Dikamarnya, Yana tampak termenung, raut wajahnya tampak sedang berfikir, Yana terlihat resah, menghela nafasnya, Yana mengingat kembali Paket yang diterimanya di Cafe, Sebuah hadiah kejutan yang diberikan Randi padanya.
Saat itu, Yana tak menyangka jika Randi benar benar akan mewujudkan keinginannya dan memberikan hadiah berupa ukiran keramik patung kaca padanya.
Yana mengingat kembali saat di pesta dansa dulu, ketika Yana dan Randi menghadiri undangan pesta dari teman Randi seorang Pengusaha terkenal di Jogjakarta.
Dulu, Yana hanya spontan saja mengucapkan kalimat kepada Randi bahwa ia ingin mengabadikan moment kemesraan mereka dipesta itu untuk selamanya agar bisa di kenang dan dilihat setiap saat.
Yana tak menyangka jika Randi akhirnya membuat sebuah cendera mata Souvenir yang indah sebenarnya terlihat, ukiran keramik bergambar patung dirinya dan Randi yang sedang berdansa dengan dibuat dari kaca bening yang berkilau.
Tentu sangat mahal harganya, dan Randi tak segan mengeluarkan uang banyak hanya untuk mewujudkan keinginan Yana.
Di kamarnya, Yana tampak wajahnya cemas, menarik nafas berat, Yana merasa akan ada masalah nantinya yang muncul antara dirinya dan Herry, jika Yana membiarkan Randi berbuat seperti itu lagi.
Yana tampak resah.
Yana mengingat kembali saat Herry mengamuk di cafe dan menghancur remukkan ukiran keramik patung kaca dari Randi itu.
Amarah Herry yang tak terkendali, yang selama ini belum pernah dilihat Yana, saat itu muncul dan mengerikan, emosi Herry yang tak terkendali mengetahui Randi memberikan hadiah pada Yana dapat dipahami Yana sebagai bentuk rasa cemburunya yang besar terhadap Randi.
Yana menghela nafas, Yana berfikir, di dalam kamarnya tampak Yana mundar mandir seperti orang yang bingung.
berfikir apa yang harus diperbuatnya sekarang?
Bagaimana ia menyelesaikan masalah ini agar Herry tidak terus menerus salah paham pada dirinya.
Yana memegang kepalanya, duduk dipinggir ranjangnya, berfikir, Yana diam sejenak.
Beberapa saat kemudian Yana mengambil hapenya yang ada dimeja rias kamarnya, Yana memegang Hapenya, memeriksa kontak teleponnya, saat hendak memencet salah satu nomor hape yang ada dikontak teleponnya Yana ragu, mengurungkan niatnya.
Yana menggigit ujung chasing hapenya, berfikir kembali. Menghela nafasnya berat.
Akhirnya Yana menguatkan dirinya untuk menyelesaikan masalah ini. Yana memencet nomor yang ada dikontak teleponnya, terdengar nada panggil dari hape nya,Dia menunggu, nada panggil berhenti, Yana mencoba menelpon ulang kembali, menunggu nada panggil di hape.
Tak berapa lama terdengar suara dari seberang hape.
"Iya Yana..."
Ujar suara diseberang telepon.
"Besok siang kamu ada waktu ? kita ketemu, ada yang mau aku bahas denganmu."
Ujar Yana.
"Ok, jam berapa dan dimana ?"
Ujar suara diseberang telepon yang tak lain Randi yang ditelepon Yana.
"Jam satu siang, di Cafe Carik yang ada di kalasan."
Ujar Yana lalu menutup teleponnya.
Yana meletakkan hapenya kembali ke meja rias dikamarnya, duduk dipinggir ranjang, menarik nafasnya berat.
Di Cafe Carik, Siang itu Yana tampak sudah datang, Yana duduk dikursi sebuah meja yang ada di sudut cafe, Yana diam menunggu.
"Udah lama nunggu aku ?"
Sapa Randi mengagetkan Yana karena tiba tiba Randi muncul disampingnya berdiri tersenyum.
Melihat Randi yang datang Yana pun mengangguk menjawab pertanyaan Randi tadi. Randi lalu duduk dikursi, berhadapan dengan Yana.
"Apa yang mau kamu bahas denganku ?"
Tanya Randi tersenyum santai menatap wajah Yana yang diam itu,Tak lama kemudian Yana menatap Randi.
"Aku mau nanya ke kamu, kenapa kamu sengaja ngirim paket ke cafeku ?"
Tanya Yana menatap tajam Randi.
Mendengar itu Randi pun tersenyum.
"Itu memang udah kupersiapkan lama untukmu."
Jawab Randi dengan tenangnya.
"Tapi gara gara itu hubunganku dengan Herry hampir berantakan."
Ujar Yana sedikit kesal.
"Yan...kamu ingat dulu saat kita berdansa dipesta pak Boy temanku yang mengundang kita ?"
Tanya Randi, Yana mengangguk pelan.
"Waktu itu kamu mengatakan suatu keinginan, dan menurutku kamu bersungguh sungguh, jadi aku berfikir setelah kita pulang dari acara itu, kenapa aku gak coba mewujudkan apa yang kamu inginkan."
Jelas Randi.
"Souvenir patung kaca itu udah lama aku pesan, jauh hari,beberapa bulan sebelum kamu meminta cerai denganku."
"Aku berencana, Souvenir itu akan kuhadiahkan ke kamu saat kita merayakan hari jadi pernikahan kita di bulan April."
Ujar Randi, Yana diam melirik Randi.
"Tapi belum terlaksana, kita udah cerai dan pisah rumah."
"Saat aku dikabari bahwa Souvenir itu sudah selesai dicetak, aku mengambilnya dan menyimpannya. Mau aku berikan ke kamu, tapi aku menundanya, menunggu waktu yang tepat."
Ujar Randi.
"Waktumu gak tepat karena kamu mengirimkannya ke cafeku dan hal itu diketahui Herry calon suamiku!"
Ujar Yana.
"Calon suamimu ? saranku, pikir lagi sebelum terlanjur."
Ujar Randi.
"Apa urusanmu mencampuri urusanku."
"Gak ada hak kamu memberi saran ataupun melarangku, bagiku, hubungan kita sudah terputus sejak setahun lebih dulu, dan aku udah muak hidup bersamamu yang cuma bisanya menyusahkanku saja, menjadi beban buatku !"
Ujar Yana menumpahkan kekesalannya pada Randi. Mendengar ucapan Yana mengatakan bahwa dirinya menjadi beban hidup Yana, Randi tersenyum kecil, menatap wajah Yana santai. Yana lalu berdiri dari duduknya.
"Kamu jangan coba coba lagi memberikan apapun untukku, dan jangan sekali kali berani mengganggu hidupku, aku mau tenang tanpa adanya kamu!"
"Kalo kamu terus mengganggu, aku anggap itu teror karena mengganggu kehidupanku, dan aku gak kan segan segan akan melaporkan kamu ke polisi!"
Ujar Yana tegas pada Randi, Randi hanya diam.
Yana mengeluarkan uang seratus ribu, meletakkannya di meja, uang itu untuk membayar makanan dan minuman yang dipesannya tadi saat menunggu Randi datang.
Melihat Yana pergi, Randi hanya diam tersenyum penuh arti, sorot matanya tajam melirik kearah Yana pergi.
Dihalaman parkir, Yana naik ke motornya, menyalakan mesin motornya lalu menjalankan motornya untuk segera pergi dari Cafe itu.
Tak lama Randi keluar dari Cafe berjalan dengan tenang, berdiri sejenak, memakai kaca mata hitamnya, lalu melangkah menuju mobilnya yang terparkir dihalaman parkir cafe, Randi pun pergi keluar dari cafe itu.
Malam itu, hujan turun dengan derasnya, jam menunjukkan pukul 22: 15 menit.
Karyawan dan karyawati cafe Yana bersiap siap hendak pulang, mereka pamit kepada Herry yang ada dicafe itu.
Setelah kepergian seluruh karyawan dan karyawati cafenya, Herry lalu menutup Cafe nya.
Udara Malam itu sangat dingin sekali, Setelah menutup Rolling door cafe dan menguncinya, Herry melangkah didalam cafe, melangkah dianak tangga, naik ke lantai atas.
Herry membuka pintu kamarnya yang ada dilantai atas cafe milik Yana.
Kamar terbuka, ruang dalam kamar gelap karena Herry belum menyalakan lampu kamarnya.
Herry masuk kedalam kamarnya, lalu menutup pintu kamarnya.
Herry melangkah ke arah Ranjangnya, sosok seseorang berdiri dibelakangnya.
"Hell..Loo."
Ujar Sosok berpakaian serba hitam dan wajah tertutup masker serta topi hitam.
Herry kaget karena ada orang didalam kamarnya, Saat Herry membalikkan badannya hendak melihat sosok orang yang menerobos masuk kedalam kamarnya saat itu juga kepala Herry dipukul dengan benda keras.
Herry seketika ambruk jatuh ke lantai kamarnya,pingsan.
Randi tampak sedang mengendarai mobilnya di jalan tol, terlihat Matahari mulai terbit, menandakan waktu pagi hari, Tampak sambil menyetir mobil Randi sedang menelpon.
"Iya pak Jay, tolong nanti agak sorean jam tigaan kumpulin kru dikantor ya, kita meeting."
Ujar Randi menelpon pimpinan produksinya.
"Iya pak Jay, saya sedang diperjalanan balik ke arah Jakarta sekarang, paling tiga jam lagi saya sampe rumah."
Ujar Randi.
Randi kembali ke Jakarta karena dipanggil bosnya untuk segera menjalani project berikutnya.
Mobil Randi melaju dengan kecepatan sedang,melintas melewati mobil mobil yang ada dijalan tol itu.
Disebuah ruangan yang gelap, tampak Herry yang terikat sedang meronta ronta menggerakkan tubuhnya mencoba untuk melepaskan ikatannya, tepat diatas kepalanya ada sebuah Bandul besi yang besar seukuran gentong tergantung.
"Lepasiiin...Lepasiiin aku..."
"Siapa kamu,tunjukkan batang hidungmu, Keluuuaaar kamuuu..!!"
Teriak Herry marah, namun tak ada seorang pun disitu.
Herry mencoba menggerakkan lagi tubuhnya yang terikat disebuah kursi untuk melepas ikatan yang melilit seluruh tubuhnya, namun usahanya sia sia.
Saat itu semburat cahaya matahari yang muncul dari celah atap ruang gelap itu menyorot ke arah tembok yang ada dihadapan Herry , Di tembok itu ada tulisan bertinta merah.
"Hell..Lo... Tempat Lo di Neraka!"
"Waktumu tiba !"
Membaca tulisan itu Herry meronta ronta hendak melepaskan ikatannya, namun tidak bisa juga, Herry pun terlihat putus asa, tubuhnya mulai lelah, Herry akhirnya hanya bisa diam pasrah diruangan yang gelap dan kumuh itu.
Randi berada diruang kerja pak Ramesh Singh pemilik rumah produksi tempatnya bekerja.
"Begitulah bung, saya dapat project dari stasiun tivi itu untuk program serial, kalo bagus mereka akan perpanjang episodenya, ini kesempatan rumah produksi kita untuk lebih berkembang lagi setelah bertahun tahun tidak pernah mendapatkan project dari stasiun tivi."
Jelas Pak Ramesh Singh pada Randi.
"Untuk tim penulis dan Skenario serta pemainnya bagaimana pak ?"
Tanya Randi.
"Tim penulis dan Skenario dari pihak tivi, artis utama juga dari mereka, pemain diluar itu jadi tanggung jawab kita, dan kita sebagai pelaksana produksi dibawah naungan mereka."
Jelas Pak Ramesh Singh pada Randi.
"Saya sudah email ke you bung,Skenario untuk bahan promonya enam episode."
Ujar Pak Ramesh Singh.
"Baik Pak, kalo gitu saya cek email saya dan pelajari Skenarionya. Hari ini juga saya akan meeting dengan tim inti saya untuk memulai project ini."
Ujar Randi.
"Oh, kru datang hari ini ke kantor?"
Tanya Pak Ramesh Singh.
"Iya pak, saya meminta pak Jay untuk memanggil tim inti buat meeting dengan saya,mulai persiapan produksi."
Ujar Randi gerak cepat agar segera melaksanakan produksi drama serial untuk televisi.
Tampak Randi sedang meeting bersama kru yang menjadi tim inti di produksinya. Randi tampak sedang serius menjelaskan pada timnya konsep yang ada dalam Skenario yang ada dihadapan mereka, dan bagaimana tekhnisnya nanti dilapangan saat mengeksekusi skenario itu agar maksimal dan bagus.
Randi mengetuk pintu ruang kantor, lalu membuka pintu dan masuk ke ruang kantor.
Randi menemui bosnya. duduk dihadapan pak Ramesh Singh.
"Jadi untuk promo 6 episode yang akan digarap ini, you tentukan lokasi syutingnya di Jogja bung ?"
Ujar Pak Ramesh Singh.
"Iya pak, karena menurut saya Setting didalam skenario cocok jika lokasinya di Jogja sekitarnya."
Jelas Randi.
"Jadi kapan mau huntingnya ?"
Tanya Pak Ramesh Singh pada Randi.
"Dalam beberapa hari lagi pak, setelah jadwal casting selesai dan saya mendapatkan pemain pendukung lainnya."
Ujar Randi.
"Baik, nanti kabari saya, biar pak Jay bisa mengurus biaya huntingnya."
Ujar Pak Ramesh Singh.
"Siap Pak. Kalo begitu saya permisi, mau lanjut liat proses casting diruang casting."
Ujar Randi, Pak Ramesh Singh mengangguk.
Randi keluar dari ruang kantor pak Ramesh Singh yang terlihat besar dan mewah itu.
Ditempat kerjaannya Via, anaknya Randi sedang menerima telepon dari Randi.
"Via lagi dikerjaan Pah, lembur, belum dapat jatah liburan."
Ujar Via pada Randi.
"Papah dimana sekarang ?"
Tanya Via dihapenya.
"Papah udah di Jakarta, balik kerumah, rencana mau kerumah kamu bawain oleh oleh yang papah beli."
Ujar Randi dari hapenya.
"Oh udah balik. Ya udah Pah, gak apa, datang aja kerumah, Via belum bisa kerumah Papah."
Ujar Via dari hapenya.
"Iya nak, nanti papah kerumahmu."
Ujar Randi dari seberang hape.
"Iya pah, daah papah."
Ujar Via lalu menutup teleponnya, Via kemudian melanjutkan pekerjaannya.
Via bekerja sebagai Supervisi marketing di Toko Pakaian yang cukup terkenal. Pemilik Toko Pakaian sangat menyukai pekerjaan Via dan mempercayakannya pada nya, Via pun tidak menyia nyiakan kepercayaan itu, Mewujudkannya dengan bekerja secara sungguh sungguh untuk toko pakaian.
Para costumer cukup ramai datang ke toko pakaian tempat Via bekerja, banyak diantara costumer yang berkunjung membeli pakaian pakaian yang ada toko itu, ada juga beberapa pengunjung yang masih melihat lihat dan memilih milih mana yang terbagus dan baik menurut mereka dari semua pakaian yang ada.
Mobil Randi melaju, memasuki sebuah komplek perumahan malam itu, sepanjang jalan terdengar kumandang azan isya, Randi terus menjalani mobilnya melewati rumah rumah yang cukup asri dikomplek itu, Randi lalu membelokkan mobilnya ke sebuah jalan, mobil terus berjalan memasuki area perkampungan, melewati jembatan dan masjid, lalu mobil menyusuri jalan yang menanjak , kemudian berbelok, tak lama Randi menghentikan mobilnya.
Dari dalam mobilnya Randi diam mengamati suasana diluar ,melihat sekitar perkampungan itu.
"Masih sama seperti dulu,gak banyak berubah kampung ini."
Ujar Randi pada dirinya sendiri mengingat saat dulu waktu Randi tinggal dikampung itu selama 10 Tahun bersama Sita, Mama Via, Istri pertamanya.
Randi saat itu membeli rumah dikampung itu karena harga murah saat syuting diperkampungan itu.
Dan bersama mereka Orang tua Sita ikut tinggal dengan mereka selama itu,hingga sekarang.
Randi pun turun dari mobilnya setelah mematikan mesin mobilnya dan memarkirkan mobilnya dipinggir jalan, Randi berjalan melangkah menuju kesebuah rumah yang cukup asri, ditangan kanan dan kirinya ada beberapa bungkusan plastik besar yang banyak.
Randi berdiri didepan pintu rumah, mengetuk pintu rumah secara pelan, tak ada sahutan dari dalam rumah.
Randi mencoba mengetuk pintu kembali, belum ada juga orang yang membuka pintu itu.
Randi mencoba mengintip dari celah jendela rumah berwarna gelap, tidak terlihat apapun ke dalam rumah.
Randi celingak celinguk melihat sekitar, Lalu Randi mencoba mengetuk pintu rumah kembali, lebih keras dari sebelumnya ketukan di pintu.
Akhirnya suara kunci pintu dibuka terdengar dari dalam rumah.
Tak lama, pintu rumah terbuka, seorang wanita berdiri dihadapan Randi.
"Apa kabar Sita ? Lama gak ketemu."
Ujar Randi tersenyum pada Sita,ibunya Via, yang membuka pintu rumahnya.
Melihat Randi yang bediri di depan pintu rumahnya, Sita kaget luar biasa, Tubuhnya terhuyung dan melangkah mundur kebelakang, wajahnya pucat, Sita tak menyangka jika Randi datang kerumahnya malam malam. Wajah Sita tampak menyiratkan rasa takut dan khawatir, Sita berdiri kaku dari tempatnya tak berani menatap Randi yang berdiri didepan pintu rumah dengan tersenyum padanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments