I. Senja di Balik Topeng
Sully Elara Moon adalah gadis dengan senyum paling ramah yang pernah ada. Senyum itu seolah perisai, tameng sempurna dari dunia yang tak pernah sudi menerima. Sejak kecil, ia terbiasa menjadi tempat sampah emosi—dibully teman, bahkan dianggap aneh oleh keluarga sendiri. Baginya, meminta maaf meski tak salah jauh lebih mudah daripada menanggung rasa bersalah yang tak tertahankan. Ini bukan kebaikan, ini hanyalah mekanisme bertahan hidup seorang anak yang tak enakan—sifat yang perlahan menggerogoti jiwanya.
Di balik dinding kamar, Sully sering menangis, menatap bulan lewat jendela. Benda langit itu—bersama namanya sendiri, Elara Moon—adalah satu-satunya saksi dan ketenangan yang ia punya. Ia adalah anak sulung dari lima bersaudara. Michelle, Rheana, Rhevan, dan Eryx. Dari mereka semua, hanya Rheana Vale Aislyn, adiknya yang nomor tiga, yang melihat lebih dari sekadar senyum.
Rheana dan Sully adalah sepasang ‘aneh’ yang sefrekuensi. Rheana, si ekstrovert yang kelewat batas, sering menguras energi Sully. Namun, Sully tak pernah benar-benar keberatan. Ia tahu, di dunia yang gelap, Rheana adalah lilin kecilnya.
“Gua rasa, lu itu 70% introvert deh, Kak. Sisanya topeng lu doang,” celetuk Rheana suatu kali. Sully cuma senyum tipis, "Mungkin, Na. Tapi buat lu, gua selalu kakak lu yang paling rusuh, ya?" Mereka tertawa. Tawa yang, bagi Sully, terasa seperti oasis di tengah gurun.
Rumah mereka bukanlah tempat yang hangat. Tugas rumah selalu jadi jatah Sully. Sementara ia lelah memasak dan berbelanja, orang tuanya sibuk dengan ponsel, dan makanan Sully berakhir basi. Orang tua Sully hanya menyayangi adik-adiknya. Sully—anak sulung yang dianggap sudah 'besar'—tak lagi disentuh manja.
“Udah gede, ngapain manja?” kata Mama.
Sully hanya ingin merasakan pelukan. Bahkan, sapaan hangat dari adiknya pun sudah cukup. Tapi yang ada hanyalah pertengkaran, dan Sully selalu yang disalahkan. Capek. Lelah. Namun, ia tidak bisa pergi. Mereka adalah keluarganya.
“Gua capek, Na. Tapi tanpa mereka… gua ga bisa hidup,” bisik Sully pada Rheana. Rheana hanya menggenggam tangan kakaknya erat.
Suatu malam, Sully mencoba keluar untuk sekadar menikmati udara. Namun, pintu rumah seolah menjadi gerbang neraka.
“Heh, lu mau ke mana? Pacaran sama preman? Jangan macam-macam, ya. Kalo ada masalah, tanggung sendiri! Mama sama Papa gak mau ikutan!” omel Papanya. Sully hanya diam.
Lalu, adik-adiknya muncul.
“Hey, kamu!”
Sully tercekat. Memanggil orang yang lebih tua dengan sebutan 'kamu'? Siapa yang mengajari?
"HEH! SIAPA YANG NGAJARIN LU MANGGIL KAKAK LU KAYAK GITU, HAH?! KAKAK GAK PERNAH NGAJARIN!"
Belum sempat menyelesaikan teriakannya, sebuah tamparan keras mendarat di pipinya. PLAK!
Pandangan Sully kabur. Ia memegang pipinya, menatap mata Papanya yang dipenuhi amarah. Mama hanya menonton dari jauh. Rheana, yang baru pulang, terkejut, segera menarik Sully dan membawanya menjauh.
Air mata yang jatuh malam itu terasa panas, bukan karena marah, tapi karena Sully menyadari bahwa ia tidak memiliki siapa-siapa di dalam rumahnya sendiri.
II. Luka Lama dan Impian Tinggi
Sejak TK hingga SMP, hidup Sully adalah rangkaian kisah perundungan. Kulit kusam, rambut tak terawat, dan tubuh kurus. Di kelas 1 SD, ia pernah dikeroyok di belakang kelas. Trauma membuatnya sering bolos. Kelas 5, ia ditampar Helen, teman sebangkunya sendiri.
“LU PUNYA MASALAH APA SAMA GUA, HAH?” teriak Sully saat itu.
Helen malah tertawa, menarik rambutnya, dan membantingnya. Sully didorong, dan di situlah ia kena hajar dari kawan-kawan Helen. Ia lupa, mereka berempat, dan dia sendirian.
SMP malah lebih parah. Ia memakai masker untuk menutupi wajahnya, dan itu malah jadi bahan ejekan.
Suatu hari, ia dikurung di kamar mandi saat pelajaran dimulai. Maskernya ditarik paksa dan diinjak-injak. Ia hanya bisa menangis tertahan, lalu berteriak sekencang-kencangnya.
"Kenapa harus gua? Kenapa?" bisiknya, menatap masker yang kotor. Tapi ia tetap memakainya. Ia harus. Wajah tanpa masker adalah wajah yang lemah, wajah yang akan dihancurkan.
Kini, di bangku kelas 11 SMA, berusia 16 tahun, Sully memegang erat satu impian: Menjadi idol K-Pop terkenal di Korea Selatan. Sukses adalah satu-satunya cara untuk membuktikan bahwa rasa sakit itu tidak sia-sia.
Setiap hari, ia membersihkan rumah dan menyiapkan sarapan sebelum berangkat. Setelah pulang sekolah, ia langsung menuju taman kosong yang jauh dari rumah dan sekolah. Di sana, ia berlatih vokal dan dance sendirian.
Suatu sore, Rheana, yang kebetulan pulang dari membeli martabak, melihat sosok familiar di taman sepi itu. Ia mengendap. Benar, itu Sully.
Rheana menangis diam-diam. Kakaknya berlatih keras, lusuh, dan kotor, demi impian yang tak diketahui siapapun. Sementara Rheana selalu berpakaian bagus, Sully harus berjuang mencari uang sendiri.
"Gua harus bantu Kak Sully. Dia ga pantas sendiri kayak gini," batin Rheana, dan ia mulai diam-diam menabung uang untuk kakaknya.
III. D-Day dan Tragedi Terkunci
Sully melihat pengumuman audisi online agensi Big 3. Ia senang, melupakan semua hinaan, dan fokus berlatih. Seminggu menjelang H-5 audisi online, cobaan datang.
“PAPA GAK IZININ LU IKUT AUDISI PALSU ITU! SETELAH LULUS SMA, PAPA BAKAL JODOHKAN LU KE ANAK TEMEN PAPA. PAHAM!”
Sully terkejut, berlari ke kamar, dan menangis. Dijodohkan? Tidak! Masa depannya sudah ia rancang sendiri.
Pada D-Day, Sully berhasil mendaftar dan mengirim semua file. Kelelahan membuatnya tertidur. Saat bangun, ponselnya berbunyi. Tiba-tiba, Mama masuk, merebut ponsel itu, karena tahu Sully sudah mendaftar.
Saat Sully berhasil merebutnya kembali, Mama membaca notifikasi di layar: "SELAMAT, ANDA LOLOS KE TAHAP 2 AUDISI."
Mama terkejut, merebut kembali ponsel Sully, dan bergegas pergi. “Ma, balikin! Apa-apaan sih main ambil gitu aja!” Sully memohon. Tapi ia terlalu lelah. Mama tak mendengarkan, malah mengunci Sully di kamar.
Sully ambruk. Stres dan kelelahan membuatnya pingsan.
Malamnya, ia terbangun karena mendengar suara ramai di bawah. Ia mencobanya, namun pintu masih terkunci. Tiba-tiba, ia mendengar orang tuanya berbicara dengan orang asing, menggunakan bahasa yang tak asing di telinganya.
Sully segera menelpon Rheana, yang kebetulan sedang dalam perjalanan pulang dari bank, setelah mencairkan uang yang selama ini ia tabung untuk kakaknya ke Korea.
Rheana sampai, melihat mobil besar dan keramaian. Ia masuk lewat belakang, langsung lari ke kamar kakaknya.
“Kak, di bawah rame banget,” bisik Rheana sambil membuka kunci pintu.
“Iya, gua tau.”
Rheana melihat Sully yang pucat, tetapi feeling-nya kuat. Ia segera merias Sully secantik mungkin.
Ketika mereka turun, orang-orang asing itu terkejut. Visual Sully sangat memikat, unik, dan simetris—terbilang "mahal" untuk seorang idol. Salah satu dari mereka, wanita bertopi dan masker hitam, menyapa, “Hi, are you Sully?”
“Yes, I'm Sully. Sorry, who are you?” jawab Sully, menggunakan kemampuan Bahasa Inggrisnya yang mumpuni.
Singkat cerita, orang-orang itu adalah staf agensi Big 3. Sully dinyatakan lolos tanpa harus melalui tahap 2. Visualnya yang unik, meski sempat kusam, kini telah pulih berkat perawatan dari uang yang diam-diam diberikan Rheana.
IV. Bintang yang Jatuh
Sully sukses menjalankan masa trainee selama 3 tahun 3 bulan. Ia debut bersama grup SWIZZY sebagai lead dancer dan sub-vocalist, bahkan menjadi song writer untuk dua lagu di album debut mereka. Ia sukses. Dikenal. Dicintai.
Orang tua Sully masih membencinya, terlalu malu untuk mengucapkan selamat. Hanya Rheana yang bangga hingga menangis terharu.
Dua minggu setelah debut yang sukses, Sully melakukan live streaming, lima hari sebelum ulang tahunnya, menjanjikan kejutan untuk fans.
Keesokan harinya, saat fan meeting di Busan, Sully sedang tidak enak badan. Suaranya serak. Ia fals saat tampil. Beberapa penonton kecewa, namun itu hal biasa.
Malamnya saat fan sign, Sully mulai merasakan keanehan. Tak ada hadiah yang diberikan padanya. Beberapa fans bahkan melewatinya. Ia merasa trauma.
Empat hari sebelum ulang tahunnya, Sully membaca artikel online yang sedang panas: "SULLY DARI GRUP SWIZZY DIRUMORKAN ADALAH SEORANG PEMBULLY SAAT MASA SMP DULU."
Ia terkejut. Itu palsu! Tapi, para member segera datang, menanyakan kebenaran.
“Lu pernah bully orang?” tanya salah satu member.
“Gak! Itu artikel palsu!” Sully membantah tegas.
Leader menunjukkan foto yang terlampir di artikel. Foto Sully menendang anak lain, dikerubungi banyak orang. Sully tak bisa berkata-kata. Para member dan CEO sempat percaya Sully. Namun, kabar itu terus memanas. Foto-foto palsu semakin tersebar.
Dua hari kemudian, di pengadilan, Sully dinyatakan bersalah karena terbukti mem-bully anak-anak SMP. Sully hanya bisa memejamkan mata.
Sehari sebelum ulang tahunnya, Sully terkurung di kamar, menatap kosong. Wajah pucat, tidak mau makan, tertawa sendiri, lalu menangis lagi. Rambutnya rontok memenuhi bantal.
Di sisi lain, Rheana terus mencoba menghubungi, namun Sully tak peduli. Leader masuk ke kamar, terkejut melihat kondisi Sully yang sudah seperti orang dengan gangguan jiwa. Ia hanya bisa membersihkan kamar, lalu meninggalkan Sully sendirian.
Malam harinya, tepat pukul 23:00 KST. Sully mengunci kamar, membuka lebar jendela di lantai 7, dan memulai Live Instagram di akun baru. Rambut acak-acakan, mata sembab, ia terlihat tidak normal.
Rheana, yang sedang di stasiun bis, menonton live itu dan menangis histeris. “Gapapa, ini filmnya bikin nangis,” jawabnya pada orang di sampingnya.
Sementara itu, orang tua dan adik-adik Sully di rumah malah mencibir.
"Hadehh, ngapain nonton ini, buang-buang waktu. Mending kita ke mall, Pah," kata Mama. Adik-adiknya tertawa, "Haha, ngapain sih dia live kayak gitu? Lebay banget kayak ODGJ. Kita screenshot trus jadiin stiker!"
V. Teka-teki Bulan
Pukul 23:47 KST. Sully terdiam di live, air mata terus mengalir. Tiba-tiba, ia menoleh ke luar jendela. Bulan purnama bersinar terang.
Itu mengingatkannya pada masa kecil, saat ia merayakan ulang tahun, dan diajak melihat bintang dan bulan. Ia berdiri, linglung.
Semua idol, artis, dan para member SWIZZY menonton live itu dengan cemas. Member SWIZZY, yang sedang dalam perjalanan membelikan hadiah, melihat Sully berdiri menghadap jendela. Ada yang aneh. Mereka segera memacu mobil.
Pukul 23:58 KST. Sully menghilang sebentar dari kamera. Saat kembali, ia membawa pisau. Tepat ketika ia mengangkat pisau ke lehernya, live itu mendadak mati. Baterai ponsel habis. Sully tak menyadarinya. Ia hanya berdiri lemas di atas jendela.
Rheana berlari pulang tanpa menunggu bis, sambil menghubungi orang tuanya. CEO agensi, yang kebetulan sedang berada di dekat apartemen, bersama staf, mencoba mendobrak pintu kamar Sully.
Tepat pukul 23:59 KST, Sully terjatuh dari lantai 7. Lehernya terluka karena goresan pisau.
Bersamaan dengan jatuhnya Sully, pintu kamar berhasil didobrak. CEO itu terkejut. Sully sudah tidak ada.
VI. Peristirahatan di Bawah Bulan
Keesokan harinya, berita muncul di mana-mana: "SULLY DARI MEMBER SWIZZY DIKABARKAN TELAH MENINGGAL DUNIA KARENA BUNUH DIRI DI APARTEMENNYA DI SEOUL."
Rheana menangis tanpa henti. Para member tampil di publik dengan kacamata hitam. Orang tua dan adik-adik Sully terlihat biasa saja.
Jenazah Sully akan diotopsi dan dikirim ke rumahnya di Indonesia. Namun, para member SWIZZY tidak setuju.
Leader grup berbicara kepada ahli: jenazah Sully harus dimakamkan di tempat yang luas, lapang, dan tepat di bawah bulan. Sebuah tempat rahasia yang tak bisa diakses semua orang.
Keesokan harinya, Rheana datang ke pemakaman kakaknya, dibiayai oleh para member.
Di batu nisan, ada ukiran sederhana. Sebuah pesan yang ditemukan di buku harian terakhir Sully, yang menjelaskan mengapa pemakaman itu harus di bawah bulan:
“Kalau nanti ada kehidupan setelah ini… aku cuma pengen hidup di tempat yang tenang.
Tempat di mana malamnya selalu terang oleh bintang dan bulan, tempat di mana aku bisa bernapas tanpa rasa takut, tanpa harus berpura-pura baik-baik aja.
Aku pengen tinggal di rumah kecil yang disinari cahaya bulan—bulan yang namanya sama kayak aku.
Aku pengen denger lagi tawa adik-adikku, dan lihat senyuman orang tuaku yang hangat kepadaku.
Dan jika bisa memeluk, aku pengen peluk mereka setiap hari… tanpa ada rasa canggung satu sama lain.
Aku pengen ngerasain hidup yang damai, tanpa takut salah, tanpa ngerasa sendirian, dan tanpa omongan jelek orang lain.
Dan kalau masih bisa… aku pengen lanjutkan karirku sebagai idol K-Pop lagi, bareng grup yang udah aku anggap keluarga keduaku — SWIZZY.
Bareng para member yang selalu anggap aku kayak saudara sendiri, yang pernah bikin aku ngerasa berharga walau cuma sebentar.
Terima kasih ya buat para member yang udah anggap aku keluarga kalian.
Ternyata dua minggu menjadi idol bersama kalian itu sangat berharga ya bagi aku.
Aku bener-bener bersyukur pernah ngerasain momen seindah itu, walau sebentar.
Makasih juga buat semuanya yang pernah baik sama aku.
Kalau suatu malam nanti kalian liat bulan bersinar lebih terang dari biasanya, tolong pandang sebentar aja…
mungkin itu aku — masih di sana, nyanyi di antara bintang, sambil senyum liat kalian dari langit yang berbeda. 🌙 ”
Sully
VII. Plot Twist dan Teka-Teki
Setelah upacara pemakaman yang tenang, Rheana mendekati Leader SWIZZY.
“Kak, kenapa foto yang di pengadilan itu… Sully gak bisa bantah?” tanya Rheana, matanya masih sembab.
Leader menghela napas. "Itu teka-teki, Na. Kami semua bingung kenapa Sully gak ngomong. Tapi waktu di apartemen, setelah Sully tiada, kami nemu surat di balik lukisan bulan di kamarnya. Surat itu dari Helen, teman sebangku Sully waktu SD."
Rheana terdiam.
“Isinya… Helen bilang, dia yang sebarin semua foto palsu itu, dan dia juga yang lapor ke agensi. Semua fitnah itu... Helen. Tapi yang paling aneh, di akhir surat itu ada kode angka.”
Leader memberikan selembar kertas lusuh: 15-08-01.
“Gua yakin Sully nemu surat ini pas dia udah down banget, mungkin di saat ia live tadi malam. Dia sengaja gak bilang, supaya fitnah itu gak merembet ke Rheana.”
Rheana mengerutkan dahi. "Kenapa ke gua?"
“Kami selidiki foto Sully menendang anak orang. Bukan Sully pelakunya, Na. Tapi… lu. 15-08-01 itu tanggal lahir lu. Tanggal lahir Sully itu 12-04-01. Sully yang mengambil alih kesalahan lu sewaktu SMP dan SD, Na," kata Leader pelan.
"Semua pembullyan waktu SD... itu bukan untuk Sully, tapi karena Sully selalu melindungi lu, padahal lu yang buat masalah. Sully dibully karena lu,"
Rheana Vale Aislyn adalah anak yang sebenarnya bermasalah. Ia terlalu extrovert, tapi sering kali kelewat batas dan melakukan kesalahan kecil, yang sering dibayar mahal oleh Sully. Sully yang tak enakan, selalu tersenyum, dan selalu mengalah, memutuskan untuk mengambil alih semua kesalahan adiknya, termasuk insiden perkelahian yang menyebabkan foto itu tersebar, agar Rheana tidak dihina dan dicap buruk oleh keluarga dan dunia. Sully ingin Rheana bahagia.
Rheana terhuyung, air matanya kini bercampur dengan rasa bersalah yang tak terhingga. Tangisnya pecah. Selama ini, ia pikir Sully melindunginya. Ternyata, Sully adalah tamengnya. Sully mengorbankan diri, dihina dan dibully, demi keselamatan nama adiknya.
Sully Elara Moon — gadis yang hidup dalam topeng senyum, selalu menganggap dirinya insecure dan tidak berharga, memilih untuk mati demi memastikan satu-satunya orang yang ia sayang, Rheana, tetap bersih di mata dunia. Kematiannya bukan hanya karena fitnah, tapi karena pengorbanan terakhir seorang kakak yang paling menderita.
Sad Ending: Sulli meninggal, namun di balik itu terungkap plot twist gelap bahwa ia meninggal karena pengorbanan terhadap adiknya.