Tuh, Lihat! Satpam Saja Menegur Kalian!

Hampir semua murid di sekolah itu menyukai jam Olahraga. Itu termasuk ke murid yang tak suka atau lemah berolahraga. Kenapa? Sebab saat jam pelajarannya berlangsung, kita memang tak berada di dalam ruang kelas dengan terus mendengarkan ocehan pengajar - sembari berharap: "Masih lama yah bel pulang bunyi?" Murid-murid--yang memang menjalaninya--bisa bebas melakukan apa saja yang susah dilakukan saat di kelas. Yah memang sih, harus patuh pada aturan. Jam Olahraga yah jam Olahraga. Gunakanlah untuk berolahraga, baik itu senam pemanasan maupun olahraga permainan yang hendak diajarkan. Para murid tahu itu. Namun mereka lebih memilih untuk mengabaikannya dan melakukan hal-hal yang mereka sukai. Seperti gosip, bermain permainan konyol, utak-atik gadget, hingga baca komik.

Sebelum jam Olahraga kelas 12 IPS 1 dimulai, Thea mendapatkan mandat untuk pergi ke ruang Tata Usaha. Oleh Pak Yoga, ia disuruh mengambil beberapa buah bola voli. Tema hari ini: voli. Pak Yoga yang berewokan akan mengajari passing. Dan Thea ke sana bersama Aldo - yang sudah diputusinya tiga hari silam.

Selama berjalan menyusuri lorong, Thea berjalan mengekori Aldo. Ia terus diam, begitu pula Aldo. Sebelum putus, kekakuan seperti itu jarang terlihat. Saking mesranya, kawan-kawan mereka sempat berkata bahwa mereka memang sudah ditakdirkan berjodoh. Bagaikan pasangan jiwa. Tapi kali ini tidak. Mereka seperti orang asing untuk satu sama lain. Jangankan mengobrol, saling tersenyum agak sulit dilakukan. Aldo yang berjalan di depan Thea, terus tertunduk. Tampaknya ia masih kesal atas insiden di ruang laboratorium jumat kemarin.

"Do!" seru Thea seraya berjalan-jalan kecil. Cowok berwajah lebar itu terus berjalan dan berjalan, hingga tak sadar melewati ruangan yang dimaksud. Thea berusaha mengejarnya, lalu.... hap... ia berhasil mencapit sebelah tangan Aldo. "Kamu mau kemana? TU-nya udah kelewatan tahu."

Aldo berhenti, menoleh. Kali ini, ganti ia yang merengkuh tangan mantannya itu. Tanpa tedeng aling-aling, ia menyeret Thea menuju sebuah tempat yang sepi. Bukan untuk melakukan hal-hal yang kalian pasti tahu apa maksud penulisnya, hanya saja cowok itu butuh suasana yang tepat untuk mengutarakan semua kegundahannya. Thea yang diseret seperti itu jadi terbengong-bengong; tapi tak bisa dipungkiri, jantung cewek itu berdebar-debar.

Tempat itu masih berada di area sekolah. Belum keluar dari gerbang sekolah. Tapi suasananya sungguh sepi. Sejauh mata memandang, tak ada tanda-tanda kehadiran homo sapiens di sana. Kalau pun ada, paling hanya petugas kebersihan atau satpam yang hanya lewat sebentar. Aldo pikir, inilah saatnya. Thea menatap wajah Aldo dengan ekspresi kacau dan jantung mau copot. Ah, mau ada drama di sekolah itu rupanya. Sayang tak ada satu-dua kamera yang mengambil gambarnya.

"Te," kata Aldo memecah kesunyian.

Thea tak menjawab, pula tak tersenyum. Bola mata gadis itu sesungguhnya memancarkan aura yang hendak berkata, "Sebetulnya aku tidak tega memutuskan hubungan kita demi audisi JKT48 itu. Kalau kamu memintanya sekali lagi, aku janji tidak akan menghadiri audisi tersebut." Tapi seorang perempuan tetaplah perempuan. Sepertinya mengatakan sesuai kata hati kepada seorang lelaki adalah tabu bagi seorang perempuan.

"Kamu sebetulnya cinta nggak sih sama aku?"

Sebelah alis Thea sedikit terangkat sewaktu mendengarkan pertanyaan Aldo tersebut. Kaget juga. Selama mereka berpacaran selama dua tahun itu, baru kali ini pertanyaan itu bergema.

"Kamu  cinta nggak sama aku?" Aldo masih menanyakan hal yang sama. Wajahnya senewen.

"Menurut kamu?" tanya balik Thea. Cewek itu hendak meninggalkan Aldo - menuju ruang Tata Usaha lagi. "Udah ah, aku mau ke TU dulu. Ntar dimarahin sama Pak Yoga."

Aldo menggamit lengan Thea lagi. "Jawab dulu, cinta nggak? Lagian apa susahnya ngejawab?"

Cewek berambut panjang dengan ujung-ujung rambut mulai dipermainkan semilir angin itu mendumel. "Yah menurut kamu gimana? Pas aku nerima kamu itu, menurut kamu, cinta atau nggak?" Kata-kata itu terucap olehnya tanpa menatap Aldo.

Cowok berbadan lebih besar daripada Thea itu bergumam. "Menurutku, iya. Soalnya kalau nggak cinta, nggak mungkin kamu nerima aku, yah walau aku udah capek-capek lari waktu itu. Kamu bukan tipe cewek yang mudah tersentuh, kan?"

Thea terkekeh. "Tersentuh? Tersentuh buat apa? Buat seorang cowok yang lari-lari nggak jelas di jam Olahraga? Aku malah berpikir, waktu itu, kamu mungkin aja memang hobi lari." Lagi-lagi cewek itu masih belum menatap wajah Aldo.

"Iya, memang betul," Aldo nyengir. "Aku hobi berlari-lari di hati kamu."

Thea terkekeh lagi. "Udah deh, nggak usah gombal, kita juga udah putus ini."

"Memang harus yah, Te, ikut audisi JKT48 itu?" ujar Aldo yang mendadak mengubah topik. Wajahnya juga berubah tegang. "Impian kamu kan hanya jadi penyanyi. Ya udah, kontes nyanyi atau ajang pencarian bakat itu banyak. Tahun depan ada Indonesian Idol juga. Jadi kamu nggak harus maksain diri ikut audisi JKT48."

"Tapi aku harus ikut, Do." Kali ini, Thea berani menatap Aldo. "Audisi itu segalanya buatku. Itu bukan hanya soal mimpi jadi penyanyi, tapi juga mimpi go international."

"Kalau soal go international sih, ikut Indonesian Idol juga bisa. Aku dengar, ada jebolannya yang bisa ke luar negeri setelahnya."

"Tapi ini JKT48, adiknya AKB48. Jauh lebih prestisius ketimbang ajang-ajang pencarian bakat lainnya....."

".... Kayak kamu bakal keterima aja..." potong Aldo, yang mana kata-kata itu keluar sendiri tanpa bisa dikontrol.

"Kok kamu nggak ngedukung gitu sih?" Thea jadi sewot. "Lagian kamu juga kan yang memperkenalkan aku ke idol group itu."

"Iya sih, aku juga yang bikin kamu suka sama idol group itu," Aldo membenarkan. "Tapi aku sama sekali nggak ada niat buat mendukung kamu jadi bagian dari idol group itu. Aku nggak mau hubungan kita kandas cuma gara-gara aturan konyol idol group itu. Dan menurutku, jauh lebih prestisius kalau kamu bisa ikut ajang-ajang pencarian bakat kayak Indonesian Idol atau X-Factor - yang mana hasil kerja kerasnya itu bisa kita nikmati sendiri. Sedangkan kalau kamu ikut JKT48, prestasi yang kamu dapatkan itu sebetulnya prestasi buat grup musik itu. Kamu itu cuma boneka aja."

"Tapi kalau aku ikut Indonesian Idol, aku menang, nggak ada jaminan juga buat aku bisa tetap eksis terus di industri musik tanah air. Kalau di JKT48, aku nggak perlu mikirin soal gimana caranya biar bisa naik panggung lagi." tangkis Thea sengit. "JKT48 itu punya jadwal manggung dan latihan yang rutin. Kudengar, tim trainee-nya juga dibayar."

Di tengah perdebatan itu, satpam brengsek yang suka menggoda para siswi itu lewat lagi. Ia beringsut pada dua sejoli itu, dan mulai menggoda, "Ini kalian lagi ngapain sih?" Kedua alisnya naik-turun. "Kalian nggak ada niat buat mesum, kan?"

Aldo tergelak. "Ya nggak-lah, Pak. Si Bapak aja kali yang mikirnya negatif."

Si satpam jadi tergelak juga. "Yah kirain. Soalnya kata orang, kalau dua orang lawan jenis lagi berduaan, yang ketiganya pasti setan."

"Bapak dong setannya." seloroh Aldo terkekeh. Tanpa Aldo tahu, Thea juga terkikik mendengar sedikit intermeso di sela-sela pembicaraan serius mereka tadi.

"Sampeyan tuh jangan kurang ajar sama yang tua." kata si satpam yang terkekeh seraya memukuli Aldo dengan pentungannya. "Eh, ngomong-ngomong, dari tadi Bapak perhatikan, kalau nggak salah dengar juga, Bapak tadi dengar, kalian bawa-bawa soal je-ka-te-empat-delapan sama indonesian aidol. Emang ada apa?"

"Ini, Pak," Aldo yang langsung menjawabnya lebih dahulu; sementara Thea hanya termangu. "Thea mutusin aku cuma gara-gara mau ikut audisi JKT48, yang mana member-nya itu nggak boleh pacaran. Lagian kan mau jadi penyanyi itu nggak harus jadi bagian dari JKT48. Bener nggak, Pak?"

Si satpam tergelak. "Sampeyan berdua lucu yah?"

Baik Aldo maupun Thea menjawab nyaris bersamaan. "Kok lucu?"

"Iya, lucu. Si Thea ini kan belum pasti keterima, ini kenapa udah ribut-ribut nggak karuan." Si satpam menatap Thea tersenyum. "Kamu juga, Te. Belum pasti lolos, udah mutusin hubungan. Emang kamu itu siapa toh?"

Thea jadi bersemu merah.

"Kalau keterima juga, yah kalian nggak harus putus juga, toh? Kalian kan bisa..." Si satpam memutar bola mata - berusaha mengingat satu kata yang memang rada sulit diucapkan sekaligus dihapal baginya. "...apa itu namanya?"

"Backstreet, Pak," jawab Aldo.

"Nah itu." seru si satpam sembari menunjuk-nunjuk Aldo.

"Tapi?" Aldo berusaha mendebat si satpam.

"Udah, nggak usah pake tapi-tapian," ucap si satpam nyengir. "Kalian tuh nggak seharusnya mikirin seserius itu. Toh kan baru audisi toh. Kalau Thea udah keterima, baru kalian perlu kalang-kabut. Mending kalian buruan ke lapangan juga deh. Kalian lagi jam pelajaran Olahraga, kan?! Ntar dimarahin Pak Yoga, lho."

Keduanya mengangguk bersamaan. Setelah itu, si satpam yang punya tompel di kening kiri itu menjauhi mereka berdua. Thea dan Aldo kembali berdua. Mereka saling bersitatap. Tanpa senyum. Tanpa kata-kata. Dan itu berlangsung cukup lama.

"Te," desah Aldo pelan. "kamu belum jawab pertanyaanku tadi."

Thea langsung merengut. Ia ingin sekali menjawab, namun sadar satu hal: ia bukan tipe perempuan yang bisa blak-blakan bilang suka atau cinta ke seorang laki-laki. Ia lebih suka menyatakannya secara tersirat.

"Te," desak Aldo sungguh tak sabar.

"Kamu pikirin sendiri aja jawabannya," Thea balik badan dan bersiap ke ruang Tata Usaha lagi. "Udah ah, aku mau balik ke lapangan lagi."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!