Seluruh Hati Tertinggal
Andi Alda Marolah.
Seorang wanita berdarah bugis. Sematan nama 'Andi' pada dirinya menggambarkan bahwa dia terlahir dari garis keturunan bangsawan. Cantik, berpendidikan tinggi, seorang wanita karir dan tentu dari keluarga terpandang.
Keempat hal tersebut menjadi nilai plus untuk seorang Alda. Bahkan orang disekelilingnya berpandangan bahwa wanita itu nyaris mendekati sempurna.
Namun ada hal yang masih menjadi pro dan kontra dalam kehidupannya. Kedua orang tua wanita tersebut sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kebangsawanannya, hingga memilih pasangan pun haruslah jelas bibit, bebet, bobot untuk tetap mempertahankan eksistensinya di masyarakat.
Tidak ada yang salah dari hal tersebut jika berbicara dari sudut pandang ayah-ibunya. Karena sejatinya, orang tua hanya menginginkan yang terbaik untuk buah hati.
Keduanya selalu menekankan hal tersebut kepada Alda. Ucapannya seolah menjadi alarm pengingat jika hatinya mulai goyah. Alda menghormati keputusan ayah-ibunya. Berusaha untuk melangkah sesuai dengan arahan.
Apakah dia mampu konsisten?
*****
Pukul tujuh pagi hari. Seorang wanita berseragam dinas lengkap dengan pin KORPRI ASN PNS yang bertengger sempurna pada dada sebelah kirinya, seolah memberikan informasi bahwa dia bukanlah wanita biasa.
Berjalan dengan penuh percaya diri melewati gerbang sekolah menengah atas. Salah satu terbaik di kotanya.
Senyuman yang menampilkan lesung pipit yang terukir jelas di wajah ayunya menambah kesan manis. Rambut dibiarkan tergerai indah dengan sesekali menyelipkan di belakang telinga.
"Selamat pagi, Bu Andi!"
"Bu Cantik!"
Sapaan demi sapaan yang mengalun di udara. Dilemparkan dengan nada semangat yang tentu tidak dibuat-buat. Mengusik indera pendengaran wanita cantik itu hingga menimbulkan gerakan impulsif untuk menoleh melihatnya. Sekelompok orang yang juga berpakaian sama seperti dirinya yang sedang duduk dibawa pohon cemara.
"Selamat pagi, Pak, Bu."
Seluruh siswa pun tak akan sungkan melakukan hal yang sama. Mereka seakan tak ingin kehilangan momen untuk mendengar suara dari seorang guru terbaik menurut versi mereka, Andi Alda Marolah.
Yah, dia guru yang terkesan tidak ingin menyusahkan siswanya. Pantaslah jika orang-orang c**are.
******
Sepasang paruh bayah duduk bersantai berdua di teras rumah. Menikmati teh hangat yang telah tersedia di atas meja keramik. Membicarakan topik yang menjadi langganan di setiap pagi.
Jika dilihat dari wajah pria tersebut, tampak tidaklah asing. Rupanya pernah menghiasi setiap sudut di kotanya. Yah, dia adalah Andi Shadam Marolah. Mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah periode 20xx - 20xx.
Begitu pun dengan wanita di samping. Duduk dengan wajah yang masih terlihat cantik meski telah berusia lebih setengah abad. Dia, Andi Erna Idrus.
Keduanya adalah orang yang telah melahirkan dan membesarkan Alda. Juga orang yang paling berpengaruh di dalam kehidupan guru tersebut.
"27 tahun ...." Andi Shadam menghela napas mengingat putri semata wayangnya. Betapa tidak, dia juga ingin segera menikahkan Alda dengan pria harapan.
Bukan karena tidak ada yang mau, akan tetapi karena standar mereka berdua terlalu tinggi sehingga penolakan halus menjadi tameng untuk Alda.
"3 tahun lagi memasuki kepala tiga," timpal Andi Erna seraya menyesap isi cangkir tersebut.
Pria paruh baya itu menoleh menatap Sang Istri. "Tetap dengan prinsip keluarga kita."
Andi Erna mengangguk. "Demi kebaikannya juga. Hanya ingin terbaik untuk anak tunggalku."
"Iya. Memang seperti itu!"
Kukuhnya mereka menambah rentang waktu untuk menunggu dengan dalih 'Demi kebaikan'. Tak ingin menggugurkan apa yang mendarah daging di dalam keluarga 'Marolah'.
"Masih ingat dengan Andi Pangerang Adam?" Tiba-tiba wanita paruh baya itu melempar pertanyaan yang spontan membuat Andi Shadam berpikir. Mengingat rupa yang dimaksud istrinya.
"Putra pertama Andi Baso?"
"Iya. Yang tinggal di Jakarta." tambah Andi Erna.
Andi Shadam dengan cepat mengangguk. Yah, dia adalah kerabat jauh Sang Istri yang memilih menetap di pulau jawa.
"Kemarin istrinya menelpon. Dia sempat bertanya tentang Alda."
Pria paruh baya itu mengerutkan kening.
"Pun dia juga sempat bercerita tentang putranya yang masih sendiri," tambahnya lagi.
Andi Shadam memperbaiki posisi duduknya. Mulai mengerti arah pembicaraan Sang Istri. "Bukankah dia sudah menikah?"
"2 tahun lalu mereka bercerai."
"Cerai?! Kenapa?" Seperti ada yang mendorong untuk mengetahui lebih jauh.
Andi Erna menggeleng dengan pelan. "Ibu tidak tahu dan tidak ingin mempertanyakan hal tersebut lebih jauh. Itu pribadinya."
Andi Shadam terdiam sejenak lalu melanjutkan ucapannya. "Kesibukannya apa sekarang?"
"Kepala Dinas Pariwisata diusianya yang ke-45 tahun."
"Bagus!" balasnya spontan. "Lagi pula ... status dan usianya bukanlah masalah besar."
Sesaat kemudian senyum kecil terbit dari bibir Andi Erna. Respon yang diberikan Sang Suami seakan menjadi peluang untuk kedua insan tersebut. Sungguh! Ini sejalan dengan apa yang dipikirkan.
Menurut wanita paruh baya itu, memang benar ucapan Andi Shadam, jika kegagalan rumah tangga dan usia pria tersebut bukanlah masalah besar.
Toh! Dua hal yang menjadi prioritas, telah terpenuhi. Yah, kemapanan dan strata keluarga mereka sama. Jadi apa yang perlu diragukan?
Sesuatu yang dimiliki Andi Adam mampu menutupi segalanya. Kategori cocok untuk disandingkan dengan Sang putri.
.
.
.
.
.
Salam
AAH♥️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Elisda Turnip
lama tidak membuka novel ini saya pikir habis #Tergoda#..tdk ada lagi cerita lain..ternyata ada lagi..trimakasih kk Thor..sangat suka dgn ceritamu..
2021-12-27
0
queenbee
aduh.. pak bu... g ada yg perjaka dan sedikit melek begitu?? udah duda,tua pula
2021-09-28
0
Suharnik
Nyimak karya othooorrr👍👍👍
2021-09-10
0