BAB 1 – IDE BODOH YANG BERUJUNG FATAL
[Latar: Kantin SMA Negeri 7 Cerah. Empat remaja berkumpul di meja dekat jendela sambil ngemil dan mengerjakan tugas kelompok.]
"Guys, aku baru aja dengar pengumuman lomba penulisan fiksi antar-sekolah!" seru Farah antusias. "Hadiahnya lumayan, loh. Juara satu dapat laptop, beasiswa, sampai jalan-jalan ke Bali!"
Leo, yang sedang membaca buku, mendongak. "Kita belum pernah ikut lomba kayak gini. Lagian, kita bisa apa? Bikin cerita horor dengan hantu koruptor?"
Rev mengunyah keripik dengan santai. "Bisa aja tuh. Judulnya: Si Tukang Becanda vs Hantu Korupsi. Aku jadi pahlawan."
Alicca menyengir malu. "Kita bisa coba... tapi harus serius juga. Genre campur aja, kali ini. Biar unik. Misteri, horor, romansa… eh, sama komedi juga."
"Wah, pasti seru!" balas Farah. "Tinggal kita tambah adegan Rev ngegodain Alicca di tengah hutan angker."
Rev nyengir lebar. "Pasti ada adegan ciuman di bawah gerimis."
"Rev!!" Alicca memerah mukanya.
"Sekalian aja kamu mati pas adegan itu. Biar dramatis," komentar Leo, kembali fokus pada bukunya.
Rev menyipitkan mata. "Eh, Lo enggak usah berdoa biar aku mati, Leo."
"Lagian, kalau kita bikin genre campur, alurnya harus kuat," kata Farah. "Kalau enggak, malah jadi kacau."
"Aku setuju. Tapi kita butuh outline dulu. Kalau enggak, cerita bakal ke mana-mana," Leo menyahut.
"Aku bisa bantu bikin outline-nya," tawar Alicca. "Tapi kita harus sepakat dulu tentang tema intinya."
"Tema kita: Empat remaja terjebak dalam novel misterius yang hidup," cetus Rev.
Farah bertepuk tangan pelan. "Bagus! Seram, lucu, romantis, dan penuh misteri. Kita bisa kasih judul: 'Novel Ini Membunuh Kami.'"
"Kayaknya judul itu agak... pesimis," ujar Leo.
"Tapi menarik," timpal Alicca. "Orang langsung penasaran."
Rev mengunyah keripiknya lagi. "Oke, deal. Proyek kelompok kita resmi dimulai besok. Siapkan ide, snack, dan mental."
"Pasti banyak yang penasaran, soalnya dari judulnya aja udah kayak mau dibunuh," kata Farah.
"Benar," kata Leo singkat.
"Eh, guys, bel sudah berbunyi. Ayo kita kembali ke kelas," ajak Alicca.
Rev tersenyum. "Ya, aku tidak ingin terlambat!"
"Iya, kita harus pergi!" kata Leo.
"Jangan lupa, pelajaran hari ini sangat penting!" pesan Farah bijak.
"Tugasnya Farah, jangan sampai ketinggalan," canda Leo.
"Iya, Leo," balas Farah.
Alicca, Rev, Leo, dan Farah pun berjalan menuju kelas mereka.
Bel Masuk Berbunyi
"Baiklah, tugas kelompok tadi sekarang dikumpulkan, ya," kata Guru Bahasa Indonesia.
"Baik, Bu..." jawab semua siswa.
(Murid-murid mengumpulkan tugas mereka.)
"Hari ini kita akan membahas tentang peribahasa dan ungkapan dalam bahasa Indonesia," lanjut Guru.
"Iya, Bu! Aku suka belajar tentang peribahasa," kata Leo bersemangat.
Guru menjelaskan definisi peribahasa dan memberikan contoh, seperti 'Bagai air di atas daun talas'.
"Aku paham, Bu. Jadi peribahasa itu seperti metafora yang memiliki makna lebih dalam," simpul Leo.
"Benar sekali, Leo! Peribahasa memang memiliki makna yang lebih dalam dan dapat membantu kita memahami konsep atau situasi dengan lebih baik," puji Guru.
"Aku ingin tahu lebih banyak tentang peribahasa, Bu!" pinta Alicca.
Guru kemudian beralih menjelaskan ungkapan, mencontohkan 'api cinta'. "Ungkapan 'api cinta' adalah contoh dari metafora yang digunakan untuk menggambarkan perasaan cinta yang sangat kuat dan membara."
"Iya, Bu! Seperti api yang membakar, cinta kita juga dapat membakar hati kita," seru Rev.
Guru tersenyum. "Benar sekali, Rev! Ungkapan 'api cinta' memang sering digunakan untuk menggambarkan perasaan cinta yang sangat kuat dan membara, seperti api yang tidak dapat dipadamkan."
"Aku suka ungkapan itu, Bu! Karena menggambarkan perasaan cinta yang sangat kuat dan tidak dapat dipadamkan," ujar Rev bangga.
(Beberapa menit kemudian, bel pulang berbunyi.)
"Baiklah, anak-anak! Bel pulang sudah berbunyi, waktu kita sudah habis. Silakan pulang ke rumah masing-masing," tutup Guru.
"Baik, Bu!!!" jawab Murid.
"Ayo, teman-teman! Kita pulang sekolah!" ajak Rev.
"Ya pulanglah, masa menginap di sekolah, sih, Rev," canda Farah.
Rev hanya terkekeh.
"Iya, aku lapar! Aku ingin makan siang," kata Leo.
"Aku di rumah ingin TikTok-an," kata Farah.
"Aku mau andok bakso! Siapa yang mau ikut?" tanya Alicca.
"Aku ikut, Alicca," jawab Rev cepat.
"Aku juga ikut!" seru Leo dan Farah serempak.
"Mari kita pergi!" kata Alicca gembira.
Malam harinya
(Alicca duduk sendirian di depan laptop. Ia membuka dokumen kosong dan mulai mengetik:) "NOVEL INI MEMBUNUH KAMI"
"Loh, kok tiba-tiba laptopku mengetik sendiri!" Alicca terkejut. "Ada apa ini?"
(Tiba-tiba, layar berkedip-kedip. Huruf-huruf mulai menulis sendiri...)
“SELAMAT DATANG, PEMAIN UTAMA.”
"Ada apa ini? AH...."
(Alicca terlonjak. Cahaya menyelimuti ruangan. Dan ketika ia membuka mata lagi, ia sudah tidak ada di kamarnya.)
📖 BAB 2 – TERJEBAK DALAM NOVEL
[Latar: Sebuah rumah tua bernuansa gothic. Empat remaja terbangun tanpa ingatan jelas bagaimana mereka sampai di sini.]
"Kami Beneran di Novel"
"Apa yang terjadi?" Rev mengusap matanya.
"Guys... aku yakin kita... terjebak dalam novel," bisik Alicca.
Rev mengucek mata. "Aku baru aja mimpi buruk tentang kamu nikah sama hantu penjaga toko buku."
"Itu bukan mimpi, Brengsek," kata Farah tajam. "Kita beneran di novel. Lihat ini!" Ia menunjuk buku tebal di atas meja yang menampilkan foto mereka sebagai sampul.
Leo mendekat, melihat buku itu. "Ini... ini genre horor-misteri-romansa-campur-komedi?! Serius? Siapa yang nulis ini kayaknya habis makan gorengan sambil nonton sinetron."
Rev mendengus. "Eh, lo juga ada di sini? Astaga, ini pasti karma karena aku sering bilang lo nyebelin."
"Aku sih memang nyebelin," balas Leo. "Tapi minimal aku punya otak. Kamu cuma andalan tampang dan kebetulan punya pacar protagonis."
"Lo mau aku lempar ke dimensi lain, ya?" Rev mulai kesal.
"Hentikan! Ini bukan saatnya berantem," potong Alicca. "Ini novel, dan kita harus ikuti alurnya atau kita bakal mati. Dan menurut bab pertama..." Ia membaca buku itu dengan panik. "...salah satunya akan dibunuh oleh 'Bayangan Penasaran'."
"Bayangan Penasaran? Itu nama jelek banget untuk pembunuh berantai. Enggak menyeramkan sama sekali," komentar Farah.
"Tenang, Alicca," ujar Rev, berusaha bersikap heroik. "Kalau ini novel romansa, pasti kamu selamat. Protagonis cewek biasanya selamat, kan?"
"Kalau ini versi twist, malah protagonis yang akan dibunuh pas akhir. Dan biasanya pas adegan ciuman," goda Leo.
Rev langsung memeluk Alicca erat. "Siapa pun yang berani ganggu dia, aku tantang duel pakai sandal jepit."
"Kayaknya Rev udah mulai paranoid," bisik Farah ke Leo.
"Iya," balas Leo, berbisik balik. "Tapi aku lebih takut sama kamu. Lo kok tahu-tahu ada di bab kedua? Bukannya tadi lo di luar plot?"
Farah tersenyum misterius. "Yah, penulisnya baik hati dan suka Farah."
"Idih, kegeeran, Farah," cibir Leo.
"Biarin. Wlek," balas Farah.
"Untung besok kita libur," ujar Rev lega.
"Iya, Rev," sahut Alicca.
"Ada Sesuatu di Sini"
([Tiba-tiba lampu padam. Terdengar langkah kaki dari lantai atas. Suara jam berdentang 12 kali.])
"Ada sesuatu di sana... sepertinya... membaca pikiran kita," bisik Alicca pelan.
Rev menggandeng tangan Alicca. "Pegang aku terus, Alicca. Aku rela jadi tameng manusia asal kamu aman."
"Rev, so sweet.." gumam Alicca.
"Sumpah, kalau ini film, aku pasti udah bikin meme 'Pasangan Toxic di Tengah Bahaya'," gumam Leo.
Farah menyeringai. "Nanti aku upload di TikTok. Judulnya: Dia Rela Mati Demi Pacarnya, Tapi Masih Kesal Sama Leo."
([Langkah kaki semakin dekat. Bayangan tinggi menjulang terlihat di ujung koridor. Semua diam...])
"Kita harus kerja sama atau novel ini akan jadi kuburan kita," bisik Alicca.
"Iya, Alicca," jawab Rev.
📖 BAB 3 – BAYANGAN PENASARAN
_"Siapa yang Mengawasi Kami?"_
[Latar: Rumah tua yang suram. Empat tokoh mencoba menjelajahi rumah untuk mencari jalan keluar, sementara suara aneh terus menghantui mereka.]
"Kita harus tetap bersama," perintah Rev. "Aku enggak mau ada yang hilang atau... dibunuh pas lagi ngecek lemari."
"Apa kamu serius takut sama lemari?" Leo menaikkan alis. "Kamu pernah ketemu hantu di dalam kulkas juga?"
"Enggak usah sok logis, Leo," potong Farah. "Lo aja tadi sempat lari cuma gara-gara lihat bayangan di cermin."
Alicca mengamati buku novel yang mereka bawa. "Bab dua baru bilang kita harus menemukan 'kunci cerita' sebelum tengah malam. Kalau enggak..." Ia berhenti membaca sejenak. "...salah satu dari kita akan diganti oleh karakter lain."
"GANTI KARAKTER?! AKU ENGGAK MAU DIGANTI SAMA SIAPA PUN!" Rev langsung panik. "APA LAGI KALAU PENULISNYA NAMBAHIN COWOK TAMPAN DI BAB DEPAN!"
"Eh, bisa aja tuh. Judulnya kan novel romansa. Pasti ada rival cinta," goda Farah.
"Dan aku yakin itu bakal jadi aku rivalnya Rev," timpal Leo.
"Lo mulai lagi, Leo!" ancam Rev, menuding Leo.
"Guys, fokus! Kita harus cari petunjuk," tegas Alicca. "Di sini pasti ada sesuatu yang bisa bantu kita keluar."
"Mereka Menemukan Petunjuk"
([Mereka memasuki ruang bawah tanah yang gelap. Farah menyalakan senter HP-nya.])
"Ini seperti tempat ritual rahasia," kata Farah. "Tinggal nunggu ada yang muncul pakai topeng seram."
Leo melihat dinding berdebu. "Sini, tulisan ini kayaknya kode. 'Kamu hanya bisa keluar jika percaya pada hati.'"
"Lemah banget quotes-nya," Rev mendengus. "Kayak caption IG pacaran."
Alicca membaca lebih teliti. "Tapi... ini mungkin clue penting. Bisa jadi soal persahabatan... atau..." Ia malu-malu melirik Rev. "...cinta."
Rev tersenyum lebar. "Jadi selamatkan dunia dengan cinta? Oke, gue setuju asal yang diselamatkan duluan itu kamu."
"Lo lihat? Mereka udah mulai dramatis," bisik Farah ke Leo.
"Kayaknya bab tiga ini bab paling cheesy sejauh ini," balas Leo.
"Bayangan Itu Datang Lagi"
([Tiba-tiba, angin dingin berhembus. Suara langkah kaki terdengar dari belakang mereka.])
"Aku... aku dengar lagi," Alicca gemetar. "Seperti... seseorang membaca pikiran kita."
"Semoga itu bukan penulis novelnya," kata Farah. "Aku enggak pengin dia nulis aku mati karena tersandung sendiri."
"Kita harus cepat," bisik Leo. "Waktunya tinggal beberapa menit lagi sebelum tengah malam."
Rev menggandeng tangan Alicca. "Pegangin aku terus, Alicca. Aku rela jadi tameng manusia asal kamu aman."
"Oke oke, cukup romantisnya. Kita masih punya misi," potong Farah.
"Iya, benar itu, Farah," dukung Leo.
([Langkah kaki semakin dekat. Bayangan tinggi menjulang terlihat di ujung koridor. Semua diam...])
"Itu... bukan manusia," bisik Alicca.
"Kalau itu Bayangan Penasaran, kita harus cepat," kata Leo dengan suara pelan. "Dia bisa membaca pikiran kita... dan mungkin mengubah cerita."
"Bagaimana kalau kita pikirkan hal positif saja?" usul Farah. "Misalnya... gimana kalau kita berhasil keluar hidup-hidup?"
"Atau... gimana kalau kita semua tetap menjadi protagonis?" tanya Rev.
([Cahaya redup menyelimuti ruangan. Bayangan itu terus mendekat...])
📖 BAB 4 – “KUNCI CERITA”
[Latar: Ruang bawah tanah rumah tua. Empat remaja berhasil menemukan "kunci cerita" — sebuah buku kuno yang bisa mengubah alur hidup mereka di dalam novel.]
Bagian 1: "Menemukan Buku Ajaib"
"Akhirnya... kita menemukan sesuatu yang enggak bikin bulu kuduk merinding," kata Farah. "Buku ini kayaknya penting."
Leo melihat sampul buku yang usang. "Ini tulisannya aneh. Judulnya: ‘The Story Key’. Tapi kok kayak ada goresan darah di sini?"
Rev mengambil buku itu dengan hati-hati. "Aku aja pegang. Kalau lo kebanyakan mikir, nanti malah enggak jadi buka."
Alicca memandangi buku itu dengan waswas. "Tapi... bab tiga bilang, ‘Hanya yang tulus yang bisa membuka kunci cerita’. Jadi… mungkin harus ada perasaan tertentu saat membukanya?"
"Aku enggak bisa?" Farah mendengus. "Aku kan enggak pernah tulus kalau bicara."
"Dan Rev juga enggak bisa," imbuh Leo. "Soalnya dia selalu mikirin gimana caranya biar bisa cium Alicca pas lagi bahaya."
"Eh, itu kan bentuk kepedulian," Rev tersenyum sok innocent.
"Rev!!" Alicca memerah mukanya.
"Loh, mereka malah bercanda...," terdengar suara samar dari suatu tempat.
Bagian 2: "Membuka Buku = Mengubah Cerita"
([Rev mencoba membuka buku itu, tapi tidak bisa. Ia menyerahkan kembali kepada Alicca.])
"Aku enggak bisa buka bukunya," kata Rev. "Coba kamu yang buka, Alicca."
"Iya Rev coba aku buka bukunya," balas Alicca, mengambil buku itu.
([Dia menyentuh sampul buku itu. Tiba-tiba, cahaya biru memancar. Halaman mulai terbuka sendiri. Kata-kata muncul dan berubah dengan sendirinya.])
"Buku ini... bisa menulis cerita secara langsung," Leo terkejut. "Apa-apa yang ditulis di sini... bakal jadi nyata?"
"Lho, kalau gitu kita tinggal tulis aja 'Empat pemeran utama keluar dari novel dengan selamat' lalu selesai deh!" usul Farah.
"Aku coba..." Rev mencoba menulis dengan pena di halaman kosong. "...'Alicca dan Rev menikah di Bali, Leo mati karena tersandung, dan Farah jadi seleb TikTok.'*"
"Kok cuma aku yang jelek nasibnya, Rev? Kesal!" protes Leo.
"Hehe, bercanda, Leo," Rev terkekeh.
Alicca menepuk kepala Rev. "Rev!! Ini bukan waktu buat main-main!"
Rev masih senyum-senyum. "Ya sudah, gue hapus. Tapi aku serius mau nikah sama kamu suatu hari."
"Rev..." Alicca tersipu.
"Eh, malah ngegombal," seru Leo dan Farah kompak.
Bagian 3: "Bayangan Itu Mengintai Lagi"
([Tiba-tiba, bayangan hitam muncul di sudut ruangan. Suara berderak terdengar. Udara menjadi dingin.])
"Eh... itu Bayangan Penasaran, ya?" bisik Farah pelan. "Kok mukanya kayak... mirip kita?"
Leo memperhatikan bayangan itu. "Lo lihat? Ada empat bayangan. Dan salah satunya... mirip banget sama Rev."
"Enggak lucu, ya," Rev mulai panik. "Aku enggak pengin punya kembaran dari dunia fiksi."
Alicca membuka halaman baru di buku. "Aku akan coba tulis: ‘Bayangan Penasaran lenyap untuk selamanya.’"
([Saat kata-kata selesai ditulis, bayangan itu menjerit keras. Cahaya menyelimuti ruangan. Bayangan mulai menghilang satu per satu.])
"Ah, tidak...," terdengar suara Bayangan Penasaran sebelum menghilang.
"Woah... berhasil! Buku ini memang ampuh," kata Farah.
"Tapi kita belum selesai," Leo mengingatkan. "Bab empat belum kelar. Pasti masih ada twist."
"Iya, pastinya itu," jawab Rev dan Alicca.
📖 BAB 5 – “ADEGAN LUCU MEREKA”
[Latar: Di dalam ruang akhir — sebuah studio kosong yang aneh, seperti di dunia nyata tapi bukan. Empat tokoh utama berkumpul untuk menyelesaikan cerita, sambil mencoba bertahan dari adegan lucu dan konflik konyol mereka sendiri.]
Bagian 1: "Adegan Ciuman yang Gagal Total"
"Okay... bab lima bilang harus ada adegan romantis ikonik," kata Rev, berdiri di bawah hujan buatan yang entah dari mana asalnya. "Jadi gue sama Alicca harus ciuman di tengah hujan."
"Oke, aku siap jadi sutradara. Action!" seru Farah, duduk di kursi penonton.
"Aku enggak mau jadi bagian dari ini. Aku hanya ingin pulang," keluh Leo, menggantungkan diri di tirai panggung.
Alicca merah mukanya. "Rev, kita benar-benar harus lakukan ini? Ini novel, bukan sinetron."
"Tapi ini kesempatan emas," Rev menyeringai. "Bayangkan kalau kita jadi viral di dunia fiksi."
([Rev mendekati Alicca. Musik lembut mulai bermain. Tapi tiba-tiba... Rev tersandung selang air.])
"Aduh!!" Rev jatuh menggelegar.
Farah tertawa terbahak. "Ya Allah, itu adegan paling gagal sepanjang sejarah novel horor-romansa!"
"Sekalian aja bab depan bilang 'Protagonis meninggal karena malu'," saran Leo.
Rev bangkit dengan gaya dramatis. "Itu... itu bagian dari acting! Aku pura-pura cedera supaya lebih emosional!"
"Drama banget sih, Rev," kata Alicca, tersenyum kecil.
"Kalo senyum gini kamu manis banget, Ca," puji Rev.
"Eh..," Alicca tersipu.
"Eh, malah ngegombal," seru Leo dan Farah.
Bagian 2: "Farah vs Versi Jahatnya"
([Farah melihat bayangan dirinya sendiri muncul dari cermin raksasa. Bayangan itu memakai jaket kulit dan senyumnya menyeramkan.])
"Eh, itu aku versi jahat?!" Farah terkejut. "Kok bisa ada aku kedua?"
"Karena kamu terlalu sering sok tahu," jawab Versi Jahat Farah dengan nada dingin. "Aku di sini untuk mengambil alih."
"Enggak usah sombong, lo cuma versi aku yang kurang tidur!" balas Farah.
"Aku lebih takut sama Farah asli daripada versi jahatnya yang asli menyeramkan," bisik Leo ke Rev.
"Iya," Rev setuju. "Soalnya Farah asli bisa bikin plot twist tanpa izin penulis."
"Kalian berdua mah selalu saja menjahili Farah," keluh Alicca.
([Farah dan versi jahatnya mulai adu argumen seperti dua orang selebgram rebutan followers.])
"Lo pikir lo lucu? Lo cuma copy paste aku!" seru Farah.
"Lo tuh suka gangguin orang. Aku cuma jujur," balas Versi Jahat Farah.
"Lo memang jujur, tapi jujurnya menyebalkan."
"Tapi memang benar sih kata versi jahatmu, Farah," ujar Leo, yang langsung mendapat cubitan dari Farah.
"Aduh..," ringis Leo.
Bagian 3: "Akhir yang Tak Terduga"
([Setelah berhasil mengalahkan versi jahat masing-masing, mereka berdiri di depan layar besar. Suara dari langit terdengar.])
Suara Misterius: "Selamat datang di akhir cerita. Hanya satu dari kalian yang bisa keluar hidup-hidup."
"APA?!" Rev langsung protes. "Lagi-lagi aturan ngaco! Aku enggak rela kalau Alicca yang pergi!"
"Bab satu sampai lima sudah merusak otakku. Aku cuma ingin pulang, Mama...!" rengek Leo.
"Aku punya ide. Kita tulis aja di buku: ‘Semua karakter keluar bersama-sama dan bahagia.’" usul Farah.
Alicca membuka buku kunci cerita. "Oke... mari kita akhiri semua ini."
([Dia menulis kata-kata:] ‘Empat sahabat keluar dari novel dengan selamat. Dan mereka tetap menjadi protagonis hidup mereka masing-masing.’)
([Cahaya terang menyelimuti mereka. Dunia fiksi mulai menghilang...])
"Akhirnya kita keluar juga dari dunia fiksi itu," seru Rev.
"IYAA, Rev," jawab semua orang.
📖 BAB 6 – “KAMI BIKIN NOVEL: ‘NOVEL INI MEMBUNUH KU’”
[Latar: Sekolah SMA Negeri 7 Cerah, beberapa hari setelah mereka keluar dari dunia novel. Empat remaja — Alicca, Rev, Leo, dan Farah — kembali ke dunia nyata dan memutuskan untuk mengubah pengalaman mereka menjadi karya fiksi untuk lomba penulisan.]
Bagian 1: "Mereka Mulai Menulis"
Rev duduk di meja kantin sambil membuka laptop. "Okay, kita harus kerja cepat. Deadline lomba tinggal seminggu lagi. Dan kita sepakat... judulnya: 'Novel Ini Membunuh Ku'."
"Eh? Kok jadi ‘Ku’? Bukan ‘Kami’?" tanya Leo, mengernyit.
Rev menyeringai. "Soalnya aku yang nulis bab romantisnya. Jadi biar kayak diary cinta."
"Rev!!" Alicca memerah mukanya.
"Aku curiga ini bakal ditolak panitia karena enggak sesuai tema lomba," gumam Leo.
"Enggak masalah. Yang penting kita seru-seruan," kata Farah. "Lagian, ini kan pengalaman asli."
"Jadi kita buat alur hidup kita waktu di dalam novel," jelas Rev. "Tapi dikemas lucu-lucu, plus drama romansa aku sama Alicca."
"Bisa-bisa nanti cerita kita dianggap fanfiction abal-abal," Leo bergumam.
"Ya sudah, kita tulis novel ini sekarang dengan ide kita berempat," kata Farah.
"Iya, Farah," sahut Alicca.
Bagian 2: "Final Touch"
([Setelah seharian menulis bersama, mereka selesai mengetikkan halaman terakhir.])
"Oke... upload selesai," kata Farah, tepat menit-menit terakhir deadline. "Judul: ‘Novel Ini Membunuh Ku’. Genre: Misteri, Horor, Romansa, Komedi. Oleh: Kelompok Lima Sahabat."
"Lima? Bukannya kita cuma berempat?" tanya Leo.
"Iya, tapi satu orang lagi adalah... penulis cerita ini," jawab Rev. "Yaitu kita semua secara bergiliran."
Alicca tersenyum. "Ini bukan hanya novel. Ini kenangan kita. Apa pun hasilnya, kita udah berhasil membuat sesuatu yang unik."
"Dan lucu," tambah Farah. "Jadi kalau enggak menang, minimal kita bisa jadi konten TikTok."
"Konten TikTok saja dipikiranmu, Farah," cibir Leo.
"Biarin. Wlek," balas Farah.
Rev menggandeng tangan Alicca. "Ya sudah, yang penting sekarang kita tetap bersama. Di dunia nyata... atau di dalam novel."
"Setuju, Rev.😌" Alicca mengangguk.
([Cahaya matahari sore menyinari meja mereka. Laptop tertutup. Tugas selesai.])
Mereka tidak tahu apakah novel itu akan menang lomba atau tidak...
Tapi yang pasti, mereka telah menciptakan sesuatu yang lebih dari sekadar cerita