Mentari pagi merayap malu di antara rerimbunan teh Bukit Kemuning, menyinari wajah Lintang yang tengah asyik memotret. Lintang, seorang fotografer muda yang tengah mencari inspirasi, terpikat oleh keindahan alam yang memesona di perkebunan teh itu. Namun, bukan hanya keindahan alam yang menarik perhatiannya, melainkan juga sebuah senandung lirih yang seolah berbisik di antara desau angin.
"Senandung siapa itu?" gumam Lintang, mencoba mencari sumber suara.
Ia terus menyusuri jalan setapak di antara tanaman teh, hingga akhirnya tiba di sebuah gubuk tua yang tampak usang dan tak terawat. Senandung itu semakin jelas terdengar dari dalam gubuk. Dengan ragu, Lintang mendekat dan mengintip ke dalam.
Di dalam gubuk, seorang gadis berambut panjang tengah duduk di depan sebuah alat tenun. Jemarinya lincah menenun kain dengan motif yang rumit, sementara bibirnya melantunkan senandung yang begitu menyayat hati. Gadis itu tampak begitu khusyuk, seolah tak menyadari kehadiran Lintang.
Lintang terpaku. Ada sesuatu yang aneh dengan gadis itu. Pakaiannya kuno, wajahnya pucat, dan tatapannya kosong. Namun, senandungnya begitu indah, hingga mampu menghipnotis siapa pun yang mendengarnya.
"Siapa dia?" tanya Lintang dalam hati.
setan lj
Karena penasaran, Lintang memberanikan diri masuk ke dalam gubuk. "Permisi," sapanya.
Gadis itu tersentak kaget dan menoleh ke arah Lintang. Matanya membulat, seolah melihat hantu. "Si...siapa kamu?" tanyanya dengan suara bergetar.
"Saya Lintang, seorang fotografer. Maaf mengganggu, saya hanya penasaran dengan senandungmu," jawab Lintang dengan ramah.
Gadis itu tampak sedikit tenang. "Saya Sekar," jawabnya singkat.
"Sekar, senandungmu sangat indah. Boleh saya tahu, senandung itu tentang apa?" tanya Lintang.
Sekar terdiam sejenak, lalu menghela napas panjang. "Senandung ini adalah tentang cinta," jawabnya lirih. "Cinta yang abadi, namun juga penuh dengan penderitaan."
Lintang tertegun. Ia merasakan ada kesedihan yang mendalam dalam diri Sekar. "Boleh saya tahu lebih banyak tentang kisah cintamu?" tanyanya.
Sekar menatap Lintang dengan tatapan kosong. "Kisah cintaku sudah lama berlalu," jawabnya. "Kisah cinta yang tak mungkin terulang kembali."
Sejak pertemuan itu, Lintang menjadi sering mengunjungi Sekar di gubuknya. Ia selalu membawa makanan dan minuman, serta menemani Sekar menenun dan bernyanyi. Lintang semakin terpikat oleh sosok Sekar yang misterius dan penuh dengan kesedihan.
"Sekar, kenapa kamu tinggal di gubuk ini sendirian?" tanya Lintang suatu hari.
Sekar terdiam sejenak, lalu menjawab, "Saya tidak punya tempat lain untuk pergi."
"Kenapa?" tanya Lintang penasaran.
Sekar menghela napas panjang. "Saya adalah arwah gentayangan," jawabnya. "Saya terikat di tempat ini karena sebuah janji yang belum terpenuhi."
Lintang terkejut. Ia tak menyangka bahwa gadis yang selama ini ia kagumi adalah seorang arwah. Namun, ia tak merasa takut sedikit pun. Ia justru semakin penasaran dengan kisah hidup Sekar.
"Janji apa yang belum terpenuhi?" tanya Lintang.
Sekar menatap Lintang dengan tatapan kosong. "Janji untuk menikah dengan kekasihku," jawabnya. "Namun, sebelum pernikahan itu terjadi, saya meninggal dunia karena sakit."
Lintang tertegun. Ia merasakan kesedihan yang mendalam dalam diri Sekar. "Jadi, kamu masih menunggu kekasihmu di sini?" tanyanya.
Sekar mengangguk. "Saya akan terus menunggu hingga ia datang menjemputku," jawabnya.
Lintang terdiam. Ia tahu bahwa harapan Sekar itu sia-sia. Kekasih Sekar mungkin sudah meninggal dunia atau sudah menikah dengan orang lain. Namun, ia tak tega untuk mengatakan yang sebenarnya kepada Sekar.
"Sekar, boleh saya membantumu?" tanya Lintang. "Membantu apa?" tanya Sekar.
"Membantumu menemukan kekasihmu," jawab Lintang. "Saya akan mencari tahu tentang keberadaan kekasihmu, dan membawanya ke sini."
Sekar menatap Lintang dengan tatapan tak percaya. "Apakah kamu bersungguh-sungguh?" tanyanya.
Lintang mengangguk. "Saya bersungguh-sungguh," jawabnya. "Saya ingin melihatmu bahagia."
Sekar tersenyum tipis. "Terima kasih, Lintang," ucapnya. "Kamu adalah satu-satunya orang yang peduli padaku."
Lintang mulai mencari tahu tentang kisah hidup Sekar. Ia bertanya kepada penduduk desa sekitar Bukit Kemuning, namun tak seorang pun yang mengenal Sekar. Ia kemudian mencari informasi di arsip desa, dan menemukan sebuah catatan tentang seorang gadis bernama Sekar yang meninggal dunia pada tahun 1945 karena sakit.
Dalam catatan itu, disebutkan bahwa Sekar adalah seorang gadis yang cantik dan baik hati. Ia adalah putri dari seorang pemilik perkebunan teh yang kaya raya. Sekar memiliki seorang kekasih bernama Raden, seorang pemuda desa yang gagah berani. Mereka saling mencintai, dan berencana untuk menikah setelah Raden menyelesaikan pendidikannya di kota.
Namun, takdir berkata lain. Sekar jatuh sakit dan meninggal dunia sebelum pernikahan itu terjadi. Raden sangat terpukul dengan kepergian Sekar. Ia tak pernah menikah lagi, dan menghabiskan sisa hidupnya untuk mengenang Sekar.
Lintang terkejut. Ia tak menyangka bahwa kisah cinta Sekar begitu tragis. Ia kemudian mencari tahu tentang keberadaan Raden. Ia menemukan bahwa Raden telah meninggal dunia pada tahun 1980.
Lintang merasa sedih. Ia tahu bahwa ia tak bisa memenuhi janji nya kepada Sekar. Ia tak bisa membawa Raden ke hadapannya.
Namun, Lintang tak menyerah. Ia memiliki ide lain. Ia ingin membuat Sekar bisa bertemu dengan Raden di alam baka.
Lintang kemudian menghubungi seorang paranormal yang terkenal di daerah itu. Ia menceritakan tentang kisah Sekar, dan meminta bantuan paranormal itu untuk menghubungkan Sekar dengan Raden di alam baka.
Paranormal itu setuju untuk membantu Lintang. Ia kemudian melakukan ritual di gubuk Sekar. Dalam ritual itu, paranormal itu memanggil arwah Raden.
Tak lama kemudian, arwah Raden muncul di hadapan Sekar. Sekar terkejut dan bahagia. Ia tak menyangka bahwa ia bisa bertemu kembali dengan kekasihnya.
Sekar dan Raden saling berpelukan. Mereka saling mengungkapkan cinta dan kerinduan. Lintang dan paranormal itu hanya bisa menyaksikan pertemuan itu dengan haru.
Setelah beberapa saat, arwah Raden berpamitan kepada Sekar. Ia harus kembali ke alam baka. Sekar merasa sedih, namun ia juga merasa bahagia. Ia tahu bahwa ia tak lagi sendirian. Ia memiliki Raden yang selalu menemaninya di alam baka.
Setelah pertemuan itu, Sekar tampak lebih tenang dan bahagia. Ia tak lagi merindukan Raden. Ia tahu bahwa Raden selalu berada di dekatnya.
Lintang merasa lega. Ia telah berhasil memenuhi janjinya kepada Sekar. Ia telah berhasil membuat Sekar bahagia.
Namun, kebahagiaan Lintang tak berlangsung lama. Suatu malam, Lintang bermimpi aneh. Dalam mimpinya, ia melihat Sekar berdiri di tepi jurang. Sekar tampak sedih dan putus asa. Ia kemudian melompat ke dalam jurang.
Lintang terbangun dengan perasaan cemas. Ia segera pergi ke gubuk Sekar. Namun, ia tak menemukan Sekar di sana. Ia hanya menemukan sebuah kain tenun dengan motif yang belum selesai.
Lintang panik. Ia mencari Sekar di seluruh Bukit Kemuning, namun tak berhasil menemukannya. Ia kemudian meminta bantuan penduduk desa untuk mencari Sekar.
Setelah beberapa jam mencari, mereka akhirnya menemukan Sekar di dasar jurang. Sekar sudah meninggal dunia.
Lintang terpukul dengan kepergian Sekar. Ia tak menyangka bahwa Sekar akan meninggal dunia secepat ini. Ia merasa bersalah karena tak bisa menjaga Sekar.
Namun, Lintang tak bisa berlarut-larut dalam kesedihan. Ia harus menguburkan Sekar dengan layak. Ia kemudian meminta bantuan penduduk desa untuk menguburkan Sekar di dekat gubuknya.
Setelah pemakaman selesai, Lintang kembali ke gubuk Sekar. Ia duduk di depan alat tenun Sekar, dan mencoba melanjutkan kain tenun yang belum selesai.
Namun, ia tak bisa. Ia tak tahu bagaimana cara menenun. Ia hanya bisa memandangi kain tenun itu dengan sedih.
Tiba-tiba, ia merasakan ada sesuatu yang aneh. Ia merasakan ada kehadiran Sekar di dekatnya. Ia menoleh ke sekeliling, namun tak melihat siapa pun.
"Lintang," bisik sebuah suara.
Lintang terkejut. Ia mengenali suara itu. Itu adalah suara Sekar.
"Sekar, apakah itu kamu?" tanya Lintang.
"Iya, Lintang, ini aku," jawab Sekar.
"Sekar, di mana kamu?" tanya Lintang.
"Aku ada di dekatmu," jawab Sekar. "Aku selalu berada di dekatmu."
Lintang terdiam. Ia tak tahu apa yang harus ia katakan.
"Lintang, terima kasih atas semua yang telah kamu lakukan untukku," ucap Sekar. "Kamu telah membuatku bahagia."
"Sekar, aku yang seharusnya berterima kasih padamu," jawab Lintang. "Kamu telah mengajarkanku tentang cinta sejati."
"Lintang, aku ingin memberikanmu sesuatu," ucap Sekar.
"Apa itu?" tanya Lintang.
"Aku ingin memberikanmu kain tenun ini," jawab Sekar. "Kain tenun ini adalah simbol cintaku yang abadi."
Lintang tertegun. Ia tak tahu apakah ia pantas menerima hadiah itu.
"Terimalah, Lintang," ucap Sekar. "Kain tenun ini akan membawamu pada kebahagiaan."
Lintang mengangguk. Ia menerima kain tenun itu dengan hati yang tulus. Ia merasakan ada kekuatan magis dalam kain tenun itu.
"Lintang, aku harus pergi sekarang," ucap Sekar. "Aku harus kembali ke alam baka."
"Sekar, jangan pergi," pinta Lintang. "Aku masih ingin bersamamu."
"Lintang, kita tak bisa bersama," jawab Sekar. "Kita berasal dari dunia yang berbeda."
"Tapi, aku mencintaimu, Sekar," ucap Lintang.
Sekar terdiam sejenak, lalu menjawab, "Aku juga mencintaimu, Lintang. Namun, cinta kita tak mungkin terwujud."
"Kenapa?" tanya Lintang.
"Karena aku adalah arwah, dan kamu adalah manusia," jawab Sekar. "Kita tak bisa hidup bersama dalam dunia yang sama."
Lintang merasa sedih. Ia tahu bahwa Sekar benar. Mereka tak bisa bersama.
"Lintang, jangan bersedih," ucap Sekar. "Aku akan selalu berada di hatimu."
"Aku akan selalu mengenangmu, Sekar," jawab Lintang.
"Selamat tinggal, Lintang," ucap Sekar.
"Selamat tinggal, Sekar," jawab Lintang.
Arwah Sekar kemudian menghilang. Lintang hanya bisa memandangi kain tenun yang ada di tangannya. Ia tahu bahwa Sekar telah pergi untuk selamanya.
Setelah kepergian Sekar, Lintang merasa sangat kehilangan. Ia tak tahu apa yang harus ia lakukan. Ia merasa hidupnya hampa tanpa Sekar.
Namun, Lintang tak menyerah. Ia tahu bahwa ia harus melanjutkan hidupnya. Ia harus mewujudkan impiannya.
Lintang kemudian memutuskan untuk kembali ke kota. Ia ingin menjadi fotografer yang sukses. Ia ingin menunjukkan kepada dunia bahwa ia bisa meraih kebahagiaan.
Lintang bekerja keras untuk meraih impiannya. Ia mengikuti berbagai macam lomba fotografi, dan memenangkan banyak penghargaan. Ia menjadi fotografer yang terkenal dan sukses.
Namun, kesuksesan itu tak membuat Lintang bahagia. Ia merasa ada sesuatu yang hilang dalam hidupnya. Ia merindukan Sekar.
Suatu malam, Lintang bermimpi tentang Sekar. Dalam mimpinya, Sekar tersenyum padanya. Sekar tampak bahagia.
"Lintang, aku bangga padamu," ucap Sekar dalam mimpinya. "Kamu telah meraih impianmu."
"Sekar, aku merindukanmu," jawab Lintang dalam mimpinya.
"Lintang, jangan merindukanku," ucap Sekar. "Aku selalu berada di dekatmu."
"Aku tahu, Sekar," jawab Lintang.
"Lintang, aku ingin memberikanmu sesuatu," ucap Sekar.
"Apa itu?" tanya Lintang.
"Aku ingin memberikanmu kebahagiaan," jawab Sekar.
"Kebahagiaan?" tanya Lintang.
"Iya, kebahagiaan," jawab Sekar. "Kamu akan menemukan kebahagiaanmu di Bukit Kemuning."
Lintang terkejut. Ia tak mengerti apa maksud Sekar.
"Pergilah ke Bukit Kemuning, Lintang," ucap Sekar. "Kamu akan menemukan kebahagiaanmu di sana."
Lintang terbangun dari mimpinya. Ia merasa bingung. Ia tak tahu apakah ia harus pergi ke Bukit Kemuning.
Namun, ia merasa ada dorongan yang kuat untuk pergi ke sana. Ia merasa Sekar ingin ia pergi ke Bukit Kemuning.
Lintang kemudian memutuskan untuk pergi ke Bukit Kemuning. Ia ingin mencari tahu apa yang dimaksud Sekar dengan kebahagiaan.
Lintang kembali ke Bukit Kemuning. Ia mengunjungi gubuk Sekar. Ia duduk di depan alat tenun Sekar, dan memandangi kain tenun yang ada di tangannya.
Ia merasakan ada kekuatan magis dalam kain tenun itu. Ia merasakan ada kehadiran Sekar di dekatnya.
"Sekar, apakah kamu ada di sini?" tanya Lintang.
"Iya, Lintang, aku ada di sini," jawab Sekar.
"Sekar, apa yang harus aku lakukan?" tanya Lintang.
"Ikuti kata hatimu, Lintang," jawab Sekar. "Kamu akan menemukan kebahagiaanmu."
Lintang terdiam. Ia mencoba mendengarkan kata hatinya. Ia merasakan ada sesuatu yang menariknya ke arah perkebunan teh.
Lintang kemudian berjalan menuju perkebunan teh. Ia menyusuri jalan setapak di antara tanaman teh, hingga akhirnya tiba di sebuah tempat yang indah.
Di tempat itu, ia melihat seorang gadis tengah memetik daun teh. Gadis itu tampak begitu cantik dan anggun.
Lintang terpaku. Ia merasa seperti pernah melihat gadis itu sebelumnya.
Gadis itu menoleh ke arah Lintang. Ia tersenyum.
"Lintang," sapanya.
Lintang terkejut. Ia mengenali suara itu. Itu adalah suara Sekar.
"Sekar?" tanya Lintang tak percaya.
Gadis itu tertawa. "Bukan, namaku bukan Sekar," jawabnya. "Namaku adalah Kemuning."
Lintang tertegun. Ia tak mengerti apa yang sedang terjadi.
"Aku adalah cucu dari Raden," jelas Kemuning. "Aku datang ke sini untuk meneruskan usaha perkebunan teh kakekku."
Lintang terkejut. Ia tak menyangka bahwa ia akan bertemu dengan cucu dari Raden.
"Sekar menyuruhku untuk datang ke sini," ucap Lintang.
"Sekar?" tanya Kemuning bingung.
"Iya, Sekar," jawab Lintang. "Arwah Sekar menyuruhku untuk datang ke sini."
Kemuning terkejut. Ia tak percaya dengan apa yang dikatakan Lintang.
"Aku tahu ini sulit dipercaya," kata Lintang, "tapi aku benar-benar bertemu dengan arwah Sekar. Dia menceritakan kisah cintanya padaku dan memintaku untuk menyampaikan pesan padamu."
Kemuning menatap Lintang dengan tatapan menyelidik. "Pesan apa?" tanyanya.
"Sekar ingin kau tahu bahwa ia bahagia dan selalu mencintaimu," jawab Lintang. "Ia juga ingin kau melanjutkan hidupmu dan menemukan kebahagiaanmu sendiri."
Kemuning terdiam sejenak, air mata mulai membasahi pipinya. "Aku... aku selalu mendengar cerita tentang Sekar dari kakekku," ucapnya lirih. "Kakek selalu mengatakan bahwa Sekar adalah cinta sejatinya."
Lintang mengangguk. "Aku tahu," katanya. "Sekar juga mengatakan hal yang sama."
Kemuning menghapus air matanya dan menatap Lintang dengan senyum tipis. "Terima kasih, Lintang," ucapnya. "Kau telah menyampaikan pesan yang sangat penting untukku."
"Sama-sama, Kemuning," jawab Lintang.
Mereka berdua terdiam sejenak, menikmati keindahan alam Bukit Kemuning. Lintang merasakan ada kedamaian dalam hatinya. Ia tahu bahwa ia telah menemukan kebahagiaannya.
"Lintang," panggil Kemuning.
"Ya?" jawab Lintang.
"Apakah kau ingin membantuku mengelola perkebunan teh ini?" tanya Kemuning.
Lintang terkejut. Ia tak menyangka bahwa Kemuning akan menawarkan pekerjaan padanya.
"Aku... aku tidak tahu apa-apa tentang perkebunan teh," ucap Lintang ragu.
"Aku akan mengajarimu," jawab Kemuning. "Aku yakin kau akan cepat belajar."
Lintang terdiam sejenak, menimbang-nimbang tawaran Kemuning. Ia merasa ini adalah kesempatan yang baik untuk memulai hidup baru.
"Baiklah, aku terima tawaranmu," jawab Lintang akhirnya.
Kemuning tersenyum lebar. "Aku senang mendengarnya," ucapnya.
Sejak saat itu, Lintang dan Kemuning bekerja sama mengelola perkebunan teh Bukit Kemuning. Lintang belajar banyak tentang perkebunan teh dari Kemuning. Ia juga menggunakan keahlian fotografinya untuk mempromosikan perkebunan teh itu.
Perkebunan teh Bukit Kemuning semakin terkenal dan sukses. Lintang dan Kemuning menjadi kaya raya. Namun, kekayaan itu tak membuat mereka lupa diri. Mereka tetap rendah hati dan selalu membantu orang lain.
Lintang dan Kemuning semakin dekat. Mereka saling mencintai. Namun, mereka tak berani mengungkapkan perasaan mereka. Mereka takut merusak persahabatan mereka.
Suatu malam, Lintang dan Kemuning duduk bersama di depan gubuk Sekar. Mereka memandangi bintang-bintang di langit.
"Kemuning," panggil Lintang.
"Ya?" jawab Kemuning.
"Aku ingin mengatakan sesuatu padamu," ucap Lintang gugup.
"Katakanlah," jawab Kemuning.
"Aku... aku mencintaimu, Kemuning," ucap Lintang akhirnya.
Kemuning terkejut. Ia tak menyangka bahwa Lintang mencintainya.
"Aku juga mencintaimu, Lintang," jawab Kemuning.
Lintang dan Kemuning saling berpandangan. Mereka tersenyum.
"Apakah kau bersedia menjadi istriku?" tanya Lintang.
Kemuning mengangguk. "Aku bersedia," jawabnya.
Lintang dan Kemuning berpelukan. Mereka merasa bahagia. Mereka tahu bahwa mereka telah menemukan cinta sejati mereka.
Lintang dan Kemuning menikah di Bukit Kemuning. Pernikahan mereka dihadiri oleh seluruh penduduk desa. Mereka merayakan pernikahan itu dengan meriah.
Setelah menikah, Lintang dan Kemuning hidup bahagia. Mereka memiliki banyak anak dan cucu. Mereka selalu saling mencintai dan menyayangi.
Lintang tak pernah melupakan Sekar. Ia selalu mengenang Sekar dalam hatinya. Ia tahu bahwa Sekar telah membawanya pada kebahagiaan.
Suatu hari, Lintang dan Kemuning mengunjungi gubuk Sekar. Mereka duduk di depan alat tenun Sekar, dan memandangi kain tenun yang ada di tangan Lintang.
"Kain tenun ini adalah simbol cinta sejati," ucap Lintang.
"Iya, benar," jawab Kemuning. "Cinta yang abadi."
Mereka berdua tersenyum. Mereka tahu bahwa cinta sejati itu memang ada. Cinta yang bisa melampaui batas dunia dan waktu.
Di Bukit Kemuning, senandung arwah Sekar terus berbisik di antara desau angin. Senandung tentang cinta yang abadi, cinta yang penuh dengan penderitaan, namun juga cinta yang membawa kebahagiaan.
TAMAT