Safiya Khanza Ayunindya
.
.
.
.
Satu tahun berlalu....
Tak terasa aku kini sudah duduk di bangku kelas 11 SMA. Aku terus memandangi luar kaca mobilnya, mengeluarkan tangan ku untuk terkena serpaan angin, walaupun banyak makhluk yang mengganggu perjalanan ku, aku tak mempedulikannya.
Aku turun dari mobilku setelah mobil yang kini ku tumpangi sampai di sekolahku akupun berpamitan dengan sopir yang mengantar ku.
Aku berjalan melalui koridor sekolah sambil mendengarkan musik melalui earphone kesayanganku . Tak peduli makhluk makhluk yang menyapaku di sepanjang perjalanan.
"Khanza... "
Oohh.. Apakah sekarang makhluk bisa berteriak sekencang ini. Terdengar begitu jelas di telinga ku, namun aku tetap berjalan dengan lurus tanpa melihat ke arah belakang ku. Tiba-tiba seseorang menarik ku.
"Astagfirullah... Feni"
"Isshh.. Khanza, kebiasaan banget deh kalau udah pake earphone"
"Pliss.. Jangan teriak oke, lo ganggu ketenangan gue tau"
"Iya maap, setidaknya kalau di panggil itu jawab, kebiasaan deh lo"
"Haaaahhhh...Udah lah Fen, kaga usah ribut. Lo nggak akan pernah ngerti kalau lo di posisi gue."
Aku meninggalkan Feni dan memasang earphone ku kembali. Saat aku melihat ke bawah, tali sepatu ku lepas dan aku pun memasang nya. Setelah aku memasang nya aku pun berdiri dan mengibaskan rambut ku yang tergerai. Aku tak sadar jika di depanku ada orang.
"Aduh"
"Ah maaf"
Pikiran ku berkecamuk, dia orang atau makhluk. Aku ragu untuk mendongak ke atas, tapi aku yang berbuat jadi aku yang harus meminta maaf, siapapun dan apapun dia.
Ternyata dia adalah seorang lelaki. Dia memegang pipi sebelah kirinya yang terkena rambutku. Dia menengok ke arah ku dengan tatapan sinisnya.
"Makanya rambut lo tuh di potong, dasar mbah dukun"
Aku mengerutkan dahiku tak suka. Aku pun mengurungkan niatku untuk meminta maaf, karena pria itu tak lain adalah Farhan.
Dia langsung menarik rambutku, dan aku meringis kesakitan. Feni membantu ku untuk melepaskan tangan Farhan yang mencengkeram rambut ku, namun tenaga Farhan lebih kuat.
"Heh.. Seharusnya lo tau diri dong, Khanza nggak salah. Lo yang sengaja ngedeketin dia. Lo tuh harusnya berterima kasih karena dia yang membantu mengembalikan nyawa lo balik ke tubuh lo. Kalau nggak, nyawa lo pasti udah berkeliaran di sini."
"Gue nggak peduli, mana ada makhluk"
"Lo sebaiknya cepet sadar deh Han, sebelum para makhluk itu kembali memasuki tubuh lo"
Aku menangis tak bisa berbuat apa-apa. Tiba-tiba Farhan melepaskan nya entah karena apa. Aku tak melihat nya karena mataku terpejam. Aku terjatuh dan memegangi kepalaku. Feni membantu ku dan membawaku ke ruang UKS.
Aku sudah tak peduli lagi dan berharap tidak menemuinya lagi, karena dia adalah orang yang paling aku benci di dunia ini.
*****
Farhan Liam Ma'ruf
.
.
.
.
Aku tengah bersiap memakai seragam ku. Pagi selalu menyambut ku dengan senyum. Setiap pagi aku selalu berkaca diri agar tidak ada kekurangan di wajah tampan ku.
"Apa aku terlalu tampan, sehingga aku sering di rasuki oleh makhluk. Tapi mana ada setan di dunia modern ini. Sungguh kuno"
Setelahnya aku langsung menghambar tas ku yang tergantung dan membawanya keluar dari apartemen ku, bukan.. Lebih tepatnya apartemen ayahku.
Aku selalu membawa mobilku ke sekolah, mobil-mobil baru tentunya. Aku tak betah di rumah karena adikku yang selalu merepotkan ku dan perlakuan tidak adil di rumah. Untuk apa di rumah jika aku hanya di salah kan bukan.
Kini aku sudah sampai di parkiran dengan mulusnya. Aku melihat jam tangan yang terpasang di pergelangan tanganku dan melihat waktu masih menunjukkan pukul 07.30.
Aku turun dari mobilku, tak apa jika masih pagi. Aku pun berjalan untuk menuju ke kelasku, tepatnya di kelas 11 IPA 2. Saat di koridor, aku tak sengaja melihat 'mbah dukun' yang selalu mengembalikanku dari makhluk halus yang menguasai tubuh ku.
Walaupun begitu, aku tetap saja ingin mengerjainya. Aku pun mendekati nya dan sengaja berdiri tak jauh darinya.
Akhirnya dia berdiri, namun sialnya rambut panjangnya mengenai ku.
"Makanya rambut lo tuh di potong"
Dia menatap ku tidak suka. Aku langsung menarik rambutnya, dia meringis kesakitan, namun aku tidak peduli. Feni temannya mencoba menolong ku, namun dia hanya perempuan yang bukan tandinganku.
"Heh.. Seharusnya lo tau diri dong, Khanza nggak salah. Lo yang sengaja ngedeketin dia. Lo tuh harusnya berterima kasih karena dia yang membantu mengembalikan nyawa lo balik ke tubuh lo. Kalau nggak, nyawa lo pasti udah berkeliaran di sini."
"Gue nggak peduli, mana ada makhluk"
"Lo sebaiknya cepet sadar deh Han, sebelum para makhluk itu kembali memasuki tubuh lo"
Aku semakin mencengkeram rambutnya. Dia meringis kesakitan dan mulai menangis. Tiba-tiba ada yg mencengkeram pergelangan tanganku. Aku pun reflek melepaskan nya hingga dia terjatuh, namun aku di sana langsung di tonjok tanpa ampun oleh seseorang yang aku belum kenal.
"Lo siapa, berani bener lo hajar gue"
"Gue memang anak baru di sini, lo jangan macem-macem sama cewe. Kalau lo berani lawan gue."
"Oke"
Dia menantang ku dan tanpa fikir panjang aku menghajarnya tanpa ampun. Dia selalu menghindari ku namun akhirnya aku bisa memukul bagian wajah nya. Tapi akhirnya aku berhasil memukul bagian wajah nya hingga sudut bibir nya berdarah.
Namun di saat aku berhasil membuat nya lemah, beberapa guru melerai kami dan aku yang tak lecet sedikit pun langsung di bawa ke ruang BK.
"Farhan, kenapa kamu bisa bertengkar dengan dia. Dia adalah anak baru di sekolah ini, tak seharusnya kamu berbuat itu kepadanya"
Aku tertunduk dan aku juga salah, namun karena amarah ku yang tak dapat aku kontrol membuat aku kehilangan akal. Sehingga aku reflek kepada nya. Entahlah kenapa... Apakah aku dirasuki lagi.
Aku duduk tanpa mendengarkan guru yang sedang marah di depan ku. Aku hanya memikirkan itu. Hingga aku tersadar ketika guru BK menggebrak meja yang ada di depanku.
"Kamu dengar tidak"
"I-iya pak"
"Bapak bilang apa tadi"
"Jangan ulangi kesalahan itu lagi"
Aku menjawab asal dan untungnya guru itu bersabar. Akhirnya aku di suruh keluar dari ruangan itu. Aku tidak langsung pergi, aku bersandar di dinding depan ruang guru dan menghela nafas panjang ku.
"Siapa dia? Mengapa ia membela si dukun itu. Dari dulu anak baru sekalipun tak ada yang pernah menghalangi ku. Namun dari kelihatannya dia adalah saingan ku"
Setelah berfikir terlalu lama, aku pun berjalan menuju ke kantin sekolah dan menemui teman-teman ku yang sudah berkumpul lebih dulu.
//**//
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Riyan Yanto
salam kangen
2024-06-03
0