Telepon Dari Nia

Sepanjang menemani Ziyan, Aisyah hanya sibuk menghabiskan makanan yang telah dipesan. Sepiring kentang goreng dan ayam goreng juga berhasil ia habiskan.

"Kamu lapar?" tanya Ziyan saat melihat piring Aisyah yang telah kosong.

"Enak, Tuan. Saya belum pernah makan ini?" ucap Aisyah cuek.

Hampir saja Ziyan menyemburkan minuman yang sedang ia teguk.

"Lu dari planet mana, sih?" celetuk Alfa di sela tawanya.

"Ya Allah, sebegitunya, Tuan Alfa. Di sana ada juga yang jual ayam begini, tapi mahal," sahut Aisyah polos.

"O.k. Maaf," sahut Alfa sambil menyatukan ke dua telapak tangannya.

Ziyan hanya tersenyum simpul melihat kepolosan pembantu ke-5 ini.

Ziyan menyodorkan piring yang masih berisi ayam. "Ini habiskan! Kamu bilang tidak boleh membuang makanan."

Aisyah mendongak, melihat wajah Ziyan. "Ah, menyebalkan. Wajah itu masih saja tanpa ekspresi walaupun sedang berbuat baik," gerutu Aisyah dalam hati.

"Kalau Nia dan Andra ada di sini pasti mereka senang bisa makan ini," celoteh Aisyah tanpa mempedulikan Ziyan dan Alfa yang saling adu pandang.

"Siapa mereka?" tanya Alfa.

"Adik-adik saya, Tuan."

Setelah menghabiskan sepotong ayam di piring milik Ziyan. Aisyah merasa perutnya kepenuhan dan harus segera dibuang.

"Tuan," bisik Aisyah. Ia memegang perutnya yang terasa melilit.

Ziyan hanya menjawab dengan gumaman.

"Di mana WC? Perut saya mules." Aisyah berbisik malu jika ada yang mendengarnya.

Ziyan menantap Aisyah tajam, dalam hatinya berkata, "anak ini selalu bikin ulah."

"Situ, lihat itu ada tulisan toilet, ikuti saja tanda panah itu!" Ziyan menunjuk ke arah lorong di cafe ini.

Setelah pamit, Aisyah berjalan terburu-buru.

Ziyan menggeleng melihat ulah Aisyah. "Ada, ya, orang seunik itu."

"Lu perhatikan, nggak, Aisyah itu cantik. Tinggal dipoles dikit bisa ngalahin Amanda," ucap Alfa setelah Aisyah benar-benar jauh dari meja mereka.

Ziyan tidak acuh dengan ucapan Alfa. Bagi dia, hanya Amanda yang paling cantik.

Tidak sampai lima menit, Aisyah kembali ke meja mereka.

"Cepat amat," gumam Alfa.

"Anu Tuan, anu."

"Lah, emang kenapa dengan anu saya," kelakar Alfa.

"Aduh, bukan itu. Bagaimana, ya, ngomongnya." Aisyah menggaruk kepalanya, tampak ia sedang bingung.

"Kamu kenapa? Anu ... Anu ... Anu. Ngomong yang benar!" bentak Ziyan.

Aisyah terperanjat. "Ini, Tuan, anu. eh, di WC tidak ada gayung, sudah saya cari setiap kamar yang kosong tetap tidak ada gayung dan ember--penampung airnya."

Ziyan mengusap wajahnya penuh kesal, ia merasa kesal dengan ucapan Aisyah. Alfa terbahak mendengar penuturan polos Aisyah.

"Jadi, nggak jadi, nih?" tanya Ziyan.

"Tidak jadi, Tuan." Aisyah menggeleng.

"Ya, udah. Kita pulang sekarang!" ajak Ziyan, sambil sedikit memundurkan kursi rodanya.

"Ya, udah. Buruan, deh!" Alfa menggerakkan tangannya isyarat menyuruh mereka pergi. "Jangan ampe pup celana!" teriak Alfa. Ia tidak berhenti tertawa.

"Berisik, Lu," sahut Ziyan. Semua mata pengunjung cafe tertuju kepada Aisyah dan Ziyan.

"Kita ke SPBU terdekat!" titah Ziyan kepada Dani, supirnya.

"Baik, Bos," jawab Dani sambil melirik Ziyan yang duduk di bangku belakang dari spion tengah.

Bersyukur tidak lama mereka melihat marka jalan menandakan ada SPBU di depan sana. Aisyah pun legah, sebentar lagi ia dapat melepaskan hajatnya.

Tiba-tiba terdengar suara buang angin.

"Aisyah!" sorak Ziyan dan Dani kompak.

Dengan sigap, Dani menekan power window. Ia menurunkan seluruh kaca jendela dan mematikan AC mobil. Ziyan menutup hidung dan tidak henti-hentinya mengomel.

Mobil memasuki pelataran SPBU lalu parkir di depan tanda panah Toilet.

"Buruan turun!" perintah Ziyan.

Aisyah turun dan berlari menuju toilet. Kali ini ia tersenyum legah, karena ada ember penampung air beserta gayung.

Sebenarnya Ziyan terhibur dengan tingkah Aisyah dari tadi. Tanpa sadar ia tersenyum saat melihat Aisyah keluar dari toilet sambil mengelus-elus perutnya.

"Legah," tutur Aisyah dan ia tersenyum kuda.

Mereka melanjutkan perjalanan menuju toko emas langganan Nyonya Siska. Walaupun sepanjang jalan Ziyan masih saja mengomel tetapi, tidak dipedulikan oleh Aisyah.

"Pantasan kamu jomlo, jadi cewek jorok banget," sindir Ziyan.

"Jomlo itu hanya memiliki pasangan yang tertunda," sahut Aisyah sambil menoleh kebelakang arah Ziyan duduk.

"Ah, itu hanya kata-kata penghibur hati yang sebenarnya perih." Ziyan menyunggingkan senyum.

"Lihat, dong, Tuan Ziyan! Nggak pernah merasakan apa itu jomlo." Tiba-tiba Dani ikut menyeletuk.

Mendapat pujian begitu, Ziyan menarik ke atas kerah bajunya. "Ziyan," gumamnya bangga.

Sebuah toko perhiasan terletak di pusat perbelanjaan menjadi tujuan terakhir mereka. Seorang karyawan toko menyambut kedatangan Ziyan dengan sangat ramah.

"Sudah siap cincin pesananku?" tanya Ziyan kepada seorang pegawai toko yang mendapingi mereka.

"Sudah, Bos. Sudah." Ia segera mengambil kotak perhiasan dalam lemari kaca yang di terangi lampu pijar sehingga menambah kemewahaan perhiasan yang tersusun rapi di dalamnya.

Ziyan mencoba cincin yang ia pesan. Satu lagi punya Amanda, mereka kebingungan karena Amanda tidak datang.

"Bagaimana kalau kita coba di jari mbak ini?" Seorang karyawan toko menunjuk Aisyah yang masih berdiri di belakang kursi roda.

"Iya, saya rasa posturnya mirip dengan Bos Amanda," sahut yang lain.

Ziyan mendongak, memerintahkan Aisyah maju dan mencoba cincin bela rotan dengan satu permata mungil di tengahnya. Sederhana tetapi kelihat elegan dan kesan mahal juga terpancar.

Cincin itu sangat cocok di jari manis tangan kanan Aisyah. Aisyah mengembangkan jari-jarinya. Memandangi cincin tersebut sambil tersenyum.

Tidak sampai lima menit Aisyah membuka cincin itu dari jarinya.

"Ngapain kamu senyum-senyum? Buka!" Kembali Ziyan membentak dan kembali Aisyah terperanjat.

"Iya, jangan lama-lama! Entar

hitam kulit saya nempel di cincin itu," cicit Aisyah sambil membuka dan memberikan lagi cincin tersebut kepada Ziyan.

"Mau seperti ini?" tanya Ziyan lembut. "Nikah!" Sambungnya cukup terdengar sangat mengesalkan.

Akhirnya mereka tiba di rumah malam hari, Aisyah segera mengantar Ziyan ke kamar dan menyiapkan baju tidur untuknya. Setelah memastikan Ziyan sudah berganti pakaian dan berbaring di kasur. Aisyah keluar kamar.

Sekarang giliran Aisyah membersihkan diri lalu melaksanakan salat Jamak Takhir yaitu menggabungkan dua salat menjadi satu waktu dan dikerjakan di waktu salat yang terakhir. Aisyah akan menjamak salat Magrib dan salat Isha

Sementara di kamar sebelah, Ziyan memainkan ponselnya. Ia masih saja berusaha menghubungi Amanda. Amanda seolah menghilang padahal waktu pernikahan mereka tinggal satu minggu lagi.

Di kamar, Nyonya Siksa sedang mondar- mandir memikirkan Amanda dan keluarganya kenapa menghilang begitu saja. Rasa malu sudah terbayang olehnya. Bagaimana para teman dan undangan akan mencibir mereka. Undangan untuk kerabat yang jauh telah tersebar.

Terdengar suara telepon rumah berdering. Ia enggan menjawabnya walaupun telepon di rumah ini terhubung paralel. Ia menunggu saja ada pembantunya yang menjawab panggilan itu.

Namun, hatinya sedikit tergelitik saat mendengar bahwa orang yang menelepon itu mencari Aisyah. Pelan ia mengangkat gagang telepon di kamarnya--mencoba menguping. Nyonya Siska terkejut saat orang di seberang sana, yang dipanggil Nia oleh Aisyah mengatakan bahwa rumah yang mereka tempati akan disita oleh Tuan Ramdan.

"Siapa Ramdan?" Pertanyaan itu muncul di benak Nyonya Siska.

"Dia marah karena Kakak pergi ke kota." Nyonya Siska terus menguping. Kini ia semakin memperbaik duduknya.

"Dia meminta hutang itu lunas dalam minggu ini." Sambung Nia.

Terdengar Aisyah menyahut. "Mana mungkin kakak punya uang sebanyak itu, Dek. Kakak baru dua minggu kerja di sini."

"Nia nggak mau rumah peninggalan ayah di sita rentenir itu, Kak."

Terjawab sudah pertanyaan Nyonya Siska bahwa orang yang bernama Ramdan itu adalah rentenir.

"Kalau begitu, Kakak pulang saja dan menikahlah sama Tuan Ramdan! Hutang-hutang Bapak jadi lunas.

"Nia!?" Suara Aisyah meninggi. "Kenapa kamu sekarang seperti ibu dan bapak. Sama-sama ingin kakak menikah dengan Tuan Ramdan?"

"Tapi Kak ...."

Belum sempat Nia melanjutkan ucapannya, Aisyah pamit untuk melanjutkan pekerjaan.m Setelah Aisyah menutup panggilan tersebut barulah Nyonya Siska meletakkan pelan gagang telepon yang ada di tangannya. sebuah senyuman terulas di wajah Nyonya Siska.

Terpopuler

Comments

JandaQueen

JandaQueen

🤣🤣🤣

2023-01-15

0

auliasiamatir

auliasiamatir

Aisyah.. polos, kuat dan pintar.

2021-12-16

0

Meylin

Meylin

kocakk tapi syang yg like ma komen sepii

2021-12-13

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!