Aku tumbuh di rumah yang tak pernah benar-benar diam.
Bukan karena televisi yang keras, tapi karena suara yang lebih tajam dari itu — suara dua orang yang seharusnya saling mencintai, tapi justru saling melukai dengan kata-kata.
Waktu kecil, aku sering menutup telinga dengan bantal setiap malam.
Kadang aku berharap bisa menekan tombol mute pada kehidupan — agar teriakan dan piring pecah tak lagi jadi lagu pengantar tidurku.
Setiap pagi, mereka tetap bertingkah seperti tak terjadi apa-apa.
Ayah menyiapkan kopi, Ibu memasak nasi, dan aku berpura-pura percaya bahwa semua baik-baik saja.
Tapi aku tahu, setiap sendok yang beradu dengan piring itu membawa sisa kemarahan yang belum sempat selesai semalam.
Aku tumbuh di antara dua orang yang sama-sama ingin dimengerti, tapi tak mau mengalah.
Mereka selalu ingin menang — dan aku jadi saksi kekalahan mereka berdua.
Ketika remaja, aku mulai jarang bicara.
Aku takut suara kecilku bisa memicu perang baru.
Jadi aku belajar menjadi tenang, bukan karena damai, tapi karena terbiasa.
Aku belajar menahan tangis, bukan karena kuat, tapi karena tak ada tempat aman untuk menangis.
Hingga akhirnya aku dewasa, meninggalkan rumah itu dengan langkah berat.
Tapi anehnya, meski tubuhku jauh, suaranya tetap tertinggal di kepala.
Kadang, saat aku bertengkar dengan seseorang, aku mendengar nada yang sama seperti dulu — keras, dingin, dan ingin menang.
Saat itu aku sadar, sebagian dari luka itu hidup di dalam diriku.
Kini aku mulai belajar lagi.
Belajar bahwa mencintai tak harus selalu benar.
Bahwa kadang mengalah bukan berarti kalah.
Bahwa rumah bukan sekadar tembok dan atap, tapi hati yang bersedia mendengarkan.
Aku tidak tahu apakah mereka kini masih saling berteriak atau sudah lelah.
Tapi aku tahu satu hal —
Jika suatu hari aku punya rumah sendiri, aku ingin rumah itu tenang.
Bukan karena tak ada suara, tapi karena setiap kata diucapkan dengan kasih, bukan amarah.
---
Pesan moral:
Tidak semua anak tumbuh di rumah yang hangat, tapi setiap anak bisa memilih untuk tidak mewariskan luka yang sama.
---