Hancur... bagaikan pecahan kaca yang remuk, serpihannya bahkan kini tak berbentuk.
Sebulan lalu bahkan senyuman itu masih milikku, akan tetapi segalanya berubah setelah dia hadir dalam hidupmu.
Kata manis dan lembut itu entah sejak kapan berubah menjadi duri tajam yang seolah bisa mengoyak jantungku kapan saja.
Apakah semua itu hanya topeng kepalsuan?
Apakah benih cinta yang aku tanam itu hanya semu?
Terdampar dalam palung kerinduan tak bertepi.
Terkikis oleh goresan batu karang yang perlahan mulai lebur. Entah kenapa kekosongan ini begitu dalam menenggelamkanku.
Terpenjara dalam sunyi, ruang dan waktu ini bagaikan rantai tebal yang mengekangku.
Ingatkah kamu, saat jari kelingking kita saling bertautan?
Kala itu gerimis yang terbungkus pelangi menjadi mata dan telinga saat janji antara dua hati terikat.
Tidak akan mengkhianati!
Tidak akan melukai!
Tapi kenapa?
Kenapa waktu dan pertemuan singkat itu mengubahmu?
Dirimu yang terasa dekat bagaikan bunyi nadi yang berdetak.
Entah sejak kapan terasa begitu jauh.
Jika hati dan jiwamu tidak ada di sini, untuk apa kamu bertahan?
Aku tidak membutuhkan tubuh tanpa nyawa.
Menatap langit biru, aku melihat awan putih beriak saat tertiup angin.
Saat senja mulai tenggelam, saat itulah aku sadar, mungkin sudah waktunya untuk mengikhlaskan.