang duluan," sahutnya dengan wajah menunduk.
Dona tidak berani menatap wajah bos nya itu setelah apa yang terjadi tadi siang. Kata-kata Frans masih tergiang di telinga Dona.
"Ya sudah, sekarang kamu boleh pulang," ucap Frans tetap dengan nada dingin.
Frans lalu melangkah menuju lift. Dona yang sudah mengambil tas jinjingnya segera mengikuti Frans dari belakangnya. Kini mereka berdiri di depan lif.
Pintu lif terbuka, Frans masuk ke dalam lif tapi tidak dengan Dona. Gadis itu takut jika harus satu lif dengan Bos angkuhnya.
"Kenapa kamu diem saja? apa kamu mau tidur di kantor?" tanya Frans saat melihat Dona yang hanya berdiri dan tak masuk ke dalam lift.
"Emm ... sa--"
"Ayo masuk nanti keburu malam." Frans lalu menarik tangan Dona ke dalam lift.
Frans tidak menyangka dirinya akan bersikap seperti ini kepada Dona. Begitu pun dengan Dona, ia tidak menyangka Bos angkuhnya akan menariknya masuk ke dalam lif.
Di dalam lif Dona diam tak bersuara, begitu pun dengan Frans. Keheningan ada diantara mereka, pintu lif terbuka di lantai dasar.
Frans berjalan keluar dan diikuti oleh Dona. Di depan loby sudah ada sopir yang menyambut kedatangan Frans. Frans membuka pintu mobil.
"Kamu pulang naik apa?" tanya Frans sambil menatap kedua mata indah Dona.
"Mungkin saya akan naik taksi, Pak," ucap Dona gugup.
"Ayo masuk, saya akan mengantar kamu pulang," ajak Frans lalu masuk kedalam mobil.
Dona terkejut dengan ucapan Frans dan hanya bisa bengong sambil menatap Frans yang sudah masuk ke dalam mobil.
"Kenapa bengong? cepetan masuk!" seru Frans dengan nada keras.
Dona segera masuk ke dalam mobil.
"Dimana rumah kamu?" tanya Frans dingin.
Dona menunjukan jalan menuju rumahnya, akhirnya mereka sampai di rumah Dona.
"Mau mampir dulu nggak, Pak?" tanya Dona dengan nada gugup, ia takut akan menyinggung bos nya.
"Tidak lain kali saja! cepetan turun!" seru Frans dengan tatapan dingin.
Dona keluar dari mobil, saat Dona membalikan tubuhnya ingin mengucapkan terimakasih, mobil Frans sudah pergi menjauh.
"Dasar bos yang angkuh!" Teriak Dona keras.
"Kenapa aku sial banget ya, dapat bos yang sifatnya kayak gitu, sombongnya amit-amit. Kalau bukan karena aku butuh ini pekerjaan, aku sudah mengudurkan diri dari tadi."
Dona teringat akan kata-kata yang diucapkan Frans.
"Apa maksudnya dengan lain kali ya? apa dia berniat mau mengantarkan aku pulang lagi?"
Dona tidak mau ambil pusing dengan ucapan Frans, ia berjalan menuju pintu dan membuka pintu rumahnya. Dona masuk ke dalam rumah.
"Mendingan sekarang aku mandi, mana badan aku lengket semua."
Dona mengambil handuk dari dalam lemari dan mengganti pakaian dengan handuk. Ia lalu berjalan menuju kamar mandi.
Dona berendam dalam bak mandi untuk merilexskan tubuhnya. Setelah cukup lama berendam Dona menyalakan shower dan menggosok tubuhnya dengan sabun.
Setelah selesai mandi Dona keluar dari kamar mandi. Ia berjalan menuju lemari dan mengambil piyama, setelah selesai berpakaian Dona keluar dari kamar menuju dapur karena Dona merasa sangat lapar.
Dona membuka lemari pendingin untuk melihat apa ada yang bisa dimasak.
"Yah, tidak ada apa-apa lagi, aku lupa belanja, mana laper banget," gerutu Dona dengan bibir mengerucut.
Dona teringat kalau kemarin dia habis membeli mie instan. Dona membuka lemari dan mencari mie instan yang kemarin ia beli.
"Untung masih ada satu." Dona lalu mengambil mie instan dari dalam lemari.
Dona menyalakan kompor dan mulai memasak mie instan. Mie instan spesial buatan Dona siap disantap. Walau hanya makan malam dengan mie instan, tapi Dona tetap bersyukur karena malam ini dirinya masih bisa makan.
Dona tidak bisa membayangkan bagaimana orang-orang diluar sana yang sangat kelaparan karena tidak mempunyai uang untuk makan.
»»»»»
"Kenapa juga tadi aku mengantarkan Dona pulang? sebenarnya ada apa denganku," gerutu Frans lalu menghela nafas panjang.
"Sebenarnya saat aku melihat Dona menangis hati aku rasanya sakit banget, aku nggak tega melihat dia sedih. Aku juga merasa sangat marah saat melihat dia bicara seperti itu sama Marcel. Sebenarnya ada apa denganku? aku nggak pernah merasa selemah ini selama hidupku."
Frans mengacak-acak rambutnya karena frustasi. Ini pertama kalinya ia merasakan kegelisahan seperti ini, apa lagi ini berhubungan dengan seorang gadis.
Dalam kamus hidup Frans tak pernah ada yang namanya perempuan. Ia sangat anti berhubungan dengan sosok yang disebut perempuan.
"Mendingan aku tidur, semakin dipikirkan semakin pusing kepala aku," ucap Frans lalu merebahkan tubuhnya diatas ranjang.
⭐⭐⭐⭐
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 176 Episodes
Comments
Yoga Yoga
nah lo sukron ya frans
2022-07-14
0
Sri Astuti
haaadeeeh si abang frans sedang merasakan getaran cinta pada pandangan pertama
2022-04-12
0
Suminah
lanjut
2022-02-12
0