Malam ini hujan turun sangat deras, bahkan membuatku yang berada di dalam kamar bisa merasakan hawa dingin yang tercipta karena hujan.
Aku yang sedang membaca novel kesukaanku harus menggunakan selimut karena suhu yang terasa. Sejujurnya aku merasa cukup bosan karena sendirian di rumah.
Keluargaku sedang berada di luar karena adikku yang tiba-tiba ingin membeli mainan. Anak itu memang cukup merepotkan, padahal dia tahu hujan pasti akan turun hari ini.
Aku pun memutuskan untuk pergi ke dapur dan membuat mie dengan tambahan telur di atasnya. "Mmm, enak banget!"
"Mama sama papa kok lama ya, padahal udah dari tadi sore keluarnya. Mana gunturnya gede banget lagi suaranya."
Saat mencuci mangkok, tiba-tiba aku mendengar seseorang memanggil namaku.
"Kirana!" Entah aku yang salah dengar atau memang itu suara mama? Tapi, kenapa aku tidak tahu kalau mama sudah datang?
"Ma!? Mama dimana!?"
"Kirana!" Sekali lagi suara mama terdengar
"Mama kapan datang? Kok aku nggak tahu ya?"
Suara itu terdengar dari kamarku. Tetapi saat aku masuk ke dalam kamar, aku tidak melihat siapa-siapa di sana. Tiba-tiba ada sesuatu yang menetes dari atas. Apa ini? Apakah ini darah?
Aku pun mendongak dan melihat sosok yang mirip dengan mama tetapi dengan kepala yang terbalik dan pinggang yang bengkok sedang merangkak di plafon rumahku.
"AAAAAAA."
"Kirana, kamu sudah sadar?" Saat aku membuka mataku, aku melihat mama, papa, serta adikku yang sedang memasang raut khawatir.
"Mama kapan pulang?" Itu adalah kalimat yang pertama kali melintas di benakku saat melihat mama.
"Setengah jam yang lalu, tapi bukannya disambut senyuman malah disambut sama tubuh kamu yang kaku."
"Kamu sebenarnya kenapa? Kok bisa kayak tadi?"
Karena pertanyaan dari mama, aku kembali teringat dengan makhluk aneh yang menyerupai mama tersebut, "Tadi aku ngelihat makhluk aneh ma, tapi dia mirip sama mama."
Papa yang mendengar hal tersebut langsung menegurku, "Jangan ngada-ngada kamu, bikin adik kamu takut aja."
"Beneran pa, aku nggak bohong."
"Kalau kakak takut, gimana kalau aku tidur sama kakak hari ini?" Setelah mendengar hal tersebut dari adikku, aku pun dengan cepat langsung menyetujui ucapannya.
Walaupun malam ini aku ditemani oleh adikku, tapi aku tetap tidak bisa menutup mataku dan pergi ke alam mimpi. Entah kenapa perasaanku mengatakan bahwa aku harus keluar dari rumah ini sekarang juga.
Saat hendak turun dari kasur, tiba-tiba adikku terbangun dari tidurnya. "Kakak mau kemana?" Entah ini hanya halusinasiku atau bukan, tapi aku seperti melihat bahwa pakaiannya berlumuran darah.
"Kakak mau ke kamar mandi, kamu kenapa bangun?"
"Aku anter ya? Kakak jangan sampai ketemu sama papa dan mama"
"Memangnya kenapa?"
"Nggak apa-apa, ayo aku antar." Aneh sekali, biasanya dia paling tidak suka kalau ke kamar mandi malam-malam karena takut. Tidak mungkinkan dia tiba-tiba menjadi pria sejati yang tidak kenal takut?
Aku pun pergi ke kamar mandi dan menyuruhnya untuk berjaga di depan. Saat selesai, adikku tidak terlihat di sekitar kamar mandi. Kemana dia? Jangan bilang dia sudah kembali duluan ke kamar. Aku sudah menduga hal ini, mana mungkin anak itu menjadi pemberani dalam semalam.
Saat akan membuka pintu kamar, tiba-tiba aku merasa ada seseorang di belakangku. Sial, jangan lagi!
Aku sangat amat ketakutan sekarang, bahkan rasanya aku tidak bisa menggerakkan tubuhku barang se inci pun. Aku benar-benar benci dengan keadaan seperti ini. Bahkan sekarang aku bisa merasakan makhluk itu semakin mendekat.
Aku pun memberanikan diri untuk melihat "makhluk" yang ada dibelakangku. Ternyata itu adalah mama, huft untung saja!
"Sayang, kamu kenapa pucat begitu?" Mama meraih tanganku yang terasa dingin sekali.
"MAMA, AKU KIRA MAMA HANTU TADI!" Ucapku dengan suara yang kencang karena takut dan lega disaat yang bersamaan.
"Mana ada hantu sih di zaman sekarang, mama ke sini cuma mau bilang, adikmu katanya mau tidur di kamar mama sama papa. Jadi kamu tidur sendiri, nggak apa-apa kan?"
"Kalau gitu mama yang tidur sama aku ya? Biarin aja adek sama papa di sana" bujukku dengan wajah memelas.
"Kamu ini. Sudah besar juga, masih aja penakut kayak anak kecil. Yasudah, mama temani tidurnya." Mamapun langsung masuk ke kamar, aku dengan senang hati mengikuti mama dan tidur di sampingnya.
Benar-benar nyaman, sudah lama aku tidak tidur dengan mama. "Ma, aku boleh nggak tidur sambil peluk mama?"
"Boleh dong, sini mama peluk" aku pun langsung masuk ke pelukan mama, mencoba mencari kehangatan yang sangat aku rindukan.
"Badan mama kenapa dingin banget?" Tanyaku khawatir, tidak biasanya mama sedingin ini.
"Mungkin karena cuacanya lebih dingin dari biasanya sayang, apalagi mama tadi keluar kan." Dipikir-pikir, itu masuk akal juga sih.
"Sayang."
"Iya ma." Entah kenapa aku sangat gugup saat mama memanggilku. Aku merasa seperti hal paling menakutkan dalam hidupku akan terjadi, tapi aku tidak tahu apa itu.
"Kalau semisal nanti kamu sendirian karena kami bertiga pergi, kamu berani tidak sayang?"
Sendiri?
Pergi?
Maksud mama apa? Jangan bilang mereka mau liburan tanpa aku. Nggak, nggak boleh.
"Maksudnya kalian mau pergi liburan tanpa aku gitu?" Tanyaku dengan nada jengkel.
"Anggap saja seperti itu, tapi dengan waktu yang sangat amat lama, kamu sanggup kan?"
"Kalau mama sama papa ngasih aku uang buat belanja sih aku sanggup kayaknya. Tapi kenapa nggak ngajak aku?"
"Awalnya mama sama papa mau ngajak kamu, tapi kayaknya kita nggak sanggup buat ngelakuin itu. Tapi satu hal yang harus kamu tahu, kami sayang banget sama kamu. Jadi, jaga diri kamu baik-baik. Lanjutkan kehidupan kamu dengan bahagia walaupun kami tidak ada di sini ya."
"Kenapa mama ngomongnya kayak mau ngebuang aku sih. Jangan bikin aku takut gini dong ma. Aku juga sayang kok sama kalian." Ucapan mama semakin membuat perasaanku campur aduk, seakan-akan kenyataan pahit akan datang saat ini juga.
Tiba-tiba terdengar ketukan di pintu masuk utama. Siapa yang malam-malam bertamu? Jangan bilang pencuri? Atau mungkin hantu? Tidak-tidak, jangan parno dulu Kirana.
"Kayaknya ada yang dateng, mama minta tolong kamu buat bukain pintunya ya?"
"Loh, kenapa harus aku?" Tanyaku kebingungan disertai perasaan gugup
"Siapa tahu penting, buka aja. Cepetan."
Aku merasa, jika aku menuruti perkataan mama, maka mereka akan menghilang sekarang juga. Menyebalkan, aku benar-benar gelisah. Dengan enggan, aku berjalan ke arah pintu dan membukanya perlahan. Untungnya itu adalah pak Wisnu, tetanggaku.
"Kirana, kenapa kamu susah sekali dihubungi? Cepat ikut bapak ke rumah sakit."
"Rumah sakit? Ngapain ke rumah sakit pak? Emang siapa yang sakit?" Tanyaku bertubi-tubi, jantungku makin berdetak dengan kencang seperti akan keluar dari dalam tubuhku saking kencangnya.
"Orang tua sama adek kamu, udah cepet. Kita nggak punya waktu lagi."
"Ngomong apaan sih pak, orang mereka ada di rumah. Tadi aja saya baru ngomong sama mama saya." Sangkalku dengan suara bergetar.
Karena tidak percaya, aku pun mengecek ke seluruh rumah. Benar saja, mereka tidak ada. Lalu dengan siapa aku bercengkerama sedari tadi?
Pak Wisnu yang kesal pun menarikku, aku hanya pasrah karena terlalu bingung dengan semua hal yang terjadi. Sesampainya di rumah sakit, pak Wisnu langsung mengajakku ke kamar mayat. Aku melihat 3 orang yang tertutup kain.
Tubuhku berjalan mendekat ke salah satu bangsal dan membuka kain penutup tersebut dengan tangan bergetar. Duniaku rasanya runtuh setelah melihat orang tersebut ternyata adikku, berlumuran darah dengan kaki yang bengkok.
Aku menangis, mencoba mencerna semuanya. Dengan memberanikan diri, aku membuka kain penutup di bangsal kedua. Itu mama, persis seperti hantu yang aku lihat di plafon saat itu. Dan di bangsal ketiga, terisi papa dengan wajah setengah hancur dan tubuh penuh darahnya. Aku limbung dan akhirnya pingsan karena stimulasi berlebihan yang ku dapatkan secara tiba-tiba.
Setelah terbangun, dokter langsung memberikan penjelasan mengenai kejadian yang menimpa keluargaku. Ternyata saat mereka hendak pulang, dari arah lain sebuah truk melaju dengan kecepatan tinggi hingga akhirnya menabrak mobil mereka saat hujan turun.
Pihak kepolisian bahkan rumah sakit sudah mencoba menghubungi ku, tapi tidak ada jawaban sama sekali. Jadi mereka mencoba mencari alternatif lain dan akhirnya menghubungi tetanggaku.
Sekarang aku mengerti dengan kata "pergi jauh" dan "sangat amat lama" yang mama ucapkan. Aku mengerti kenapa mama bilang tidak sanggup mengajakku bersama mereka.
Beberapa hari kemudian, aku melakukan upacara kremasi untuk keluargaku. Walaupun rasanya sangat berat karena harus ditinggal oleh tiga orang sekaligus.
Sekarang tidak ada yang bisa aku ajak bicara mengenai hari-hariku di sekolah, tidak ada yang mengantarku dan membelikanku makanan sepulang dari kantor. Tidak ada yang bisa aku jahili dan aku ajak bercanda. Semuanya lenyap dalam semalam. Bahkan aku tidak bisa melihat senyum bangga mereka di hari wisudaku nantinya.
"Mah, pah, aku bakalan lanjutin hidup aku dengan baik dan buat kalian bangga di sana. Aku janji bakal selalu inget sama kalian dengan nonton video kebersamaan kita. Kalian yang tenang di sana ya."
Sekarang aku hanya fokus belajar, menonton video kebersamaan kita, menangis, dan mencoba mengalihkan perasaan rindu yang semakin lama semakin menumpuk.
TAMAT
Renjunblubuks2
02-11-2025
Halo kakak-kakak, aku baru pertama kali nulis cerita. Semoga kalian semua suka ya. Kritik dan saran dipersilakan, terima kasih 😊