> “I’m sorry for having a crush on you.”
Aku bahkan nggak tahu sejak kapan semuanya mulai terasa berat.
Awalnya cuma rasa kagum biasa — kayak melihat langit sore yang tenang, tapi lama-lama aku tenggelam di warnanya.
Aku menyukainya, tapi dia menyukai orang lain.
Dan yang lebih menyakitkan, orang yang dia cintai… sedang mencintainya juga.
Mereka saling menatap, saling tertawa, seolah dunia hanya milik mereka berdua.
Sementara aku?
Aku cuma bayangan yang berdiri sedikit lebih jauh.
Dia nggak tahu ada seseorang yang diam-diam mendoakan kebahagiaannya setiap malam.
Dia nggak tahu ada satu perempuan yang selalu tersenyum pura-pura, padahal hatinya retak pelan-pelan.
Sekarang aku capek.
Capek berharap, capek menunggu, capek berandai-andai kalau suatu hari dia akan melihat ke arahku.
Aku harus belajar melupakannya, bahkan sebelum sempat memilikinya.
Karena mencintai dalam diam itu indah… sampai kamu sadar, diam juga bisa melukai.
_
(The Second Goodbye)
I knew him.
I liked him even before I knew his name.
Aku masih ingat hari itu—
di sebuah acara sekolah, antara dua bangunan yang dipisahkan oleh lapangan besar dan taman bunga yang bermekaran di tengahnya.
Di sebelah kiri, sekolah dasar; di sebelah kanan, tempatku berada sekarang—SMP.
Dari balkon lantai atas SD itu, aku melihatnya tampil di panggung.
Dia menawan… dan entah kenapa, mataku nggak bisa berpaling.
Sejak hari itu, aku selalu penasaran siapa namanya.
Dan takdir seperti sengaja bermain-main—beberapa bulan kemudian, aku masuk ke sekolah yang sama dengannya.
Bulan Agustus 2025, aku akhirnya tahu namanya.
Namanya sederhana, tapi setiap kali kudengar, jantungku berdegup sedikit lebih cepat.
Lalu Oktober datang…
dan ternyata, temanku menyukai dia.
Aku diam.
Aku tahu aku nggak seharusnya merasa cemburu, tapi hatiku menolak untuk diam saja.
Lucu, ya? Aku menyukai seseorang yang bahkan nggak tahu kalau aku ada, dan sekarang aku harus berpura-pura ikut bahagia demi temanku sendiri.
Jadi aku memilih memendam semuanya.
Karena aku tahu, jika aku terus melawan perasaanku, satu-satunya yang akan terluka… hanyalah aku sendiri.
Kau tahu?
Gadis yang hatinya patah berkali-kali, lama-lama nggak akan percaya lagi pada yang namanya cinta.
Dia belajar tersenyum sambil pura-pura kuat.
Belajar melepaskan bahkan sebelum sempat menggenggam.
Aku menyukaimu sejak pertengahan Desember 2024…
dan aku belajar melupakanmu di Oktober 2025.
Sampai jumpa, My Second Love.
Mungkin di dunia ini, kita ditakdirkan hanya untuk saling lihat dari jauh —
bukan untuk saling memiliki. 🌧️
_
(She’s Healing, But She Still Remembers)
Waktu berjalan pelan, tapi terus maju.
Aku pun ikut bergerak, meski dengan langkah kecil yang kadang masih goyah.
Aku nggak lagi memikirkannya setiap hari… tapi kadang, namanya masih mampir di pikiranku, tanpa izin.
Kadang aku masih lihat punggungnya di lorong sekolah, dan hatiku terasa aneh—bukan sakit, tapi juga belum benar-benar sembuh.
Temanku masih bersamanya, dan aku mencoba tersenyum setiap kali melihat mereka tertawa bersama.
Bukan karena aku udah nggak peduli… tapi karena aku belajar bahwa cinta sejati nggak harus memiliki.
Aku belajar menyukai matahari lagi, tanpa berharap dia menatap balik.
Belajar mencintai diriku sendiri, bukan karena seseorang mengabaikanku, tapi karena aku pantas untuk disayangi.
Aku pernah menyukainya, diam-diam, dengan perasaan yang tulus.
Dan meski akhirnya aku harus melupakannya, aku nggak menyesal pernah jatuh cinta.
Sekarang aku baik-baik saja.
Aku masih ingat semuanya, tapi kali ini tanpa air mata.
Aku telah berpisah dari masa laluku—
bukan karena aku benar-benar melupakan,
tapi karena aku akhirnya bisa berdamai dengan kenangan itu.
> “She’s healing, slowly…but she still remembers.” 🌷