Tubuh yang menggigil itu lagi? Dibalik selimut menyembunyikan ketakutan dalam diri, bagaimana mungkin ini terjadi setiap malamnya? Ada apa? Nafas yang tersengal-sengal terasa di udara dengan langit-langit dingin dan mencekam, nafasnya tercekat saat mendengar suara derit pintu. Jantungnya berdebar kencang dan ia menahan nafasnya agar tidak tertangkap, sebuah tangan menarik selimut dan meraih pundaknya.
Selimut itu terbuka!
"Luna!"
Luna tersentak terkejut dan merasa lega saat mengetahui ternyata itu adalah ibunya.
"Luna, ini sudah malam. Apa yang kamu lakukan dibalik selimut? Kamu tidak bisa tidur lagi?" tanya ibu Luna dengan khawatir.
Luna segera menenangkan dirinya dan merapihkan rambutnya yang berantakan karena keringat.
"Ya, Bu. Aku merasa takut." jawab Luna.
"Lain kali berdoalah sebelum tidur, sudah sekarang tidurlah." ibu tersenyum dan keluar dari kamar Luna.
Luna menghela nafas dan mengucap istighfar, ia bersiap untuk kembali tidur dan kali ini ia tidak lupa membaca doa sebelum tidur. Keesokan paginya, Luna bangun pagi-pagi dengan segar bersiap untuk pergi sekolah. Setelah selesai mandi dan berpakaian, ia turun untuk sarapan bersama. Kakak laki-laki Luna yaitu Sebastian sedang menyantap roti lapisnya sembari mengobrol dengan Ayah, Ibu yang sedang menyiapkan roti lapis dan melihat Luna langsung menyapanya.
"Selamat pagi sayang, bagaimana perasaanmu pagi ini?" sapa ibu pada Luna sambil tersenyum.
"Lebih baik, Bu" balas Luna dengan senyuman.
Luna menarik kursi untuk duduk bersama yang lainnya, ia merasa penasaran apa yang dibicarakan Ayah dan kakaknya. Karena penasaran, pada akhirnya ia bertanya.
"Sebenarnya apasih yang kalian bicarakan? Kenapa tidak mengajakku?" tanya Luna sembari cemberut.
"Ingin tahu saja, urus saja makananmu." ucap Sebastian dengan seringai di wajahnya.
Karena hal itu, Luna menjadi kesal. Ayah hanya bisa tertawa kecil melihat pertikaian kecil kedua anaknya.
"Sebenarnya kita berdua sedang membicarakan tentang kakakmu, Luna." ucap Ayah dengan tenang.
"Membicarakan tentang apa?", tanya Luna penasaran.
"Dia akan mengikuti pertandingan basket di sekolahnya." balas Ayah.
Mendengar hal itu membuat Luna tertawa terbahak-bahak sembari menggelengkan kepalanya.
"Hahaha! Serius ayah? Dia? Haha! Aku tidak percaya ini, dia bahkan sering bolos latihan. Serius? Seperti tidak mungkin sih." ujarnya di antara tawa yang belum juga reda.
Sebastian mendengus kesal dan memutar bola matanya karena jengkel dengan ejekan adiknya.
"Lihat saja nanti jika kamu membutuhkan ku untuk membantumu mengerjakan tugas." ucap Sebastian sambil mengangkat alisnya mengejek.
Beberapa saat kemudian, setelah pertikaian kecil di ruang makan itu keduanya pergi ke sekolah bersama di antarkan oleh ayah. Karena mereka satu sekolah itulah mengapa mereka berangkat bersama, Luna yang menduduki bangku kelas 8 dan kakaknya Sebastian kelas 12.
Setelah kesunyian sepanjang perjalanan, akhirnya mobil ayah berhenti di depan gerbang sekolah menandakan mereka telah sampai di sekolah. Sebastian melompat keluar membuat Luna kesal karena guncangan.
"Kebiasaan sekali ih, kak Sebastian!" ucap Luna dengan kesal.
Sebastian hanya menjulurkan lidahnya mengejek dan berlari pergi masuk ke dalam sekolah, meninggalkan Luna. Luna yang melihat itu langsung ikut berlari mengejarnya dan kebetulan bel sekolah sudah berbunyi menandakan jam pertama dimulai.
Setelah pelajaran pertama selesai, akhirnya istirahat juga. Luna bersama teman-temannya pergi ke kantin untuk mencari beberapa jajanan, Luna merasa sangat mengantuk karena tadi malam ia tidur terlambat lagi karena gangguan tengah malam.
Setelah dari kantin dan kembali ke kelas, Luna makan dengan lemas. Menyandarkan kepalanya meja belajar berniat tidur sebentar sambil menunggu jam pelajaran selanjutnya.
Luna memejamkan matanya terlelap dalam mimpi, di dalam mimpi tersebut Luna mendapati dirinya sedang tertidur di samping seseorang yang bertubuh besar dan gelap, jari-jarinya panjang mendekap tubuh Luna.
Luna tersentak terbangun dari tidurnya.
"Astaghfirullah!" ucap Luna dengan dahi yang berkeringat dan nafas yang terengah-engah.
Teman-temannya Luna terkejut melihatnya seperti itu, mereka mulai menenangkan Luna dengan mengusap punggungnya dan memberinya minum.
Beberapa saat kemudian, Luna berdoa di kelas bersiap untuk pulang. Setelah berdoa, Luna bergegas pergi meninggalkan kelas dan mencari kakaknya Sebastian. Setelah menemukan Sebastian, Luna segera menghampirinya dan menepuk pundaknya.
Sebastian yang terkejut dengan refleks langsung berbalik dan menatap Luna.
"Eh! Kamu membuatku kaget." ucapnya dengan kesal.
Luna hanya menyeringai kecil dan ikut berjalan bersama kakaknya, mereka bergegas lari dengan cepat saat melihat ayah mereka sudah sampai di gerbang sekolah untuk menjemput.
Sebastian membuka pintu mobil dan melompat masuk membuat Luna tersenggol, dengan kesal Luna mendorongnya dan duduk di sampingnya.
Beberapa saat kemudian, setelah perjalanan akhirnya mereka sampai di rumah dan langsung memasuki rumah. Saat melangkah masuk ke dalam rumah, mereka mengucapkan salam.
"Assalamualaikum." Ucap keduanya dengan serentak.
Mereka berdua pun pergi ke kamar masing-masing untuk mengganti pakaian, setelah selesai mengganti pakaian mereka pergi ke ruangg makan untuk makan malam bersama.
Setelah makan malam, Luna dan Sebastian pergi ke kamar masing-masing untuk mengerjakan tugas sekolah. Saat sedang fokus mengerjakan tugas sekolah, Luna mendengar suara lirih memanggil namanya.
"Luna..Luna.."
Luna yang mendengar itu tertawa kecil dan menghela nafas mengira bahwa itu adalah kakaknya yang usil. Luna membalas dengan candaan.
"Ha..Ha.." ucapnya meniru suara itu.
Setelah Luna menirukan suara tersebut, tiba-tiba semuanya sunyi dan hawanya dingin. Luna mendongak ke atas untuk melihat pendingin ruangan di kamarnya menyala atau tidak, saat Luna lihat ternyata pendingin ruangan di kamarnya tidak menyala. Luna mengerutkan keningnya dan berteriak dari kamarnya.
"Kak Sebastian! Tidak lucu ah! Jangan ganggu aku!" ucap Luna dengan kesal.
Tiba-tiba ada suara hentakan kaki yang bergema di depan pintu kamar Luna.
"Dumm!! Dumm!! Dumm!!"
Entah kenapa saat mendengar suara itu Luna merasa gelisah dan dengan terburu-buru ia melompat ke kasur menyelimuti tubuhnya, Luna menggigil di bawah selimut. Matanya ditutup rapat-rapat, bibirnya menggigil, dahinya berkeringat, telinganya terasa sakit karna berdenging.
Keesokan paginya, Luna terbangun dengan rambut berantakan dan wajah yang pucat karena ketakutan. Luna pergi ke kamar mandi untuk membasuh wajah, saat sedang membasuh wajah, Luna berkedip menatap cermin di hadapannya. Matanya membelalak terkejut melihat ada sosok hitam di belakangnya! Luna langsung membasuh wajahnya lagi berharap ia hanya sedang berhalusinasi karena kejadian tadi malam.
Kali ini saat Luna membuka matanya, sosok hitam itu sudah tidak ada lagi. Ia menghela nafas lega dan bergumam pelan.
"Hufft..Apa itu tadi?"
Luna pun menghiraukan hal tersebut, kedua orangtua Luna harus pergi untuk urusan pekerjaan jadi dia hanya berdua dengan kakaknya Sebastian. Sebastian sangat sibuk dengan latihan basketnya, saat sore hari dia meminta izin kepada Luna untuk pergi latihan basket.
"Aku mau pergi untuk latihan, kemungkinan aku akan pulang agak malam karena harus mengantarkan temanku untuk terapi." ucapnya sebelum pergi.
Luna menghela nafas dan mengangguk, "Ya, pergilah."
Setelah Sebastian pergi, Luna berjalan ke dapur dan melihat lihat sekeliling. Ia berpikir untuk membuat cemilan untuknya, ia mulai menyiapkan bahan-bahan untuk membuat kukis.
Saat sedang mengaduk adonan, tiba-tiba mangkok di meja belakangnya terjatuh.
"Bruk!!"
Luna tersentak dan berbalik untuk melihat apa yang terjadi, ia berjongkok untuk mengambil mangkok yang jatuh itu. Saat sedang mengambil mangkok itu, ia melihat ada kaki besar hitam berbulu dibawah kolong meja itu.
Ia terkejut! Langsung terjatuh ke belakang, bibirnya menggigil, wajahnya pucat karena takut. Luna menutup matanya rapat-rapat dan mengucap istighfar.
"Astaghfirullah.. Ya Allah, tolong hamba." katanya dengan nafas yang tersengal-sengal.
Luna membuka matanya dan melihat kaki itu sudah tidak ada, ia berdiri dan melanjutkan pekerjaan dalam membuat kukis.
Setelah membuat adonan, Luna menuangkan taburan cokelat diatas kukisnya. Ia membuat 5 kukis, setelah menaburi cokelat, Luna memasukkan adonannya ke dalam pemanggang roti.
Luna menunggu di ruang tamu sembari menonton televisi, ia mendengar suara bola basket yang dipantulkan di atas kamar kakaknya.
Luna berteriak dan meminta kakaknya untuk tidak berisik.
"Kak Sebastian! Jangan berisik deh, ini sudah magrib!" ucap Luna dengan kesal, saat itu hari sudah menjelang malam.
Tapi semakin Luna protes suara itu semakin keras.
"Duk!! Duk!! Duk!!"
Luna mengerutkan keningnya dengan kesal, ia hendak berteriak sekali lagi tapi terhenti. Luna baru teringat bahwa kakaknya Sebastian tidak dirumah dan ia sendirian di rumah itu, nafas Luna tercekat dan jantungnya berdebar kencang.
"Siapa itu..?" kata Luna dengan nafas yang tersengal-sengal.
Luna berlari ke atas untuk memeriksa, saat ia membuka pintu. Suara itu berhenti dan kamar itu kosong gelap, Luna melirik sekitar memperhatikan. Saat Luna sedang memeriksa kamar, pemanggang roti di dapur berbunyi menandakan kukis Luna sudah matang.
Luna bergegas turun untuk memeriksa, saat sampai di dapur ia langsung mengeluarkan nya kukisnya dari pemanggang roti. Ia terkejut saat melihat itu, bukankah dia membuat 5 kukis? Tapi hanya ada 4 kukis di dalam wadah!
Luna menghiraukan hal tersebut karena sudah banyak kejadian aneh yang terjadi hari ini, ia kembali ke ruang tamu untuk menyantap kukisnya sembari menonton televisi.
Setelah selesai, suara adzan magrib terdengar. Luna tersadar belakangan ini ia jarang sekali shalatt karena malas, itu bisa saja salah satu akibatnya ia diganggu oleh jin dan setan dirumah.
Luna pergi untuk mengambil wudhu dan melaksanakan shalat magrib, setelah mengambil wudhu. Luna pergi ke kamar untuk melaksanakan shalat, di saat sujud terakhirnya Luna berdoa.
Selesai melaksanakan shalat, Luna berdoa kepada Allah SWT sembari meminta maaf karena ia sering mengabaikan panggilannya untuk beribadah.
"Ya Allah, maafkan Luna karena sering melalaikan ibadah dan melupakan kewajiban sebagai seorang muslim." Ucap Luna sembari meneteskan airmata.
Setelah selesai, tiba-tiba Luna mendengar pintu rumah terbuka dan kakaknya Sebastian pulang. Luna tersenyum merasa senang ia tidak lagi sendirian.
Luna bergegas turun dan memeluk kakaknya, "Luna takut sendirian."
Sebastian tersenyum dan membalas pelukan adiknya, "Aku disini sekarang, ayo kita makan malam." ujar Sebastian menenangkan adiknya.
Sejak saat itu Luna tidak lagi mendapat gangguan-gangguan malam hari lagi, ia tidak melalaikan ibadah lagi dan selalu berdoa setiap menjelang tidur.