Hari Pertama Kerja

Ziyan merasa frustasi. Enam bulan setelah kecelakaan mobil itu dia belum juga bisa jalan seperti semula. Padahal segala pengobatan baik di dalam dan luar negeri telah ia jalani.

Satu persatu teman menjauhinya, tidak ada lagi dering telepon yang mengajaknya bergabung di club malam, traveling bersama pacar masing-masing. Waktu enam bulan telah membuka sifat asli mereka.

Pukul tujuh pagi, Aisyah masuk ke kamar Ziyan. Kain gorden masih tertutup rapat tanpa celah sedikitpun, pendingin ruangan masih menyala dengan suhu cukup dingin. Ziyan masih mendengkur halus sambil memeluk guling.

Aisyah mengutip kertas-kertas yang berserakkan di lantai. Entah apa yang dikerjakan Ziyan tadi malam. Saat Aisyah membuka gorden, cahaya matahari pagi menerobos jendela berkaca bening nyaris tanpa noda.

Ziyan terbangun karena sinar itu menyilaukan matanya.

"Apa-apaan kamu?" bentak Ziyan melihat ulah Aisyah yang membuka seluruh gorden jendela di kamar.

"Ma-maaf, Tuan. Menurut saya sinar matahari pagi sangat baik untuk kesehatan. Ayuk kita berjemur di taman!" ajak Aisyah walaupun sedikit ragu.

"Apa hak kamu ngatur-ngatur saya. Cepat keluar!" Suara Ziyan meninggi. Ia melemparkan bantal ke arah Aisyah tetapi tidak berhasil mengenai karena tenaga Ziyan tidak ada walau hanya melempar bantal.

"Ayuklah, Tuan!" Aisyah menarik tangan Ziyan, mencoba untuk membangkitkan nya.

Dengan kasar Ziyan menepis tangan Aisyah. "Jangan pegang! Jijik," maki Ziyan.

"Baik lah. Mungkin lain kali," gumam Aisyah sambil berlalu keluar kamar.

"Tidak akan pernah!?" Terdengar teriakkan Ziyan dari dalam kamar saat pintu ditutup.

Tugas Aisyah hanya mengurus Ziyan Alfero sehingga dia tidak boleh jauh dari kamar Ziyan takut sewaktu-waktu ia memerlukan bantuannya.

"Aisyah!" teriak Ziyan dari dalam kamar.

Aisyah tergopoh-gopoh lari menghampiri pria pemilik tinggi 175cm.

"A-a-ada apa, Tuan?"

"A-a-a, bicara yang baik!" hardik Ziyan.

"Maaf, Tuan. Ada apa, Tuan?" Aisyah mengulang pertanyaannya.

"Aku lapar. Ambilkan sarapan!" perintah Ziyan tanpa menoleh sedikit pun ke arah di mana Aisyah berdiri.

Aisyah segera menuju dapur mengambilkan sarapan. Di dapur sarapan dan segelas jus buah telah tersedia siap untuk diantar ke kamar Ziyan.

Aisyah membawanya menggunakan meja kecil yang bisa digunakan menjadi meja makan di atas tempat tidur.

"Lama banget. Lelet," upat Ziyan.

Aisyah hanya diam sambil mengucapkan istigfar di dalam hati. Baru hari pertama bekerja, sudah beberapa kali makian yang ia terima.

Tiba-tiba, meja kecil itu dibalikkan oleh Ziyan. Makanan dan minuman berserakan di tas tempat tidur.

Aisyah menarik nafas. Air matanya menetes saat membersihkan makanan yang berserakkan.

"Kanapa kamu menangis? Aku tidak menyakiti kamu," ucap ketus Ziyan.

"Saya hanya sedih melihat makanan dibuang-buang begini,Tuan. Di luar sana banyak orang yang harus puasa karena tidak ada yang mau dimakan," jawab Aisyah dengan suara parau.

"Lebay," sergah Ziyan saat itu juga.

Sebelum Aisyah keluar kamar membawa makanan kotor itu, ia bertanya kepada Ziyan apa ada yang dia inginkan lagi. Ziyan hanya menggeleng.

Setelah sendirian di kamar, Ziyan mencoba menghubungi Amanda--kekasihnya yang telah ia pacari selama lima tahun.

Namun, semenjak kecelakaan itu, Amanda hanya sekali mengunjunginya. Ini juga yang membuat Ziyan menjadi suka marah.

Kali ini, Ziyan juga gagal menghubungi Amanda. Nomor ponsel dan segala akun selebgram itu tidak bisa lagi di akses oleh Ziyan. Mungkin Ziyan telah di-blokir-nya.

Ziyan kembali berteriak memanggil Aisyah. Ucapan Aisyah tadi mungkin ada benarnya. Apa salahnya ia mencoba keluar dari kamar dan menikmati udara di taman belakang.

"Iya, Tuan. Ada apa?" tanya Aisyah yang berdiri di ambang pintu kamar.

"Saya ingin ketaman belakang," ujar Ziyan ketus.

Aisyah mengambil kursi roda dan mendekatkannya di tepi ranjang. Dengan telaten Aisyah menurunkan kaki Ziyan dari tempat tidur hingga menginjak lantai. Lalu ia mencoba merangkul Ziyan, membantu Ziyan berpindah tempat dari tempat tidur ke kursi roda.

Cukup sulit. Postur tubuh Aisyah yang tidak seimbang dengan postur tubuh Ziyan.

"Kau bisa kerja, nggak, sih?" Kembali suara keras Ziyan terdengar karena Aisyah kesulitan membantunya berpindah.

"Maaf, Tuan," jawab Aisyah pelan nyaris berbisik.

Aisyah mendorong Ziyan ke halaman belakang, aroma bunga yang sedang mekar menyeruak menembus indera penciuman.

Aisyah berlari kecil mengitari taman bunga, sesekali ia membungkukkan badannya melihat ke arah rimbunan bunga.

"Apa yang kamu lakukan?" teriak Ziyan.

"Mencari kupu-kupu. Kalau di kampung saya, nih, ya, Tuan, pasti banyak kupu-kupu di atas bunga-bunga mekar gini," gumam Aisyah

"Namanya juga kampung," sahut Ziyan ketus.

"Iya, Tuan. Kalau mau berenang, tinggal pergi ke sungai saja, Tuan. Airnya dingin, segar pokoknya."

"Pasti kotor."

"Tidak, Tuan. Airnya jernih--air gunung," sahut Aisyah sambil tersenyum. "Tapi kalau sudah hujan deras, air sungai meluap. Jangan coba-coba berenang, entar hanyut."

"Hanya orang bodoh yang mau berenang di kondisi seperti itu," sahut Ziyan.

Mendengar ucapan Tuan muda itu, Aisyah hanya menyengir kuda.

"Tuan," panggil Aisyah.

"Hmmm." Ziyan hanya menggumam panggilan Aisyah.

"Kata pelayan di sini, dua minggu lagi Tuan akan nikah. Lalu saya nggak mengurus Tuan lagi?"

"Tentu tidak. Ada istriku yang akan mengurus," jawab Ziyan dengan jumawah.

"Lalu nasib saya bagaimana, Tuan?"

"Bukan urusanku. Paling kamu diantar ke kampung lagi."

Mendengar ucapan Ziyan, Aisyah merengut.

"Kenapa? Kamu tidak suka?"

"Kalau saya pulang kampung, pasti saya dipaksa nikah dengan Tuan Ramdan," ucap Aisyah lirih.

"Siapa dia?" Sepertinya Ziyan cukup tertarik atas jawaban Aisyah.

Aisyah menarik nafas sebelum menjawabnya. "Rentenir tempat bapak berhutang."

Mendengar jawaban Aisyah, Ziyan tertawa sangat besar.

"Dasar orang miskin, sudah tidak ada harta juga tidak ada harga diri," lontar Ziyan menyakitkan. "Kalau begitu kau bekerja saja di rumahku, menjadi pembantu kami." Sambung Ziyan.

Matahari bersinar terik, Aisyah mendorong Ziyan kembali ke dalam rumah.

Buk Siska sedang duduk di kursi ke besarannya.

"Kita ke kantor, Zi!" ajak Nyonya Siska.

"Tidak akan. Aku malu dengan kondisi seperti ini."

"Perusahaan kita menunggu kamu. Yang sakit itu hanya laki kamu. Bukan otak kamu."

"Urus saja pernikahan saya! Tinggal dua minggu lagi," Elak Ziyan

Sepertinya Ziyan lebih tertarik jika membahas tentang pernikahan itu daripada kerjaan kantor. Lelaki tiga puluh satu tahun ini, sudah melamar kekasihnya dengan cara yang cukup romantis. Untuk acara pernikahan ia telah menyiapkan sebuah pesta bertema internasional.

"Baiklah." Nyonya Siska mengalah.

"Semuanya sudah beres, kamu tenang saja Zi!" gumam Nyonya Siska.

"Tapi ...."

"Tapi kenapa, Zi?" Nyonya Siska menutup majalah bisnis yang ada di tangannya.

"Aku tidak bisa menghubungi Amanda beberapa hari ini."

"Mungkin dia sedang sibuk, endorse destinasi wisata yang tidak ada signal mungkin."

Nyonya Siska berusaha membuat alasan agar Ziyan tenang.

Mendengar itu, Aisyah merasa sangat aneh, di kampungnya, satu bulan sebelum menikah, anak perempuan tidak boleh lagi keluar rumah. Lah, ini malah tinggal dua minggu masih saja pergi-pergi.

"Kenapa kamu bengong?" Suara Ziyan mengejutkan Aisyah.

Ziyan minta diantar kembali ke kamarnya. Aisyah menuruti saja perintah tuan muda itu dari pada nanti ia mengamuk dan melontarkan kata-kata kasar.

***

Aisyah menerima selembar kertas dari Nyonya Siska, kertas tersebut berisi jadwal terapi dan jadwal kegiatan Ziyan yang lainnya. Hari ini Ziyan akan mengadakan meeting, meeting itu akan diadakan dengan cara telekomfren.

Seperti biasa, pukul tujuh pagi Aisyah masuk ke kamar Ziyan dan membuka seluruh gorden. Seperti biasa juga, Ziyan akan mengupat, memarahi Aisyah karena telah mengganggu tidurnya.

"Hari sudah siang. Pukul delapan pagi Tuan ada meeting," ujar Aisyah setelah Ziyan berhenti mengupat.

"Kalau begitu siapkan baju kerjaku!" perintah Ziyan.

Aisyah membantu Ziyan ke kamar mandi. Mendudukan ia di sebuah bangku yang diletakkan di bawah Shower. Setelah Aisyah mendekatkan perlengkapan mandi pria bertubuh atletis ini ia menunggu di luar kamar mandi sambil merapi-merapikan kamar yang selalu saja berantakkan serta menyiapkan pakaian yang diperintahkan Ziyan.

Ziyan berteriak melihat pakaian yang disiapkan oleh Aisyah.

"Dasar orang kampung, pakaian apa yang kau pilihkan."

Terpopuler

Comments

Bidadarinya Sajum Esbelfik

Bidadarinya Sajum Esbelfik

lah kn baju dia ngapain marah 😏😏😏

2022-02-07

0

Zain malik

Zain malik

hadir thoor

2022-01-28

0

auliasiamatir

auliasiamatir

Aisyah hebat aku kagum, gak merasa sakit hati saat di hina....

aku suka sama karakternya

2021-12-16

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!