---
Malam itu sunyi. Angin perlahan menggesek dahan-dahan pohon mangga di belakang rumah. Fira sedang belajar di kamar ketika listrik tiba-tiba padam.
Klik.
Gelap total.
Fira menghela napas. “Aduh… bukan malam ini, ya Allah.”
Ia mengambil lampu senter dari laci. Ketika cahaya kecil itu menyala, entah mengapa bulu kuduknya ikut berdiri. Udara terasa berat, seperti ada sesuatu yang memperhatikan.
Fira menepis rasa aneh itu. “Jangan takut. Baca Bismillah.”
Ia membuka pintu kamar untuk mencari lilin. Tapi begitu melangkah ke ruang tamu, ia terhenti.
Di sudut ruangan, dekat jendela, ada siluet seseorang berdiri membelakanginya.
Rambutnya panjang sampai pinggang. Tubuhnya kurus kaku. Tidak bergerak. Tidak bersuara.
Fira menelan ludah. “Ibu…?”
Tidak ada jawaban.
Jantung Fira berdegup makin cepat. Perlahan ia melangkah mundur. Tapi saat ia hendak kembali ke kamar, suara itu terdengar:
“Firaa…”
Suara serak rendah, bukan suara ibunya.
Fira langsung membaca, “A’ūdzu billāhi minasy-syaithānir-rajīm…”
Begitu ayat itu keluar, siluet itu bergerak cepat sekali, seperti melesat ke arah dapur, lalu menghilang.
Fira terduduk, tubuh gemetar. “Ya Allah… apa itu?”
Tiba-tiba—
Dari arah surau kecil di belakang rumah, terdengar azan.
Namun… ada yang janggal.
Waktunya tengah malam.
Suaranya berat, perlahan, dan meleret… bukan suara bilal kampung.
“Allāhu akbar… Allāhu akbar…”
Nada itu membuat tulang belakang Fira bergetar. Ia tahu azan adalah seruan suci. Tapi suara ini… entah kenapa terdengar seperti seseorang menirukan, bukan benar-benar mengumandangkan.
Fira bergegas masuk kamar dan mengunci pintu. Dengan tangan gemetar, ia membuka Al-Qur'an kecil yang selalu disimpan di rak.
Ketika ia mulai membaca Surah Al-Baqarah, tiba-tiba azan itu terputus di tengah kalimat.
Hening.
Kemudian terdengar ketukan keras di pintu kamar.
Dug! Dug! Dug!
“Fira… bukakan.”
Suara itu sama seperti suara serak tadi.
Fira menutup telinganya sambil menangis. “Ya Allah, lindungi aku…”
Dia membaca Ayat Kursi berulang-ulang. Semakin ia baca, semakin keras suara itu mengetuk—lalu mendadak berhenti.
Hening kembali.
Beberapa menit berlalu, listrik menyala lagi. Lampu-lampu rumah terang seperti biasa. Dan suara ibunya terdengar dari luar:
“Fira? Kamu di kamar? Kenapa pintunya dikunci?”
Fira membuka pintu dengan wajah pucat. “Bu… tadi… ada yang manggil…”
Ibunya memegang bahunya. “Fira, tadi Ibu baru pulang dari rumah tetangga. Rumah ini kosong dari tadi.”
Fira terdiam. Jantungnya berdegup keras.
Ibunya menatapnya dalam-dalam. “Nak… setan suka mengganggu ketika manusia lalai. Jangan tinggalkan zikir sebelum tidur.”
Fira mengangguk, masih gemetar.
Malam itu, Fira tidur dengan Al-Qur'an di dadanya.
Dan sampai hari ini, tiap kali angin malam berembus pelan…
Kadang-kadang Fira masih mendengar suara samar dari luar jendela:
“Allāhu… akbar…”
Tetapi kali ini, dia tahu harus melakukan apa.
Dia jawab dengan suara bergetar:
“Lā ilāha illāllāh…”
Dan suara itu pun menghilang.
---