Suatu hari di sebuah taman yang indah dan luas, terdengar tawa riang dua anak perempuan yang sedang berlarian. Langkah mereka cepat dan penuh kegembiraan. Di sudut taman, orangtua mereka hanya memperhatikannya, sesekali tersenyum sambil menatap kedua putrinya. Bibir mereka bergerak pelan, berucap bersyukur atas apa yang telah diberikan Tuhan.
"Tuhan baik ya sama kita... Sampai memberikan dua bidadari kecil sekaligus," ucap ayah sambil tersenyum.
"Tentu saja, mungkin Dia percaya kita bisa melakukan ini dengan baik sebagai orangtua," jawab ibu sambil mengusap pundak suaminya.
"Aku akan selalu menjaga mereka, walau nyawa yang harus dipertaruhkan," kata ayah sambil menatap anak-anaknya dengan pandangan tegas.
"Aluna, Alana... kalian akan tumbuh jadi anak yang hebat dan kuat," ucap ibu dengan senyum manis.
Aluna Adelia Arsya, gadis kecil berusia lima tahun, memiliki rambut hitam panjang dan wajah rupawan. Ia ramah dan baik kepada siapapun. Sedangkan adiknya, Alana Athara Arisyta, juga berwajah rupawan dengan rambut hitam pendek. Ia baik hati dan penyayang, namun sedikit usil kepada orang yang dia kenal. Mereka berdua adalah anak kembar, lahir di hari yang sama namun berbeda jam. Aluna lahir lebih dulu sebelum Alana. Wajah mereka tidak terlalu mirip, tapi kedua gadis itu saling melengkapi satu sama lain.
Beberapa menit kemudian, mereka duduk di bawah pohon rindang untuk berteduh dari panas sinar matahari yang mulai menyengat. Mereka bercerita bersama, dengan Alana yang sangat antusias mengawali pembicaraan.
"Kak Aluna, tau nggak? Kemarin ada temen aku yang nakal!" ucap Alana.
"Memangnya apa yang dia lakukan?" tanya Aluna dengan mendengarkan seksama.
"Dia ambil pensilku terus taruh di atas rak buku yang tinggi, aku jadi kesusahan banget ambilnya!" ucap Alana sambil melipat tangan kesal.
"Ahaha, biarkan saja. Nanti dia akan mendapatkan balasannya," katanya sambil tertawa.
"Tapi kak, kok dia bisa nakal ya padahal aku nggak ngapa-ngapain dia?" sahut Alana dengan nada kesal.
"Mungkin dia ingin bermain denganmu loh," jawab Aluna.
"Sepertinya begitu. Nanti aku tanyakan lagi deh," ucap Alana sambil mengangguk paham.
Di bawah pohon itu, mereka terus bercerita dan saling mendengarkan. Tanpa terasa, waktu semakin siang dan orangtua mereka mengajak pulang. Sebelum berdiri, pembicaraannya tiba-tiba menjadi serius.
"Dek, janji ya? Nanti saat kita dewasa, balik lagi ke taman ini," ucap Aluna sambil mengulurkan jari kelingkingnya.
"Iya dong, kak! Pasti nanti kita main lagi disini sama ayah dan ibu," jawab Alana sambil mengaitkan jari kelingkingnya dengan kakaknya.
"Apapun yang terjadi, jangan pernah lupakan kaka ya, dek," ucap Aluna dengan senyum.
"Pasti!"
Mereka pun berpelukan setelah mengucap janji. Setelah itu, mereka kembali ke orangtua dan mampir ke warung di dekat taman untuk makan. Setelah selesai, mereka naik mobil untuk kembali ke rumah yang lumayan jauh.
Tanpa mereka sadari, sesuatu akan terjadi.
Langit yang tadinya cerah tiba-tiba berubah gelap. Awan hitam mengumpul dengan cepat, dan bunyi guntur terdengar dari kejauhan. Ayah mengurangi kecepatan mobil, mata ia tetap memantau jalan yang mulai licin karena hujan yang turun deras.
"Sayang, matikan radio ya, biar ayah bisa mendengar dengan jelas," ucap ayah ke ibu.
Ibu baru saja mau matikan radio ketika ZAP! sebuah petir menyambar pohon besar di tepi jalan, tepat di depan mobil mereka! Ayah terkejut dan menginjak rem dengan keras, mobil berhenti tepat sebelum menyentuh ranting pohon yang terpotong dan jatuh ke jalan.
Aluna terbangkit dari tidurnya, menangis kaget.
"Apa itu, ibu? Aku takut!"
"Tenang kak, aku ada disini."
Alana meskipun takut ia tetap memeluk kakaknya erat menenangkan.
Ayah turun cepat sambil memakai jas hujan, memeriksa mobil. Untungnya, mobil tidak terluka, tapi jalan terhalang oleh ranting pohon yang besar. Beberapa mobil lain juga berhenti karena tidak bisa lewat.
"Kita nggak bisa lewat dari sini, sayang. Harus nunggu bantuan atau sampai ada yang membersihkan jalan" ucap ayah ketika kembali ke dalam mobil.
"Iya, nggak apa-apa ya nak. Kita nunggu disini bersama-sama. Ayah dan ibu ada," kata ibu sambil menyentuh kepala kedua putrinya.
Selama menunggu, Alana melihat seorang nenek berdiri di tepi jalan tanpa jas hujan, kedinginan. Dia menarik lengan kakaknya.
"Kak, lihat nenek itu. Dia kedinginan loh."
Aluna mengangguk, lalu menoleh ke ibu.
"Ibu, bolehkah kita berikan jas hujan ayah ke nenek itu?"
"Baik sekali, sayang. Ayah akan antarinya." Ucap Ibu tersenyum bangga.
Setelah ayah memberikan jas hujan ke nenek, tiba-tiba seorang pria dari mobil lain membawa gergaji dan menawarkan untuk memotong ranting pohon bersama beberapa pria lain. Semua orang bekerja sama, dan dalam sekejap, jalan kembali lancar.
Nenek yang dibantu bahkan memberinya dua buah kue ke Aluna dan Alana sebagai tanda terima kasih.
"Kalian anak yang baik sekali ya, sayang. Semoga Tuhan selalu melindungi"
Mobil mereka akhirnya bisa melaju lagi. Hujan mulai reda, dan di langit terlihat pelangi indah. Alana memegang tangan kakaknya.
"Dek, kita masih janji kan balik ke taman lagi ya?"
"Pasti deh, kaka. Bahkan kalo ada apa-apa, kita akan selalu bersama," jawab Alana sambil mengaitkan lagi jari kelingkingnya lagi.
Orangtua mereka melihat itu dan saling tersenyum. Mereka sadar, bahwa apa yang akan terjadi tidak selalu buruk kadang-kadang itu adalah kesempatan untuk menunjukkan kebaikan dan memperkuat ikatan satu sama lain. Seperti sebuah pelangi yang muncul setelah hujan badai menerpa bumi.