Suara hembusan angin terdengar dari luar, membuat dedaunan pohon bergoyang pelan, terdengar dari luar.
Aku membalikkan halaman buku yang sudah selesai dibaca. Aku memegang buku sejarah ditangan ku yang terbuka lebar, menampilkan cerita sejarah yang tertulis.
"Hm... Disini juga tidak ada."
aku menutup bukunya pelan.
Aku menatap langit-langit kamar, yang memantulkan sinar matahari, dari jendela.
Kemudian aku duduk di kursi dekat jendela kamar.
Desa earth, desa tempat dimana Elf dan peri tinggal bersama. Desa yang sejak ribuan tahun lalu dilindungi oleh keluarga kerajaan yang memiliki kekuatan khusus, yang membuat desa tersembunyi dari luar.
Aku bisa melihat orang-orang lewat dari jendela. Anak-anak seusia ku saling bercanda satu sama lain, dengan diiringi gelak tawa. Orang yang melakukan aktivitas. Dan sepasang keluarga, menggandeng tangan anak yang terlihat bahagia.
Tidak tahu kenapa... Aku melihat mereka sampai gak keliatan lagi.
Melihat itu aku merasa aneh ada sesuatu yang terasa menusuk didada ku, secara halus.
Aku menghela nafas panjang. Untuk menepis perasaan aneh ini.
aku menoleh, melihat rak buku. buku untuk dibaca sudah udah gak ada lagi, karena buku-buku di rak sudah aku baca semuanya.
Aku memutuskan untuk beli buku baru dipusat desa.
Sebelum itu, aku pergi ke dapur untuk makan dulu, karena perutku udah keroncongan.
Begitu aku masuk dapur. Dapurnya masih terlihat bersih, kinclong banget.
Aku membuka lemari roti. Yang ada cuma sisa satu.
aku mengambilnya
Tekstur nya lembut, sedikit keras.
Aku memakan dengan sedikit rasa khawatir. Rasanya, asin, manis dan pahit lalu asam yang nendang.
"Basi..."
Perutku, masih bunyi tapi gak ada makanan. Sebenarnya ada banyak bahan makanan, tapi aku gak bisa masak. Jadi aku langsung pergi ke pusat desa aja, aku gak mau buang-buang waktu.
Sinar matahari cerah, menyinari jalan lewat sela-sela dedaunan. Saat aku keluar cuaca sedikit panas tapi hembusan angin terasa sejuk.
Aku berjalan pelan sambil melihat sekeliling.
Kebahagiaan sesuatu yang disebut rasa senang, dari apa yang kita dapatkan, pencapaian dari keinginan kita. dan hal sederhana apapun bisa membuat orang bahagia tergantung dari sudut pandang orang lain apa dia yang dirasakan. Tapi apa aku pernah merasakannya? Entahlah. Aku juga gak tahu kenapa membicarakan kebahagiaan. Mungkin sebenarnya aku juga ingin merasakannya.
Kebahagiaan.
Dan ini mungkin bentuk pertanyaan pada diri ku sendiri. Dari rasa kebingunganku terhadap rasku sendiri, elf.
Dari dulu aku selalu mempertanyakan siapa diriku, jika aku Elf tapi kenapa dari hati aku yang terdalam. Merasa bahwa aku tidak sama seperti mereka. Tidak memiliki keterikatan sesama ras dan tidak memiliki rasa bangga terhadap sesama.
Mata kuning ku menatap langit cerah berawan."... Kenapa aku jadi bicara kayak filosofi gagal..."
Setelah berapa menit berjalan, aku melewati jalan menurun. Didepan aku ada anak laki-laki yang seusia ku. Dengan rambut hitam kebiruan, menggunakan kacamata, baju rapih, malah terlalu rapih. Bau wangi bunga yang terlalu menyengat tercium darinya. Membuat aku harus menutup hidung.
Entah kenapa setiap pucuk celananya terkena tanah sedikit, dia langsung ngomel sendiri.
Aku merasa mendengar suara dari atas. Aku dan anak yang menggunakan kacamata, mendongak bersamaan.
"AAAAHHH—!! TOLO—HEN— WOAAAHHHHHHHHH!!!!"
Seorang anak, berambut cokelat keemasan yang berguling dari atas, ke bawah yang sedang menuju kemari, yang akan menabrak kami berdua? What
aku mau cepat-cepat minggir karena dia akan menabrak...
BRUAAK!!!
Gak sempat. Aku dan anak berkacamata itu sama-sama tertabrak.
Dan setelah kejadian konyol ini. Aku berjalan bersama mereka yang ternyata seumuran denganku, menuju ke pusat desa. Hugo si ceroboh, setiap berapa saat tersandung bahkan saat gak ada batu.
Uryuu korban tabrakan juga. Yang suka kebersihan, tapi dibatas kewajaran moral, berjalan sambil ngomel baju nya kotor karena Hugo tadi,
"Hm... Hari ini, hari yang akan panjang,"gumamku.
*****
Suara aliran air sungai disebelah jalan terdengar pelan.
Hugo anak yang sangat ceria dan memiliki semangat berapi-api sekaligus ceroboh dan bodoh.
berjalan penuh semangat sambil bersenandung kecil. Dia melihat Edward yang berjalan pelan sambil melihat sungai yang memantulkan bayangannya.
Sedangkan disisi lain, uryuu yang disetiap 10 detik selalu menyesuaikan kacamatanya, yang masih memasang wajah kesal.
Hugo menatap uryuu, lalu mendekat."Hey! Uryuu, kenapa kau selalu menyesuaikan kacamatamu, apa itu gaya mu?"
Uryuu tidak menggubrisnya.
"Lalu, uryuu! Kenapa baju bersih banget dan kenapa bau bunga dari mu menyengat banget? Lalu Lalu! kenapa kau selalu ngomel kecil saat pucuk celana mu kotor, emang kenapa?"
Uryuu masih mencoba tidak menggubrisnya, tapi dari raut wajahnya dia nahan jengkel.
"Uryuu! kau mau kemana dan mau apa ke pusat kota."
Uryuu menghela nafas pasrah, lalu menjawab,"Aku mau ke museum sejarah. Sudah, kau sudah puas."
"Ohh! Gitu,"kata Hugo. Lalu dia menatap ke Edward."Edward lalu kau mau kemana."
"beli buku,"jawab Edward singkat, datar, tanpa menoleh.
uryuu menatap Edward dengan seksama. Lalu melihat ke kupingnya.
Dia menyesuaikan kacamatanya."Aku baru lihat ada elf, yang tidak memiliki telinga runcing. Apakah itu genetik? Dan aura mu terasa sedikit berbeda dari yang lain."
Hugo menimpali, dengan semangat."Wah! Yah,yah! Aku juga baru lihat."
"Hm. Entahlah. Siapa tahu,"kata Edward datar. Dia melirik Hugo, singkat."Dan kau sendiri mau apa ke pusat desa."
"Tentu!"jawab Hugo cepat."Aku mau cari teman, yang banyak banget!"
Hugo menepuk dadanya dengan bangga."Tapi sekarang aku senang! Karena aku udah memiliki teman."
"Siapa."
Hugo menunjuk, Edward, uryuu."Hahaha~ tentu kalian!"
Uryuu menatap Hugo 20 detik, dan menyesuaikan kacamatanya, lagi ."Hmph, aku tidak ingat pernah membuat perjanjian pertemanan dengan mu."
Edward memandang sungai, yang memantulkan bayangannya.
"Untuk apa?"tanya Edward."Untuk apa, memangnya. Teman."
"Aku tidak tahu,"jawab Hugo. Ia menatap langit biru, lalu tersenyum tanpa senyum bodohnya."Tapi bukannya itu seru memiliki teman! Kita main bersama, cerita bersama. Bagi duka dan suka bersama, tertawa bersama. Semuanya bersama! Karena itu aku ingin memiliki teman... Dengan begitu, aku tidak kesepian lagi..."
Edward menatap Hugo sedikit lebih lama, seolah dia mengerti apa yang Hugo rasakan. Begitu pula Uryuu, menatapnya sebelum ia mendengus kecil.
Mungkin sebenarnya, pertemuan mereka bukanlah kebetulan. Tapi takdir yang mempertemukan 3 bocah yang memiliki rasa kesepian yang sama, dengan cerita yang berbeda.
Angin berhembus pelan, sejuk, membuat dedaunan pohon bergoyang pelan.
****
Uryuu adalah anak yang perfeksionis dan suka kebersihan yang diluar kewajaran, dan tidak suka kebodohan. Itu bikin dia menyesal, sangat menyesal untuk keluar rumah, yang membuatnya bertemu mahluk bernama, Hugo.
Sejak tadi dia udah cape, jengkel, pasrah, karena Hugo yang selalu mengajak ngobrol dengannya, sepanjang jalan.
Dia juga agak tertarik dengan Edward, karena dia satu-satunya elf auranya tidak sama dengan yang lain, termasuk tidak memiliki telinga runcing yang sangat umum bagi elf. Wajahnya juga datar, dingin dan tidak terpengaruh kebodohan sekaligus semangat api Hugo yang bikin cape.
Disiang hari dipusat desa masih seperti biasa. Banyak Orang-orang berlalu lalang.
Mereka bertiga baru sampai di pusat desa. Mereka berdiri diantar orang-orang yang berlalu lalang, melewati mereka.
Hugo yang udah menunjukkan semangat diwajahnya, udah mulai ngoceh tentang makanannya disini enak atau gak.
Edward yang diem, tangan disaku, datar, dingin. Memandang orang-orang seperti sekumpulan mahluk bodoh... Menurut uryuu yang menilai dari raut wajahnya.
Uryuu sendiri udah berapa kali menghela nafas, dan udah sekian kalinya menyesuaikan kacamatanya.
"Aku... Ingin cepat-cepat ke museum sejarah,"gumam uryuu, pelan.
Hugo menatap, Uryuu, Edward dengan senyum bodohnya."Hey! Ayo kita ke labarin hantu, pasti seru!"
"Tidak terimakasih,"jawab Uryuu cepat, sambil membetulkan kerah bajunya.
"Hee! Kenapa bukan seru, pergi kesana bersama teman?!"
"Hmp. Tida—"
"Sebenarnya tidak ada salahnya juga,"sela edward, datar sambil memutar-mutar batu ditangan sebelum, ia melemparnya.
Uryuu menatap Edward, datar."Bukan kau mau beli buku."
Edward menatap balik, tersenyum tipis."Aku memiliki banyak waktu luang. Bukan kau sama."
Hugo tersenyum lebar."Yooss! Berarti sudah ditentukan."
Uryuu hanya menghela nafas panjang pasrah, menyesal ketemu mereka.
Mereka bejalan melewati gang sempit yang jalannya berbelok-belok untuk Sebagai jalan pintas. Gang nya, kotor, bau debu dimana aja, dan dipenuhi hewan liar yang bersuara keras. Karena Hugo jatuh ke selokan dengan keras membuat mereka takut.
Setelah melewati gang sempit mereka, sampai di perumahan. Berjalan dengan tenang. Sebelum itu terjadi...
"BERHENTI DASAR ANAK MESUM!!!!"
Seorang wanita mengejar Uryuu, Edward, Hugo dengan sendal ditangannya.
Yang bermula dari Hugo entah bagaimana dia membawa celana dalam milik wanita itu yang sedang dijemur. Karena itu mereka dikejar, Uryuu tadinya mencoba menjelaskan, gagal total karena malah tambah mencurigakan.
"AHHH! AKU GAK TAHU APA-APA SUMPAHH AKU CUMA JALAN!!"teriak Hugo sambil berlari sekencang mungkin.
"Kau bodoh! Lepaskan yang kau pegang dasar, kau ini apa!"kata uryuu yang udah setengah ngos-ngosan dengan wajah merah padam.
Hugo melihat yang dia pegang, yang ternyata dia masih memegang celana dalamnya.
"NANI?! Aku gak tahu aku masih memegangnya!"hugo menjerit dengan wajah merah padam juga lalu melepaskan celana dalamnya.
"SINI ANAK BRENGSEK!!!"wanita itu melempar sendal ke Hugo.
PLAK!
Tepat kena dikepala Hugo membuat dia menjerit kesakitan.
"Takdir pun pasti nyesel sama keberadaan mu Hugo,"kata Edward sarkastis dingin, yang udah ngos-ngosan juga tapi tetap terlihat elegan.
"Hey!"
Setelah lari dari kejaran, akhirnya mereka lolos dan sampai di labirin hantu.
Uryuu yang masih ngos-ngosan bajunya udah gak rapih, not perfect katanya. Kacamata hampir jatuh, masih sambil ngomel-ngomel dihati, ini sungguh sangat memalukan!
Hugo yang udah jatuh terduduk karena cape dan wajahnya masih merah.
Edward berdiri dengan keringat menetes, akan tetapi terlihat masih elegan dan anggun.
"Kau kenapa megang celana dalam orang! Kau bodoh atau gimana!?"kata uryuu kesal sambil membetulkan kerah bajunya.
"Aku gak tahu apa-apa sumpah! Aku cuma jalan doang!"bantah Hugo cepat.
Edward lirik datar, mata berkilat sarkastis."Aku ngerti kenapa kau tidak punya teman."
"Hey! Ini bukan salah aku, ini takdir,"protes Hugo.
"Aku tidak tahu takdir mana yang kau maksud,"kata Edward pelan.
"Berhentilah. Lihat kita sudah sampai."Uryuu meleraikan, dengan setengah cape setengah jengkel.
Labirin hantu, seperti labirin pada umumnya. Tapi bedanya disini disetiap jalan kau akan ditakuti oleh roh yang ada didalam, entah bagaimana bisa ada.
Seperti biasa labirin hantu tempatnya lumayan ramai karena bisa dibilang tempat cukup disukai.
Uryuu, Edward, Hugo harus mengantri dulu sebelum masuk ke dalam.
Setelah berapa saat ngantri, akhirnya mereka bisa masuk kedalam juga.
Tempatnya gelap, yang cuma di terangkan dengan lentera. Dindingnya ada semacam ukiran aneh dan mahluk mengerikan yang mungkin bertujuan untuk menakut-nakuti.
Uryuu yang berjalan normal, gak ada takut-takutnya.
Ia memandangi Edward yang juga gak takut, dan Uryuu masih penasaran dengan Edward.
"Sepertinya kau suka menatap aku, apa ada yang aneh di wajah ku,"tanya Edward tanpa menoleh.
"Tidak. Aku hanya penasaran dengan mu,"jawab Uryuu sambil menyesuaikan kacamatanya."Sebagai elf, yang menurut ku, unik."
"H-hey... K-kapan kita keluar tempat ini gelap..."Hugo yang dari tadi sembunyi dibalik uryuu, memegang pucuk bajunya gemetar pelan.
"Berhentilah sembunyi dibelakang aku. Hmph, Bukannya kau yang ingin kesini tapi kenapa takut."
"M-mau bagaimana lagi! Aku takut gelap, aduh gimana jika hantunya muncul dari tempat gelap! Uryuu kalau itu terjadi, aku akan memeluk mu, yaa!"
"Kau gila! Mana mungkin aku mau,"jawab Uryuu cepat, dengan urat pelipisnya sedikit menonjol.
Tapi Hugo makin menempel ke Uryuu, wajahnya pucat melihat kesana kemari. Yang bikin urat pelipis uryuu makin menonjol.
Edward yang melihatnya hanya menghela nafas pendek.
Uryuu udah jengkel banget,aku pengen nonjok ini anak, tapi gak boleh karena anak orang.
Namun, saat mereka sedang berjalan. Hawa dingin tiba-tiba merambat di udara, suasana berubah menjadi mencekam. Seperti ada sesuatu yang akan datang.
"A-Apa yang terjadi, rasanya tiba-tiba menjadi serem?!"
"Seperti ada yang datang,"kata Edward datar.
Uryuu menyipitkan matanya.
"Ahhhh~! B-b-berikan puting mu~!"Muncul sebuah suara dari belakang hugo. Hugo tiba-tiba merasa dipeluk oleh seseorang dari belakang, langsung membeku.
Hugo gemeter hebat gak berani bergerak."A-A—ngh!?—URYUU EDWARD A-AKU SEPERTI SEDANG DIPELUK OLEH SESEORANG!!"
Hugo perlahan melihat kebelakang, pelan-pelan... Roh pria tanpa tanpa mata, hidung, tapi ada mulut yang dipenuhi darah dan telanjang dada, kulitnya putih banget. Sedang memeluk Hugo dan meletakkan kepalanya di pundak Hugo sambil tersenyum ngeri.
Hugo mematung banget, matanya kosong, wajahnya kaku.
Uryuu mundur dua langkah, sambil mantap jijik."Apa itu sebenarnya? Menjijikkan sekali bentuknya."
"Aku lebih takut dengan apa yang dikatakannya tadi,"kata Edward,datar.
Hugo masih kosong, lalu tiba-tiba...
"AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!!"Hugo berteriak dengan sangat kencang sekali, membuat labirin bergetar seperti mau roboh, udara disekitar juga bergetar hebat. Burung-burung yang diluar pun bersuara keras.
Uryuu, edward menutup telinga mereka rapat-rapat.
Lalu Hugo pingsan bersama
Roh pria tersebut yang kejang-kejang yang mungkin efek suara Hugo.
Kenapa roh bisa pingsan? Siapa peduli.
( Narator; mmhhm, yah betul siapa peduli.)
Edward menatap datar mereka berdua."Kalau ditinggal pasti merepotkan, tempat ini bisa jadi kasus pembunuhan, kita sembunyikan roh pria itu lalu gotong hugo bawa keluar."
"hah!? Kita bisa jadi pelakunya kalau ketahuan."
"Kita cuma 'menyembunyikan' bukan membunuhnya, lagian jika kita memberitahu pihak kesatria, itu makan banyak waktu, untuk menjelaskan penyebabnya. Kau mau pergi ke museum sejarah dengan terlambat."
Uryuu diem berfikir sejenak. Ia menyesuaikan kacamatanya dengan lebay."Baiklah, kalau ketahuan, aku bilang ini ide mu."
Mereka mencoba menyembunyikan roh pria tersebut di sekitarnya. Tapi gak ada satupun tempat yang cocok.
Jadi mereka memutuskan untuk membawa keluar bersama mereka dari labirin. Uryuu gotong roh prianya, Edward gotong Hugo.
Setelah sedikit memakan waktu lama untuk mencari jalan keluar dari labirin. Mereka menemukannya, butuh 30 Menit lebih.
roh pria tersebut mereka buang di semak-semak didekat pintu keluar labirin.
Hugo yang tadi pingsan perlahan-lahan mulai sadar.
"U-uh—Albert Ei—Ah!?..."Hugo memegang kepalanya.
"Uryuu Edward! Ada roh pria yang melecehkan aku!"jerit Hugo sambil memeluk diri sendiri."Aku telah dinodai!!"
"Diam lah Hugo kau membuat debu berterbangan karena suaramu. Kita sudah diluar,"kata uryuu.
Hugo mengedipkan matanya pelan.
"Lalu dimana roh pria itu?"
"Dia pingsan karena suaramu lalu kami buang,"jawab Edward.
"Hah...?"Hugo diam sesaat lalu berdiri yang langsung memasang senyum bodoh khasnya.
"Y-yah sudahlah siapa peduli!"
"Kalau sudah selesai, aku akan pergi dari kebodohan ini,"kata uryuu sambil melangkah pergi.
"Kau mau kemana uryuu? Mau ke museum sejarah, yah,"tanya Hugo.
"Kalau ya, itu bukan urusanmu."
"Aku ikut! Aku penasaran dengan museum," kata Hugo, tersenyum bodoh."Ayo edward."
"Apa maksud mu."
"Tentu kau ikut, kan seru kalau sesama teman ikut bersama!"
Hugo menarik tangan Edward menyusul uryuu.
Uryuu hanya menghela nafas panjang karena Hugo yang seenaknya.
***
"Hm... Sejarah ini, cukup menarik,"kataku, melihat sebuah batu besar yang ada bertuliskan cerita sejarah diatasnya.
"Wah, lihat ini kenapa bentuknya mirip telur?!"tanya Hugo tersenyum bodoh, dari sebelah.
"Ini bukan telur bodoh, ini artefak peninggalan sejarah,"jelas uryuu nadanya cape dengan kebodohan hugo yang sulit di mengerti.
Aku melirik sekilas ke mereka, Hugo yang udah berkali-kali menyebut peninggalan sejarah, dengan sebutan konyol karena gak ngerti. Uryuu yang udah nyerah menjelaskan ke Hugo.
"Edward sini ada benda yang bentuknya kayak telur!"
"Sudah kubilang itu bukan—"
"Cepetan Edward!"
Aku mangkat bahu lalu jalan ke tempat mereka dan aku juga melihat dari raut wajah uryuu dia pengen nonjok Hugo tapi masih sabar.
Dan benar saja, walaupun aku gak mau setuju tapi benda peninggalan sejarah yang berada tatakannya, bentuknya seperti Hugo bilang mirip telur ayam. Ah sial.
"Bentuknya memang seperti telur."
"Kau juga!?"kata uryuu yang benar-benar cape dengan kebodohan dan kaget orang sepertiku setuju sama kebodohan Hugo.
"Lihat baik-baik. Bukannya mirip."
Uryuu melihatnya dengan seksama lalu terdiam.
"Hahaha~ Kan, benarkan!"kata Hugo senyum penuh kemenangan.
Uryuu hanya mengendus pelan.
Museum dipenuhi benda-benda bersejarah dan kisah-kisah yang menginspirasi. Lantai marmer yang mengkilap, pilar-pilar yang besar berjejer rapih yang terbuat dari kayu berkualitas tinggi.
Tempat ini lumayan bagus, arsitekturnya pasti punya selera yang tinggi.
Di saat kami sedang melihat-lihat, ada satu foto yang ukurannya lumayan besar. Foto wanita cantik jelita yang mengenakan armor ringan, mahkota di kepalanya, menggenggam sebuah pedang di tangannya.
Kami berhenti tempat didepan fotonya.
"Woah! Cantik banget siapa dia,"tanya Hugo, menyilangkan jari-jarinya, menatap fotonya dengan penuh kekaguman dan, mesum terselebung.
Uryuu menyesuaikan kacamatanya, yang seakan bilang 'hmph aku lebih pintar dari kalian'. Tapi kurasa itu agak lebay.
"Dia arthur pendragon, seorang raja Britannia dan dia yang pertama kalinya masuk ke des—"uryuu berhenti sebelum mengselesaikan kalimatnya.
"Eh, apa kelanjutan?"tanya Hugo bingung tapi penuh penasaran.
"Tidak—"
"Seorang raja Britannia yang pertama kalinya masuk ke desa ini, karena pertemanan dengan ratu elf. Kalau tidak salah dia juga raja kesatria, pemimpin ordo kesatria meja bundar,"sela edward datar.
"Waah! Ternyata kakak cantik itu raja keren banget!"
Uryuu menatap aku, matanya sedikit melebar sebelum ia memalingkan wajahnya."Hmph. Tak ku sangka ada yang tahu sejarahnya. Cukup mengesankan."
Aku tersenyum tipis sebelum bicara sarkastis."Kau tipikal orang Tsundere yang enggan mau mengakui perasaan terkesan mu."
Uryuu memalingkan wajahnya, pipinya sedikit merah.
Ketika aku melihat ke sebelah kiri, Hugo udah ngilang cepet banget. Aku menghela nafas kecil.
Aku berharap dia jangan bikin masalah.
Tapi takdir berkata lain.
"Uryuu Edward! Lihat ini!"
Hugo yang entah dari mana baru saja kembali, dengan senyum terukir di wajahnya dan semangat api bodohnya.
Dia memegang sesuatu yang aku rasa pasti itu menuntun kami ke masalah.
"Apa itu? Dari mana kau dapat,"tanya uryuu curiga.
Dia bawa sebuah guci berukiran rumit, yang kalau dilihat gucinya udah berumur tua.
Gawat firasatku gak enak.
"Aku mendapatkan dari sebelah sana, karena keren jadi aku bawa, keren kan!"
Sudah aku duga.
...
...
Uryuu menatap Hugo seperti iblis kecil yang suka bikin masalah pada manusia."Hugo kau bodoh. Kenapa kau ambil itu, kalau pihak museum tahu kita mengambilnya kita bisa di tangkap!"kata uryuu sambil menutup wajahnya dengan tangan."Dan aku tidak mau ditangkap atas kebodohan yang bukan aku lakukan."
"Ehh tapi keren."
"Hugo kau lebih bodoh dari orang bodoh."Aku menatap dingin.
"Baiklah aku kembalikan,"kata Hugo, nada kecewanya jelas.
Tapi ngomong-ngomong gucinya agak lumayan keren ukirannya. Entah apa yang merasuki aku.
Aku mencoba menyentuhnya sedikit. Cuma sedikit.
PRAK!
...
Semua orang yang ada menoleh kearah kita. Guci yang Hugo pegang yang berumur tua, hancur.
Hm. Ini cuma kesalahan gravitasi bukan salahku... Yah ini semua salah Isaac Newton.
"Gucinya, g-gucinya!"Hugo berteriak shock sambil memegangi pecahnya.
"Kalian bodoh! Kita bisa ditangkap kalau kayak gini,"kata uryuu, anak baik-baik yang sedang di bercanda kan oleh takdir.
Dan... Yah setelah itu kami dikejar-kejar oleh pihak museum Hugo nyaris tertangkap membuat kami harus menolong nya.
Reputasi kami rasmi hancur.
Setelah kejar-kejaran, akhirnya kami berhasil lolos dan kami berada didekat pintu masuk ke akademis sihir.
Akademis sihir, tempat dimana kita belajar sebuah sihir yang bisa menentukan kelas kita sebagai penyihir. Kalau dijelaskan secara sederhana bisa dibilang begitu, yah gitu, jangan tanya.
"Lo-lolos juga,"kata Hugo lega.
"Hmph. Ini salah mu Hugo, jika saja kau tidak dengan bodohnya mengambil gucinya,"kata uryuu sambil mengelap keringat di dahinya.
"Apa! Ini bukan salah aku, aku hanya membawa nya karena keren,"bantah Hugo cepat."Yang benar semua ini salah mu, kenapa kau tidak menangkapnya kalau itu jatuh."
"Apa itu! Itu tidak logis kalau aku tahu aku sudah menangkapnya,"jawab Uryuu cepat dengan kesal.
Lalu Hugo tiba-tiba menunjukku."Haah benar. Ini salah Edward kalau saja dia gak nyentuh!"
"Aku? Tapi bukannya kau yang bawa, jadi ya ini salah mu, aku menyentuh karena kau bawa. Kalau saja kau tidak bawa mungkin aku tidak menyentuhnya."
Hugo terdiam lalu berkata,"kenapa kalian berdua sama-sama menyalahkan aku!?"
"Karena kau iblis kecil pembawa masalah,"kata aku dan uryuu bersamaan.
"Itu gak adil!"teriak Hugo langsung menjambak rambut uryuu.
"Apa!— Sakit bodoh!"
"Ini untuk keadilan ku!"
Mereka saling Jambak dan aku hanya melihat mereka datar, seperti reality show komedi gagal.
....
"Sepertinya. Ada tiga tupai kecil yang tersesat."Suara dingin, datar tapi penuh wibawa terdengar dari belakang.
Sayangnya aku kenal suara itu, suara yang gak mau aku dengar apalagi melihat orangnya.
Uryuu dan Hugo sontak berhenti Jambak-jambakkan. Dan kami secara bersamaan menoleh kebelakang.
Seorang wanita rambut putih pucat, mata merah delima dengan sorot mata yang tajam, tubuhnya ramping tinggi tapi tidak terlalu tinggi, sedang berdiri dihadapan kami. Menyilangkan tangannya, wajah cantik jelitanya datar dan dingin sekaligus sangat elegan.
Uryuu gemetar kecil karena auranya, pipinya sedikit merah juga...?
Lalu Hugo bilang dengan polosnya."Wah aku tahu kau! Kau kakak myrrei'hla wanita tercantik didesa dan penyihir terkuat didesa juga! Kau seksi sekali!"
...
Hening sesaat.
Myrrei'hla seperti yang Hugo sebutkan, wani— untuk itu kesampingkan dulu. Dia penyihir terkuat didesa ini dan kepala sekolah akademis sihir. Sayangnya sekaligus ibuku juga.
Myrrei'hla menatap Hugo dengan sorot mata tajamnya yang siap memenggal kapanpun.
Dia menatap datar Hugo.
"Kepolosan mu, menyelamatkan nyawamu bocah... Untuk tidak aku gantung, menggunakan rantai sihir."Dia memperingati dengan nada dingin tapi elegan.
Hugo tersenyum bodoh, tapi tangannya sedikit gemetar tanpa di sadarinya.
Myrrei'hla diam lalu mengarahkan pandangannya kepada aku.
Aku langsung kaku.
Karena sejak dulu aku takut pada ibuku dan kami juga tidak terlalu dekat, seperti ada dua jurang memisahkan dunia kami.
"Edward. Kau berada disini? Apa yang sedang kalian lakukan disini."
Aku memalingkan wajah, lalu menjawab datar,"A-Aku cuma korban dari orang yang seenak jidatnya."
"Kami tidak melakukan hal yang tidak-tidak, kami cuma lewat,"uryuu mencoba menjelaskan dengan tenang tapi jelas dia gemetar kecil.
"B-benar! Kami cuma lewat!"hugo ikut membantu menjelaskan tapi nadanya malah terlihat mencurigakan.
Myrrei'hla menatap langit lalu berjalan melewati kami, membuka gerbang pintu masuk ke akademis sihir.
"Hari sudah mau gelap. Masuklah, Kalian menginap disini."
Ah, benar sudah mau gelap. Langit biru yang cerah sudah berganti ke senja.
**
Setelah diajak masuk ke akademis, uryuu dan Hugo langsung kekantin untuk makan malam. Sedangkan aku ditinggal, lebih tepatnya aku disuruh myrrei'hla untuk ikut ke ruang kerjanya. Apa mungkin akan akan dimarahi, yah?
Aku duduk dibangku sambil minum teh yang disediakan.
Di sisi lain myrrei'hla sedang, duduk dimeja kerjanya sambil membaca sesuatu.
Aku mencoba bertanya,"Kenap—"
"AHH! AMPUN AKU GAK SENGAJA SUMPAHH!"
Dari luar terdengar suara Hugo yang sedang berlari di lorong, yang sepertinya lagi dikejar oleh seseorang.
Dia bikin masalah lagi.
"Apa?"tanya myrrei'hla.
"Eh..."
"Bukannya kau mau bicara sesuatu."
"Ah... ya. Kenapa kau membawa aku kesini."
"Apa kau tidak senang,"katanya tanpa menoleh.
"Tidak... Aku hanya tidak mengerti, hanya berfikir bahwa aku akan dimarahi."
"Aku membawamu kesini tidak ada alasan khusus, dan tidak untuk dimarahi."
"Begitu."
Suasananya canggung banget.
Myrrei'hla berhenti membaca. Mata merah delimanya menatapku. Dia beranjak dari duduknya, berjalan mengarah aku.
Apa ini... Rasanya jadi tegang banget.
Dia menepuk kepala ku dengan sangat lembut.
"Edward, maaf, ibu belum bisa pulang... Maaf karena semua ini membuat mu selalu sendirian,"katanya lembut.
Ruang langsung terasa sunyi. Aku terdiam.
Apa yang ibu katakan membuat ku terkejut, karena ibu tidak akan pernah bilang hal seperti itu karena dia tipe orang perfeksionis, disiplin dan dingin .
"T-tidak apa-apa, aku sudah terbiasa sendirian."
"... Kau bisa datang ke akademis selama yang kau mau. Aku selalu disini."
"Ya, Kalau ibu selalu disini... Aku akan terus datang,"bisikku datar sambil memalingkan wajah.
"Ayo makan malam, pasti kau lapar."Dia melangkah pelan keluar ruangan, aku menatap punggungnya, lama. Lalu mengikutinya keluar.
Walau sebentar, aku senang bisa bicara dengan ibu.
'THE END....
-------------------------------------------------------
MINI SCENE.
"kau mencurinya?"tanya Edward datar namun curiga.
"Hehehe~ tentu tidak, aku sudah izin aku juga udah meletakkan suratnya di meja laboratorium,"kata Hugo.
"Itu sama saja mencuri kalau belum izin sama orang nya langsung, bodoh,"kata uryuu cepat.
Berapa saat yang lalu hugo yang dengan bodohnya mengambil sebuah tabung berisi cairan hijau dan kuning karena menurutnya keren.
"Eh kalau ini dicampur jadi apa ya?"tanya Hugo penasaran.
"Jangan bodoh, kalau dicampur bisa meled—"
DUARRR!
Terlambat Hugo yang IQ nya minus 99999999999- bisa kalian tebak, dia mencampurkannya.
Mereka bertiga mental. Uryuu tersangkut di pohon, Hugo terbang keluar akademis. Edward? Dia gosong mulut berasal, wajah tetap datar kayak patung.
----
Narator: Sekian untuk kebodohan ini, dan untuk selanjutnya.