"Rizky tidak ingin meninggalkan rumah. Ia menangis saat ibunya memasukkan pakaiannya ke dalam tas. 'Kenapa aku harus mondok, Bu?' tanya Rizky dengan mata berkaca-kaca.
Ibu merangkulnya erat. 'Kamu harus belajar mandiri, Nak. Papa dan Mama tidak selalu ada di sampingmu.'
Rizky tidak puas dengan jawaban itu. Ia merasa tidak siap untuk berpisah dengan keluarganya. Saat tiba di sekolah, Rizky merasa sedih dan kesepian. Ia tidak mengenal siapa pun di sana.
Tapi, saat makan siang, Rizky bertemu dengan seorang anak laki-laki yang ramah. 'Halo, aku Fadil. Kamu siapa?' tanya Fadil dengan senyum.
Rizky perlahan-lahan membuka diri. Ia dan Fadil menjadi akrab, bermain bersama, dan belajar bersama. Rizky mulai menikmati waktu di sekolah.
Suatu hari, saat liburan, Rizky pulang ke rumah. Ibunya menyambutnya dengan gembira. 'Bagaimana sekolahnya, Nak?' tanya ibu.
Rizky tersenyum. 'Seru, Bu. Aku punya teman baik, Fadil. Aku tidak sedih lagi mondok.'
Ibu tersenyum, memeluk Rizky erat. 'Aku bangga padamu, Nak. Kamu sudah belajar menjadi mandiri.'"