“Gagal dalam cinta sekali itu sudah biasa, tapi ceritaku berbeda. Aku mengalami gagal cinta hingga dua kali, pertama dengan kekasihku yang hubungan kami sudah berjalan 5 tahun lamanya. Dan, kedua dengan pria yang di gadang-gadang semua orang adalah pria yang baik dan tepat untukku. Ternyata dia, belum lepas dari mantannya.”
Namaku, Antastasia Fardila aku adalah seseorang model. Kerjaanku, sering bertemu dengannya banyak orang bahkan, aku juga memiliki pengikut yang mencapai tiga juta orang. Pengikut, setia yang tau kisah percintaanku dari remaja sampai umurku dua puluh sembilan tahun sekarang.
Cinta pertamaku, sekaligus patah hati pertamaku dialah Devan. Seorang selebriti, model pria dan aktor serial drama percintaan. Orang-orang, mengenalnya adalah pria tampan, baik hati dan sosok yang ramah.
Ya? Dia memang sosok yang seperti dikatakan oleh orang-orang. Tetapi, itu diluarnya saja. Dalamnya, dia adalah sosok yang cuek, dinggin dan mudah emosi. Terutama denganku. Saat aku tanya tentang sikapnya, dia hanya bilang dia sangat lelah setelah bertemu dengan banyak orang. Tentu, alasan yang sangat tidak masuk akal menurutku.
“Kamu, sibuk ya akhir-akhir ini? Kenapa? kamu ngga pernah kerumah. Aku sudah sabar tunggu kamu, satu bulan. Tanpa bertemu, di mana kamu? Kamu ngga kangen sama aku?”
Tanyaku padanya. Dia hanya menjawab kalau dirinya sahabat sibuk, dia harus syuting dari pagi hingga ke petang. Dia, juga harus pergi ke luar kota, untuk adegan tertentu, hingga tidak dapat menemuiku.
“Udah sayang, jangan marah. Nanti, kita ketemu ya! Aku lagi padet banget, nanti aku bawaain oleh-oleh spesial dari kota ini. Buat kamu.”
Dia paling pandai meluluhkan hatiku, itu sebabnya aku tetap bertahan dengannya. Meski, terkadang aku seperti bukan pacar baginya, dia tidak pernah serius denganku. Sudah, hampir tiga tahun pacaran dia belum memperkenalkanku dengan keluarganya.
Padahal, aku sudah sangat ingin kenal mereka. Aku juga ingin tau bagaimana keluarga pacarku, apakah mereka menerima aku, seperti Devon yang diterima baik oleh keluargaku.
“Udah, lagian kita’ kan ngga lagi buru-buru mau nikah. Untuk apa kamu, perlu kenal keluargaku? Santai saja dulu, umur kita juga masih muda, 25 tahun.”
Ucapnya begitu santai, seakan menganggap hubungan yang kita jalani tidak serius. Teman-teman seumuranku sudah pada bertunangan, mereka sudah pada mulai menata kehidupan keluarga mereka. Dan posisiku sekarang, di ambang kebingungan punya kekasih sepertinya.
“Tasia, mending kamu selesai aja sama Devon. Sikap Devon itu ngga mencerminkan lelaki. Hubungan kalian sudah tidak bisa main-main lagi. Aku bukannya nakut-nakutin kamu ya, tapi aku rasa memang Devon tidak punya rasa deh sama kamu, dia memang tidak ada niatan nikah sama kamu. Makanya, sampai sekarang dia bawa hubungan kalian ke arus yang tidak jelas. Udah, putuskan masa depanmu Tasia, sebelum kamu nyesel. Cowok, di dunia masih banyak jangan kamu mau terikat sama satu spesies cowok begitu.”
Tidak hanya satu sahabatku yang menasihatiku, sampai kakakku pun yang sudah menikah turun tangan untuk menasihatiku. Mereka menyayangkan masa depanku, kata mereka.
Lantas? Dari aku sendiri pun begitu, aku juga merasa bosan dengan cara pacaran tanpa kejelasan seperti ini. Devon, terlalu banyak bermain-main. Tapi, jujur saja hatiku masih belum bisa lepas dari Devon. Aku, masih cinta dengan dia, dengan cara dia apapun.
“Kak, aku udah mau putus dengan Devon, tapi kak, jujur saja. Aku tidak bisa jauh darinya kak, aku ngga mau mengulang sama orang lain, aku rasanya bosan harus membangun perasaan baru dengan orang lain. Biarlah, Devon kayak gitu, lambat-laun dia pasti bakalan nikahin aku. Tenang saja kak, aku akan terus desak Devon untuk kejelasan hubunganku dengannya kedepannya.”
Sebanyak apapun aku mencoba memutuskan hubunganku dengan Devon. Itu, tidaklah mudah jika dalam hatiku masih menyisakan cinta buatnya. Jika, cinta untuk Devon belum sepenuhnya mati, aku pikir aku akan selalu mencari celah untuk mencintainya walaupun aku tau aku tersiksa.
Memasuki, usia hubungan ke 5 tahun. Devon masih saja tidak berubah. Dia bermain-main seperti anak remaja, semakin kesini dia semakin tidak punya waktu denganku. Dia selalu sibuk dengan teman-temannya, pergi memancing, trip keluar negeri bahkan mengambil job yang belum pernah dia coba dulu.
Aku melihat Devon. Seperti anak remaja umur belasan lagi, dia mencoba segala hal. Sebenarnya aku tidak melarang dia untuk itu, tetapi Devon kadang melakukan hal yang seharusnya tidak perlu dia lakukan di usianya sekarang. Dia, seperti kembali ke masa anak-anak lagi.
“Pacar lo, kayak perlu di asuh deh? Dia. Dia, kayak anak kecil lagi. Netizen, pun pada menyayangkan prilakunya.”
Orang-orang berbicara yang sama padaku, iya. Membicarakan tentang Devon dengan kalimat yang berbeda. Dengan tujuan yang sama, mereka pada heran dengan sikap ke kanak-kanakan Devon.
“Kalau aku jadi Anantasia, aku bakalan putusin si Devon. Tingkahnya, kayak bocah. Bukannya mikir nikah, atau mikir masa depan. Malah, ikutan konten fomo ngga jelas. Mana tidak mendidik lagi, publik figur kok gitu. Kasihan, pacarnya itu model yang terkenal pinter. Kok, bisa salah ya cari pasangan.”
Hujatan masuk ke arah Devon. Ya, prilaku yang dia lakukan sebagai publik figur banyak di kecam. Sampai, aku pun kena dampaknya juga.
Saat itu, aku pikir Devon akan lari ke arahku. Dia, akan mencurahkan kesalahannya, dan merubah sikapnya. Aku sudah siap, untuk memberinya kata maaf, dan kesempatan kedua. Tapi, naaas.
Devon lari kepelukan wanita lain. Dia lari, ke lawan mainnya di serial drama. Ya, aku tahu kenyataan pahit. Yang seketika, membuat cintaku padanya mati.
Saat itu, aku putuskan untuk mengakhiri hubunganku dengan Devon. Seluruh, keluarga mendukungku, sahabatku, para pengemar ku, yang tau tentang hubunganku itu. Mereka, pada mendukungku, bahkan mulai menjodohkanku dengan pria lain saat mereka tau aku sudah sepenuhnya sendiri.
Sepuluh bulan aku tidak memiliki hubungan dengan siapapun. Dan, dalam sepuluh bulan itupun netizen sibuk menjodohkanku dengan seseorang pria, dia adalah aktor, penyanyi sekaligus model sama sepertiku.
Nasibnya pun sama, dia baru saja selesai dengan hubungannya dengan pacarnya, yang sudah berjalan 7 tahun lamanya. Lebih, lama dua tahun dariku.
“Anantasia, kamu tahu berita viral kamu dengan Bastian? Orang-orang pada menjodohkan kalian berdua. Dan, brand pada berdatangan untuk menjadikan kalian, pasangan pada sebuah iklan. Kamu, mau kan Anantasia? Siapa tau, ini awal dari kisah cinta yang lebih baik, buat kamu.”
Maneger akupun, mendukungku. Saat itu, aku tidak punya banyak ekspektasi tentang cowok ini, aku hanya akan datang untuk bekerja dengannya,tidak lebih. Walaupun, aku tau harapan netizen begitu besar buat kita berdua.
“Pasangan serasi, Anantasia memang pantes buat Bastian. Apalagi, mereka terkenal sama-sama setia dengan pasangannya dulu, walaupun yang satu pasangannya problematik, dan satunya lagi putus baik-baik. Mungkin, ini cara Tuhan mempertemukan kalian. Semoga berjodoh, eh, pasti berjodoh lah.”
Satu bulan berturut- turut brand datang untuk memakai tenaga kita. Usaha, kita membentuk chemistry lucu nan romantis bikin mereka jadi baper. Dan Bastian pun, sama dia ikut terbawa arus perasaan denganku.
“Hampir satu tahun kita bersama, apa? ada sedikit harapanku untuk mengenalmu lebih dalam lagi? Dalam artian, lebih dari kata teman? Ataupun sahabat?”
Dan sejak itu, kitapun mulai hubungan baru. Aku dengan Bastian, dan dari hubungan itu. Aku juga jadi tahu. Mengapa Bastian putus dengan mantannya, karena hubungan mereka tidak direstui oleh pihak perempuan, dan Bastian juga mantannya memilih untuk mengakhiri hubungan mereka dengan baik-baik.
Setengah tahun perjalanan, hubungan kami berjalan bahagia. Baik, aku dan Bastian sama-sama memiliki tujuan jelas untuk hubungan kita. Bastian pun sudah mengajakku bertemu dengan keluarganya, aku diterima sangat baik oleh keluarga Bastian, termasuk calon kakak iparku, mereka menerima kedatanganku dengan baik.
Saat itu, aku merasa sangat bersyukur. Aku seperti sudah menemukan lelaki yang tepat. Sangat tepat, perjalanan hubungan yang sangat lancar, dia sosok pria yang baik. Bahkan, dia memperlakukanku layaknya seorang ratu.
Hal, yang sama sekali tidak pernah aku rasakan saat bersama Devon. Bastian memberikan standar baru untuk hubungan kita. Hari-hariku terasa cepat dengan Bastian. Rasa rindu, bahagia, terharu mencampur menjadi kebahagiaan yang sebelumnya tidak pernah aku rasakan.
“Hubungan kalian, berjalan dengan baik? Kapan, kamu akan membawa Anantasia ke jenjang pernikahan? Mama, sudah siapkan cincin berlian untukmu melamar Anantasia. Jadi, kapan rencanamu.”
Aku mendengar percakapan itu, rasanya benar sangat bahagia dalam hatiku. Aku, sudah diterima baik oleh keluarga Bastian. Aku juga, di cintai secara ugal-ugalan oleh Bastian. Aku pikir, sebentar lagi lembaran kehidupan baru akan aku buka, dengan Bastian.
“Rasanya, penantianku telah usai. Lembaran hidup baru akan aku mulai dengan Bastian. Akan aku isi, sebagaimana harusnya aku menjadi seorang istri dan menantu yang baik. Aku, mulai menyiapkan diriku ke titik lebih tinggi dari sebelumnya.”
Aku begitu yakin dengan hal itu. Sampai akhirnya fakta baru muncul kembali, tiba-tiba ayah mertuaku membatu perusahaan dari mantan pacar Bastian. Dan, karena hal itu juga keluarga mereka tiba-tiba menyetujui hubungan mereka.
Aku tidak paham. Aku mulai bimbang dengan alur hidupku lagi. Entah, kemana nanti takdir akan membawaku. Bastian, sudah hilang kendali lagi, dia mulai goyah antara aku atau kembali dengan mantan pacarnya.
Aku, mulai putus asa kala itu, aku mencoba melawan diriku sendiri. Yang sudah mulai goyah, dan kehilangan jejak untuk aku berpijak, rasanya aku inggin mengakhiri cerita hidupku saja.
Sampai akhirnya, aku menoleh ke arah belakang. Dimana kala, aku berjuang untuk menjadi seseorang model ternama. Kala, aku mulai merintis karirku, aku terpikir jika aku selesai sampai disini, semua akan sia-sia.
Jadi, aku memilih untuk membangun hidupku di negara lain. Aku memilih negeri gingseng, untukku melajutkan hidupku. Aku kembali mengejar pendidikanku. Melupakan semua sakit hati, yang pernah aku rasakan dulu.
Aku menata ulang hidupku kembali, ternyata lembaran baru yang ingin aku rasakan bukan pernikahan itu. Melainkan, lembaran baru untukku menata ulang hidupku kembali.
Dua tahun aku tinggal disini. Aku sudah bertemu dengan beberapa pria tetapi aku masih memilih tetap sendiri, dan memilih karirku lagi. Hingga, pada akhirnya aku bertemu dengan seseorang pria yang mungkin adalah jodohku.
Tidak aku sangka, memang dia adalah jodohku. Aku, akhirnya menikah dengan pria dari negaraku sendiri yang aku temukan di negeri orang. Dia bukan orang asing untukku, kami pernah bertemu sebelas tahun silam, saat kami sama-sama menempuh pendidikan.
Saat itu, dia hanya pria kutu buku yang aku pikir tidak akan pernah berani jatuh cinta. Sebab, sejak dia bertemu dengan wanita dia akan pergi begitu saja, tanpa aku sangka. Kala itu. Suamiku diam-diam suka padaku.
Hal itu, aku tahu dari buku catatan harian yang dia buat untukku. Sebelas tahun silam, dia menceritakan tentangku secara detail, mulai hal yang aku suka sampai hal yang aku benci. Dia tahu itu.
Namun, saat aku tanya mengapa dia tidak mendekatiku saat itu? Dan mungkin, jika aku tahu perasaannya aku akan mau. Karena, dia pria yang baik, tampan, dan penuh kasih sayang.
Hanya satu kalimat darinya, yang menjawab semua pertanyaanku kala itu.
“Aku, hanya ingin memantaskan diriku untuk wanita istimewa seperti mu. Aku, tidak ingin memaksa cintamu untukku. Jadi, aku memilih untuk pergi ke negara ini untuk mendapatkan pekerjaan lebih bagus, agar suatu hari nanti. Bila kita berjodoh, aku dengan segala kesiapananku. Akan menemukanmu.”
Seperti itulah kisahku, hingga aku punya dua anak kembar dengan suamiku. Kami, menetap di negara ini, dia ingin aku dan anak-anakku hidup bahagia. Suamiku, adalah pria yang aku impikan.
“Terkadang, seseorang yang tepat akan datang di waktu yang tepat. Tanpa, kita perlu mencarinya, dia akan datang. Di waktu, yang tidak pernah kita duga-duga.”