Elna Si Gadis Desa Yang Malang
"Nak apakah Elna benar - benar ingin melanjutkan Sekolah ke Palembang? tanya Pak Mustofa Ayah nya Elna.
" Iya Pak. Kalau bapak dan Ibu mengizin kan Elna sangat ingin melanjutkan sekolah ke kota". jawab Elna dengan sopan.
" Jika itu ke inginan mu bapak sama Ibu akan berusaha untuk biaya pendidikan mu.
" Terima kasih Pak" ujar Elna.
" Iya nak. Itu memang kewajiban bapak sama ibu. " jawab ayah nya Elna.
Semoga ini yang terbaik untuk mu nak. Karena kalau kamu terus sekolah di desa mungkin itu kurang baik.
Karena sekolah di desa ini masih jauh dari perkembangan teknologi.
Bapak juga ingin kamu memiliki kehidupan yang lebih baik dari kakak - kakak mu. batin Pak mustofa.
Kakak Elna rata - rata hanya sampai Sekolah Menengah Pertama.
Setelah lulus smp Elna melanjutkan pendidikan nya di ibu kota Provinsi.
Dengan modal kecedasan nya Elna bisa masuk sebuah sekolah menengah kejuruan tanpa hambatan sedikit pun.
Di kota besar yang dia diami saat ini Elna tidak memiliki siapa-siapa. Elna kost di dekat sekolahan nya.
Seiring waktu berjalan kini Elna memiliki banyak teman di antara teman teman nya itu Lia dan Dinda lah yang paling akrab sama Elna.
Mereka sering mengerjakan tugas bareng. mereka bertiga merupakan juara kelas biasa nya juara 1 Elna, juara 2 Dinda, dan juara tiga Lia.
Sering nya mereka mengerjakan tugas bareng membuat Elna selalu datang bertamu kerumah Dinda.
Hingga suatu hari Elna bertemu dengan kakak nya Dinda kak Fahrizi.
Nama lengkap nya Muhammad Fahrizi. Fahrizi merupakan alumni sekolah mereka juga.
Setelah perkenalan itu Fahrizi selalu ingat Elna.
Fahrizi tidak tau kenapa dari sekian banyak teman Dinda hanya Elna yg bisa membuat Fahrizi senyum-senyum sendiri.
Bahkan terkadang membuat Fahrizi melupakan makan siang nya krn terlalu asyik memikir kan gadis cantik dan sedikit pendiam itu.
Selain cerdas Elna memang cantik. Elna bukan saja idola para cowok tapi juga idola ibu- ibu tetangga kost nya.
Tidak jarang saat Elna kewarung mendapatkan cubitan gemas dari ibu-ibu yg kebetulan ketemu di warung atau di jalan.
Di sekolah pun Elna merupakan idola bahkan Elna sering mendapatkan kado mesterius.
Hampir setiap pagi setiap Elna menaruh tas di dalam laci meja nya dia menemukan kado.
Hingga pada suatu hari Elna memergoki Irfan menaruh coklat di laci nya tentu itu jg di saksikan Dinda dan Lia.
Sementara Dinda sejak lama menyimpan perasaan terhadap Irfan sang ketua osis tampan itu.
Sejak kejadian itu Dinda sedikit berubah pada Elna.
Elna sadar perubahan itu bukan tanpa alasan.
Tapi Elna terus menjelas kan kepada Dinda kalau Elna tidak ada perasaan apa- apa terhadap Irfan.
Seperti hari ini Elna mengulangi penjelasan nya,
"Din please dong jangan diamin aku terus.
" Aku nggak ada perasaan apa-apa sama kak Irfan mu itu "kata Elna sambil manyunin bibir pink nan tipis nya itu.
Dinda tetap diam" Din apa kmu nggak percaya pada sahabat mu ini? harus berapa kali sih aku jelasin nya" kata elna mulai kesal.
Melihat Elna mulai putus asa Dinda akhirnya memeluk sahabat nya itu.
"Elna ma'afin aku ya dah marah-marah nggak jelas sama kamu" kata Dinda.
"Gitu dong aku nggak mau kita diam-diaman hanya gara-gara cowok " kata Elna.
"Ciee yg baru baikan gitu dong baru benar" kata Lia yang baru datang.
Akhirnya mereka bertiga berjalan menuju kantin untk sarapan krn tadi pagi Elna memang nggak sarapan di kost nya.
Saat mereka sedang asyik ngobrol tiba-tiba
Budi si narsis datang menghampiri mereka
" Hy Elna Sayangg" kata Budi sambil nyomot makanan milik Lia.
Hey beli dong kalau lapar kata Lia kepada Budi.
Jam sudah menunjukan pukul 07.00 wib itu arti nya 15 menit lg mereka harus masuk kelas.
Jam pertama mata pelajaran Akuntansi.
Pelajaran yang cukup menguras otak bagi mereka yg memiliki IQ standar.
Tapi bagi mereka yg memiliki IQ di atas rata-rata itu merupakan sesuatu yg menyenangkan.
Teeeetttt bunyil bel masuk. semua siswa yang masih di luar berhamburan masuk kelas.
Lain hal nya dengan Elna, Lia, dan Dinda memang sudah di kelas sejak 10 menit yg lalu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments