Sudah empat tahun sepertinya setelah kita berpisah, aku tidak terlalu ingat apa yang membuat kita berpisah saat itu. Entah karena memang takdir yang memaksa kita berpisah atau sesuatu, padahal aku rasa aku telah berusaha menjadi yang terbaik untukmu. Tapi mungkin Tuhan memang ingin menunjukan sesuatu pada kita, entah itu baik untukmu atau untukku.
"Maaf, kayanya hubungan kita harus selesai. Aku tau kamu pasti kecewa sama aku, aku gak bermaksud buat kamu sakit tapi aku gak bisa ngelanjutin. Bukan kamu yang gak baik buat aku, tapi aku yang gak baik buat kamu. Maaf ya."
Kata-katamu itu slalu terngiang di benakku, wajahmu, senyummu, hangat pelukmu, juga aroma daun mint yang selalu kamu pakai selalu menghantui setiap malamku. Jujur, sampai sekarang pun masih belum ada yang bisa menggantikan posisimu. Entah sudah berapa kali aku menerima pernyataan cinta yang datang, tapi slalu berakhir dengan sosokmu. Sampai sekarang pun masih seperti itu. Lucu ya?, padahal aku tidak tahu apakah kamu merasakan apa yang aku rasakan. Rasanya...hanya aku yang belum bisa bersahabat dengan keadaan, hanya aku yang belum bisa menerima kepergianmu.
Hingga akhirnya ku putuskan untuk bangkit.
"Akhirnya, bangkit juga ya lo." Ucap Natali, rekan kerjaku.
"Ya, lagian gak bakalan ada yang berubah kan?, mau gue gamon atau enggak pun akhirnya bakalan tetep kaya gini." Jelasku.
"Good girl, I'm proud of you." Ucap Natali kemudian memelukku erat, ku balas pelukannya.
"Terus, gimana Farrel?. Kasian, dari zaman Fir'aun jadi raja sampai ngojek itu cowo masih aja nungguin lo."
Farrel, rekan kerjaku sekaligus teman laki-laki pertamaku di perusahaan ini. Fun fact-nya, ternyata aku dan Farrel sealmamater. Bedanya kami berbeda jurusan dan fakultas, jadi wajar saja kami tidak saling mengenal. Aku tau dia menyukaiku tentu saja dari Natali, dan dia menyukaiku dari awal kami bertemu. Sebenernya aku memang menyadari dari sikapnya dan perhatian-perhatian kecil yang slalu dia berikan, bahkan aku masih ingat kalau dia pernah menyatakan cintanya tapi aku tolak karena masih teringat padamu, tapi dia memilih untuk menungguku. "Kayanya, aku mau coba buat nerima?."
"Bagus."
Sorenya, kuputuskan untuk menghampiri Farrel lebih dulu dan mengajaknya untuk makan diluar. "Hai Farrel." Sapaku.
"Ah...Silvi, hai. Kenapa?." Tanyanya agak terkejut.
"Sore ini lo ada waktu?, aku pengen ngajak kamu makan diluar." Ucapku.
Farrel terlihat kaget , kemudian membalikkan badan. "Apa ini kemajuan?!." Lirihnya.
"Apa?."
"E-enggak ko!, ma-maksud gue mau jam berapa?, biar gue jemput." Ucapnya gagap sambil memainkan rambutnya.
Tingkahnya saat terkejut sangat lucu, aku berusaha menahan tawa. Takut dia tersinggung. "Jam empat, gue tunggu."
"Oke, nanti gue jemput."
Aku mengangguk sambil tersenyum kemudian berlalu pergi. Tak buruk kan?, mencoba membuka lembaran baru dengan orang baru?.
Sorenya, sesuai waktu yang dijanjikan. Farrel menjemputku, kami pergi ke sebuah café yang cukup terkenal di kota kami. Rupanya Farrel sudah membooking meja untuk kami, jadi kami tidak perlu mengantre. Suasana disana sangat aesthetic dan hangat, cocok untuk para pasangan yang sedang memadu cinta mereka. Setelah selesai makan Farrel membawaku berkeliling kota, menikmati suasana kota di malam hari yang penuh dengan gemerlap lampu kota. Kemudian dia memarkirkan motornya di sebuah taman yang dipenuhi lampu-lampu yang membuat suasana menjadi romantis. "Kita kaya orang lagi pacarana ya." Ucapnya kemudian tertawa kecil.
"Kenapa lo gak ngajak gue?."
"Maksud lo?, ngajak apa?."
"Ngajak jadian, biar enggak "kaya" doang."
"Haha...sorry, kayanya gue kebawa suasana jadi salah-"
"Lo gak salah denger ko."
Farrel membulatkan matanya tak percaya dengan apa yang baru saja aku ucapkan, dia memegang pundakku erat. "Vi ... lo serius?."
"Iya, gue serius."
Aku menatap Farrel hangat sambil tersenyum, kemudian Farrel memelukku erat . Aku bisa merasakan punggungnya bergetar, nafasnya cepat tapi berat, dan wangi maskulin yang masuk ke indera penciumanku. Ku balas pelukannya, hangat dan kokoh. Nyaman, aku ingin mencoba bersandar di bahunya yang kuat dan aman itu. Boleh kan?. Farrel mengendorkan pelukannya, menatapku lekat-lekat kemudian mencium keningku. "Aku gak janji bakalan jadi cowo yang sempurna buat kamu, tapi aku janji bakalan berusaha jadi cowo yang selalu ada dan rumah ternyaman buat kamu pulang."
Ya...Farrel benar, bukan lelaki yang sempurna yang perempuan butuhkan, tapi lelaki yang berusaha untuk selalu ada, dan rumah ternyaman dan aman untuk kita pulang. Untuk pertama kalinya ingatan tentang Daniel tidak hadir, kehangatan, kenyamanan Daniel kini tidak menghantuiku lagi. Kini terganti dengan kehangatan dan kenyaman dari Farrel. Aku gak jahat kan udah ngelupain Daniel dan membuka lembaran baru sama orang lain?, aku pantas bahagiakan?.
Setelah kejadian itu aku dan Farrel resmi berpacaran, berita ini sampai ke orang-orang kantor juga Natali. Tentu saja Natali adalah orang pertama yang mengetahui hal ini dan orang yang paling bahagia. Aku sangat bahagia, saking bahagianya aku sampai tidak merasa layak untuk terlalu bahagia seperti ini. Hari-hariku kini amat berwarna berkat Farrel, aku bersyukur memilihnya dan akan selalu seperti itu.
Dua tahun berlalu dengan kebahagian yang tak henti-hentinya datang padaku, tentu ini berkat Farrel yang selalu ada. Dia adalah lelaki kedua yang berhasil memberiku kenyamanan dan rumah setelah Daniel.
Kali ini Farrel tidak bisa mengantarku pulang, karena ada rapat yang membuatnya terpaksa tidak mengantarku pulang. "Gak papa, aku bisa ko pulang sendiri." Ucapku.
"Aku pesenin ojek ya."
"Gak usah, aku sendiri aja. Udah sana rapat."
"Yaudah, nanti kabarin kalo udah sampe rumah."
"Iya sayang."
Farrel mencium keningku kemudian pergi ke ruang rapat, aku berjalan keluar dari kantor kemudian Bersiap memesan ojek online. "Silvi?."
Suara itu, suara dari orang yang amat aku rindukan. Suara yang berhasil membuatku galau selama empat tahun."Daniel?."
Aku membalikkan badan menghadap sosok yang kini berdiri dihadapanku, sosok yang amat ku rindukan. Dia nampak berbeda, tapi satu yang tidak pernah berubah. Tatapan matanya yang hangat ketika menatapku. Tubuhku dengan otomotis berlari dan merengkuh sosoknya. Kehangatan, kenyamanan, dan wangi tubuhnya masih sama seperti yang kuingat. Aku menangis di bahunya, tidak ada penolakan darinya. Dia balas memelukku sama eratnya, untuk sejenak kami tenggelam dengan keheningan, saling bertukar rindu lewat setiap hembusan nafas dan detakan jantung. "Apa kabar?." Tanyanya.
"Kamu kemana aja?!, kamu gak tau aku selama ini nyari kamu?!." Ucapku masih dengan tangisan yang terisak.
"Iya maaf, kamu berhak marah ko sama aku."
"Iya!,dasar orang jahat!."
Daniel menungguku sampai benar-benar tenang kemudian melepas pelukannya dan menghapus air mata yang masih tersisa diujung mataku. "Aku anter pulang ya, masih sama kan alamat rumahnya?."
Aku mengangguk, Daniel menggenggam tanganku dan membawaku masuk ke dalam mobilnya. Aku masih tidak percaya, apa ini benar-benar Daniel?, ini bukan mimpikan?. Berjuta pertanyaan konyol terus melayang di otakku, mataku tidak bisa lepas dari wajahnya. Aku takut ini hanya mimpi dan Daniel akan hilang lagi.
"Maaf aku sempat menghilang tanpa kabar, aku terpaksa karena tuntutan orang tuaku. Setelah putus darimu aku selalu dihantui rasa bersalah, seharusnya aku memberitahumu lebih awal agar kamu tidak mencariku dan bisa mencari penggantiku lebih cepat. Tapi aku gak mau kamu melupakan aku, makanya aku biarkan kamu untuk mencariku. Maaf, aku tau sampai akhirpun aku menjadi orang yang paling egois."
"Selama enam tahun aku selalu mencari tahu tentangmu, dimana alamatmu, pekerjaanmu. Jujur, sampai sekarang pun aku masih mencintaimu Silvi. Enggak ada yang bisa mengganti posisi kamu dihati aku dan seterusnya pun bakalan tetep gitu."
Aku terdiam, penjelasannya terlalu sesak untukku. Kenyataan bahwa dia masih mencintaiku seperti bom waktu yang meledak di pikiranku, terlalu sakit dan perih. Dalam lubuk hatiku pun aku masih sangat mencintainya, tidak pernah berkurang apalagi menghilang.Tapi...bagaimana dengan Farrel?, apa yang akan Farrel katakan jika tau kenyataan ini?. Pasti dia akan terluka.
"Aku tau kamu udah punya pacar baru, aku seneng ngeliat dia memperalakukan kamu lebih baik dari aku dulu." Ucapnya.
"Namanya Farrel, dia orang baik."
"Tanpa kamu bilang pun keliatan dari cara dia natap kamu."
Aku terdiam sejenak.
"Kamu gak marah?." Tanyaku dengan nada rendah.
"Gak, kamu layak bahagia vi. Walaupun bukan aku orang yang buat kamu bahagia."
Aku terdiam, menunduk. Tak terasa air mataku turun tanpa seizinku.
"Kita sampai Si-"
"TAPI AKU PINGIN KAMU ORANG YANG BIKIN AKU BAHAGIA DANIEL!." Teriakku didepan wajahnya.
Daniel menatapku, ada kaget, sedih yang tersirat diwajahnya. Aku menghapus air mataku kasar kemudian keluar dari mobil diikuti Daniel yang keluar juga dari mobilnya.
"Silvi!." Teriaknya.
Aku berhenti tanpa menoleh.
"Aku bakal terus nunggu sampai kamu selesai sama cowo kamu." Ucapnya.
Aku meneruskan jalanku tanpa menoleh padanya dan masuk kedalam rumah. Aku langsung menjatuhkan diri diatas ranjang kemudian menangis, kenyataan bahwa Daniel masih mencintaiku terasa sangat menyakitkan. Apa selama ini aku melakukan kesalahan?, apa kebahagiaan yang selama ini aku rasakan tidak pantas untukku?.
Sudah tiga hari berlalu sejak kejadian Daniel mengantarku pulang, dan aku sama sekali belum membertitahu tentang Daniel pada Farrel. Apa Farrel akan kecewa kalau aku memberitahunya tentang Daniel, tentang perasaanya dan perasaanku padanya?. Apa Farrel akan menjauhiku setelahnya?. "Silvi." Ucapnya.
"Ya?, kenapa?." Ucapku agak kaget.
"Ko pucet gitu mukanya?, sakit?, gak suka sama kejutannya?." Tanyanya agak khawatir.
Aku merasa bersalah karena memikirkan lelaki lain di perayaan anniversary kami yang kedua tahun. "Enggak ko, aku suka banget...makasih sayang."
"Kayanya ada yang lagi kamu pikirin ya?."
Aku terdiam, menghembuskan nafas berat.
"Iya."
"Coba cerita, biar tenang."
"A-aku ketemu Daniel." Ucapku ragu.
"Dimana?."
"Pas kamu gak bisa nganter aku pulang, tiba-tiba Daniel muncul dan ngajak aku pulang bareng. Maaf aku gak ngasih tau kamu."
Farrel terdiam sejenak. "Terus...gimana perasaan kamu?."
"Ma-maksudnya?."
Farrel menghembuskan nafas berat."Kamu... masih cinta kan sama Daniel kan."
Aku terdiam, menahan air mata yang sudah menumpuk dipelupuk mata. Untuk sesaat hening, tal ada satu pun dari kami yang bersuara. Tiba-tiba Farrel menggenggam tanganku erat.
"Silvi...aku tau kejadian pas kamu dianter Daniel waktu itu, setelah masuk ke ruang rapat aku keluar lagi buat ngasih payung kamu yang ketinggalan di ruang rapat. Tapi bukannya kamu yang aku liat malah kamu yang lagi meluk cowo lain sambil nangis, akhirnya aku putusin buat ninggalin rapat dan pergi ngikutin kamu dan aku kaget ternyata cowo itu Daniel dan kamu bilang kalau kamu pingin orang yang bahagiain kamu dia." Jelasnya dengan nada yang rendah.
"Ja-jadi...kamu udah tau semuanya?." Tanyaku.
Sambil tersenyum Farrel menganggukan kepalanya, tangisku pecah. Aku menangis terisak, Farrel langsung mendekapku erat.
"KENAPA?!, KENAPA KAMU GAK LANGSUNG MUTUSIN AKU PAS ITU JUGA?!, KENAPA KAMU GAK KECEWA SAMA AKU SETELAH LIAT SEMUANYA?!, KENAPA SAMPAI SEKARANG KAMU MASIH PERLAKUIN AKU SEOLAH KAMU GAK PERNAH NGELIAT ITU SEMUA?!. KENAPA KAMU BUAT AKU JADI ORANG JAHAT YANG GAK MEDULIIN PERASAAN KAMU REL!,KENAPA?!." Teriakku sambil memukuli dada bidangnya.
Farrel hanya diam, menerima semua teriakan dan pukulan yang aku layangkan padanya. Dia terus mendekapku erat tanpa berkata apa-apa. "A-aku minta maaf...a-aku-"
"Udah, gak usah minta maaf. Kamu gak salah, dari awal aku yang salah udah ngebuat kamu bimbang sama perasaan kamu ke Daniel. Aku yang udah jadi penyusup dalam hubungan kamu sama Daniel, kamu gak salah." Ucapnya.
Setelah tangisku reda, aku mengendorkan pelukanku dan menatap wajah Farrel. Terlihat ada kecewa yang tersirat diwajahnya. "Udah tenang?." Tanyanya lembut.
Aku mengangguk.
"Jadi...kita pisah aja ya." Ucapnya.
"Lagipula, aku gak bisa maksain hubungan ini kalau salah satu dari kita belum selesai sama masa lalu kan?."
Aku kembali terdiam. "Kamu boleh benci sama aku setelah ini, kamu berhak benci dan ngejauh dari cewe kaya aku."
"Gak, aku gak bakal benci ataupun ngejauhin kamu, jatuh cinta sama cewe kaya kamu adalah hal yang berharga yang gak akan pernah aku sesali seumur hidup. Makasih udah pernah hadir dalam hidup aku, dan ngajarin indahnya dicintai sama cewe kaya kamu."
Aku memeluk Farrel lagi, mendekapnya erat .Kini bukan sesak, tapi lega. Walaupun pada akhirnya orang lama yang berhasil memenangkannya, aku tetap menjadikannya cinta terindah yang pernah hadir dihidupku dan aku tidak pernah menyesal mencintai dan dicintai olehnya.
Malam itu aku resmi putus dengan Farrel setelah dua tahun berlayar dengannya. Aku belajar, akan ada orang baru yang bisa sejenak menggantikan posisi orang lama, walaupun tidak sesempurna orang lama tapi mereka bisa mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh mereka. Tapi ada kalanya juga orang lama kembali membawa kenangan, kehangatan, dan kenyamanan yang pernah dia berikan dan mengisi kembali kekosongan dihati setelah sebagian terisi oleh orang baru. Tapi bukan itu yang jadi masalahnya, walaupun orang baru bisa jadi orang yang lebih baik dari orang lama, selagi kita belum berdamai dengan kenangan-kenangan bersama orang lama, orang lama akan selalu menjadi pemenang.
Aku kembali bertemu dengan Daniel setelah seminggu putus dari Farrel. Aku pergi ke taman setelah sebelumnya janjian dengan Daniel. Dari kejauhan aku bisa melihat punggung Daniel yang lebar memakai setelan jas hitam menjadikannya tampak menawan, aku berlari mendekat. Tak peduli walaupun memakai dress dan high heels pemberian Daniel tadi, hingga Daniel berbalik kemudian merentangkan tangannya. Aku pun menjatuhkan diri kepelukannya yang hangat dan nyaman.
"Aku pulang." Lirihku sambil membenamkan wajahku ke dada Daniel.
"Selamat kembali." Balasnya sambil mendekapku erat.
Daniel mengendorkan pelukannya kemudian berlutut didepanku sambil menunjukan cincin dalam kotak. "Aku gak bakal ngulangin kesalahan lagi, aku pingin kamu jadi perempuan yang nemenin aku sampai tua, sampai ajal menjemput." Ucapnya tegas penuh kemantapan.
"Aku mau dan aku siap nemenin kamu sampai ajal menjemput." Ucapku.
Daniel meraih tanganku dan memakaikan cincin itu dijari manisku, aku memperhatikan cincin yang kini tersemat di jari manisku." Kamu suka?." Tanyanya.
Aku kembali memeluk Daniel, tapi kini dengan rasa haru dan Bahagia. "Aku selalu suka apa yang ada dalam diri kamu sekarang dan selamannya, makasih udah milih aku dan bertahan."
"Aku yang harusnya makasih ke kamu udah milih aku dan bertahan dengan baik di dunia ini, aku cinta kamu selalu dan selamanya."