Aku masih ingat hari itu — langit biru muda, suara musik dari panggung utama, dan riuh tepuk tangan yang terdengar dari lapangan besar di antara dua sekolah: satu Sekolah Dasar, satu lagi Sekolah Menengah.
Aku berdiri di balkon lantai atas, diam menatap ke arah panggung di bawah sana. Di antara gemerlap lampu dan suara riuh itu, aku melihatmu.
Kau berdiri di tengah sorotan cahaya, dengan senyum yang bahkan dari jauh pun terasa hangat. Aku tak tahu siapa namamu waktu itu — hanya seseorang yang entah bagaimana, meninggalkan kesan yang terlalu dalam untuk disebut sekadar “kagum.”
Aku pikir waktu akan menghapusnya.
Tapi ternyata tidak.
Bahkan setelah bertahun-tahun, bayangan itu tetap muncul di kepalaku — seperti gema yang menolak pergi.
Kini aku sudah di sekolah yang sama denganmu. Tak lagi melihat dari balkon, tapi berjalan di lorong yang sama, menghirup udara pagi yang sama, menatap langit yang sama.
Dan saat akhirnya aku tahu namamu, hatiku terasa aneh. Seolah menemukan potongan puzzle yang dulu sempat hilang, tapi tak tahu harus diletakkan di mana.
Aku pernah berpikir — mungkin, kalau aku cukup berani, semuanya bisa berbeda. Tapi aku selalu menunda, selalu menahan.
Bukan karena takut ditolak, tapi karena terlalu takut untuk kehilangan sesuatu yang bahkan belum pernah aku miliki.
Lalu, waktu mempermainkan segalanya.
Temanku… jatuh cinta padamu.
Dan yang lebih menyakitkan — kau mencintainya juga.
Aku tersenyum waktu tahu itu. Senyum yang kaku, tapi cukup meyakinkan untuk menutupi luka kecil di dadaku. Aku mencoba berkata pada diri sendiri,
> “Mungkin ini cuma rasa kagum. Mungkin memang seharusnya begini.”
Tapi malam-malam setelah itu terasa panjang. Ada rasa bersalah, ada sesak yang tak punya tempat untuk pulang. Aku mulai menulis lagi, hanya untuk mengurai kalimat yang tak pernah sempat kuucapkan padamu.
Dan malam ini, aku kembali ke tempat itu — balkon lantai atas, tempat pertama kali aku melihatmu. Lapangan kini sepi, panggung sudah lama dibongkar, tapi aku masih bisa membayangkanmu di sana… di bawah lampu-lampu yang berpendar.
Kau mungkin tak pernah tahu.
Bahwa ada seseorang yang dulu menatapmu dari jauh, mencintaimu dalam diam, dan perlahan belajar melepaskanmu dengan cara yang lembut.
Sebab tidak semua cinta harus memiliki akhir bahagia.
Beberapa cinta hanya diciptakan untuk dikenang —
seperti lagu yang berhenti di tengah nada,atau kenangan yang hidup abadi di sudut hati.
> Aku menyukaimu sejak pertengahan Desember 2024,
dan aku belajar melupakanmu di Oktober 2025.
Sampai jumpa, cinta keduaku.🌙