Senyuman manis terukir di bibir seorang gadis kecil. Kiara Andini itulah namanya. Memakai gaun putih yang cantik, dia berlari kesana kemari, tertawa gembira bersama ayah dan ibunya. Mereka menikmati kebersamaan yang mungkin akan jadi kenangan abadi nantinya.
••••••
Kiara adalah anak yang periang namun sedikit keras kepala. Baik hati tapi susah diatur sudah menjadi kebiasaannya. Hari ini dia sangat bahagia setelah sekian lama tak berlibur bersama orangtuanya. Ditaman itu, dia tertawa bebas sambil diawasi dengan penuh perhatian.
••••••
Setelah lelah bermain, dia berbaring di paha kaki sang ibu. Dengan nada yang masih belum lancar, dia bertanya: "Ayah, ibu... bisakah kita kembali kesini lagi saat aku dewasa nanti?" Dia menatap kedua orangtuanya dengan mata yang penuh harapan.
"Bisa, sayang... kalau ayah dan ibu ditakdirkan untuk menemanimu sampai dewasa," jawab ayah dengan senyum. Mendengar itu, Kiara tertawa kegirangan. Hatinya begitu murni dan suci tapi takdir ternyata begitu kejam padanya.
••••••
Tepat hari itu juga, mereka mengalami kecelakaan di perjalanan pulang. Sebuah truk menabrak bagian samping mobil yang mereka tumpangi hingga terbalik. Beberapa saat kemudian, terdengar suara dan rintihan dari Kiara yang dipeluk erat sang ibu.
"Ibu... ayah... sakit..." ucapnya lirih sambil menahan perih. Keadaan ayah dan ibu Kiara begitu parah luka dan darah menetes di seluruh tubuh mereka. Namun, yang mereka pikirkan hanyalah keselamatan putri semata wayangnya.
"Kiara... turun dari kaca ya, sekarang!" perintah ayah dengan suara tegas namun lirih.
"Tidak! Kiara mau sama ayah dan ibu... hiks..." ucapnya sambil menangis.
"Kiara... ibu dan ayah minta maaf ya, ga bisa nemenin kiara sampai dewasa. Kiara harus bertahan... kiara kan punya mimpi..." ucap ibu dengan suara halus, mengusap rambut putrinya.
"Nak... ayah mohon keluar ya," perintah ayah lagi.
"Kiara akan keluar... tapi janji ya, nanti ketemu lagi, ayah ibu!" ucap Kiara sambil mengulurkan jari kelingkingnya.
"Janji!" jawab mereka berdua serentak, membalas jari kelingking putri mereka.
••••••
Akhirnya, Kiara keluar dari kaca mobil dan berlari menjauh. Ketika dia berbalik, ayah dan ibunya melambaikan tangan dan dia membalikinya. Tiba-tiba, suara dentuman kencang terdengar. Mobil yang baru saja dia jauhi meledak, mengeluarkan api besar yang menghanguskan kedua orangtuanya di dalam.
••••••
Tangisan dan teriakan pilu Kiara menyayat hati. Seorang anak berusia lima tahun harus kehilangan orangtuanya sesaat setelah liburan yang bahagia. Senyum yang baru saja muncul hilang, tergantikan oleh tangisan yang tak berkesudahan. "Ayah... ibu... janji jangan tinggalin Kiara ya?" gumannya sambil menangis, menyaksikan api yang berkobar.
••••••
Warga berkumpul dan mencoba memadamkan api. Salah satu warga membawa Kiara ke kantor polisi. Akhirnya, dia dibawa pulang dan dirawat oleh baby sister-nya, Sherly. Kiara tidak punya keluarga lain. Orangtuanya adalah anak tunggal, dan nenek kakeknya sudah meninggal. Berat sekali menerima kenyataan bahwa dia harus sendirian.
••••••
Anak yang dulu periang kini menjadi pendiam dan penurut. Trauma masih mengganggunya, tapi dia tidak pernah berhenti sekolah dan belajar dengan bersungguh-sungguh. Terluka sudah pasti, tapi Kiara punya mimpi yang harus diraih, janjinya kepada orangtuanya harus ditepati. Kini dia ingin menjadi dokter untuk menyelamatkan banyak orang. Di sekolah, setiap kali menerima rapor, dia tidak pernah sendirian ada Sherly yang sudah dianggap ibu angkatnya.
Sore itu, Kiara duduk memandangi foto orangtuanya. Sherly datang menghampiri dengan membawa cemilan. "Non Kiara sedang apa?" tanyanya.
"Bu Sherly... Kiara kangen sama ayah ibu... Kiara ingin ketemu mereka," ucapnya sambil menangis. Sherly menatap pilu dan memberikan nasehat kepada gadis kecil itu. Setelah langit mulai gelap, mereka masuk rumah dan tertidur.
Berhari-hari berlalu, Kiara mencoba melupakan luka di hatinya. Dia mulai kembali seperti dulu periang dan suka bermain. Sekarang dia berusia tujuh tahun, artinya sudah dua tahun sejak kejadian itu. Dia punya banyak teman dan tidak kesepian lagi dirumah, yang hanya dia bagikan dengan Sherly. Para penjaga hanya menjaga sampai malam dan bergantian.
Suatu hari, Kiara bermain sepeda dengan temannya di halaman rumah. Tiba-tiba, rem sepedanya rusak. Sepeda melaju kencang menuju jalan. Bertepatan dengan itu, sebuah mobil juga melaju kencang menuju arahnya.
Tabrakan tidak dapat terhindarkan. Tubuh Kiara terhempas jauh dan terbentur dinding rumah. Akibat hantaman keras, dia mengeluarkan darah dari mulutnya. Sherly cepat menghampiri dan memangku kepalanya, ingin menelpon ambulans tapi Kiara mencegahnya.
"Jan... gan, Bu Sherly... ki..ara ing..in meny..usul ayah ibu... ini udah akhir dari Kiara... sen..eng banget bisa kenal orang ka..yak Bu Sherly... Kiara ingin men..emui ayah ibu... Ki..ara izin per..gi ya, Bu Sherly..." ucapnya terbata-bata, lalu menutup mata dengan tersenyum.
Sherly menangis pilu kehilangan gadis yang begitu baik baginya. Gadis kecil yang manis dan periang harus pergi di usia muda. Beberapa jam kemudian, jenazah Kiara dimakamkan di tengah makam orangtuanya, tempat yang dulu dia minta untuk dikosongkan, dan ternyata dia yang mengisinya. Semua orang yang hadir turut berduka. Siapa yang tidak kenal Kiara, gadis yang baik hati dan murah senyum?
Setelah semua orang pergi, pemakaman menjadi sepi. Angin berhembus dan menjatuhkan sebuah bunga di atas makam Kiara. Mungkin saat ini, Kiara telah bahagia bersama orangtuanya di surga. Janji orangtuanya ditepati meskipun dengan cara yang tidak terduga dan secepat itu.
Kehilangan dan kesedihan adalah bagian dari hidup. Kita harus menerimanya dengan tegar dan ikhlas. Tidak ada yang tahu kapan kematian dan tragedi terjadi. Janji orangtua selalu ditepati pada anaknya. Orangtua tidak selamanya bersama kita, prioritas utama mereka adalah anaknya, tidak ada yang lebih berarti daripada buah hati. Sayangi mereka selama masih ada, hormati dan hargai kerja keras yang mereka berikan.