~Rasa yang Tak Bernama~
Aku mengenalnya saat hari-hariku masih tenang. Saat hidup berjalan datar seperti permukaan air sebelum angin datang. Tidak ada firasat, tidak ada pertanda. Dia hanyalah satu dari banyaknya bintang yang kutemui di langit malam.
Kami berada dalam lingkungan yang sama, bertemu dalam lingkaran pertemanan yang serupa, tapi kami tetap seperti dua dunia yang berbeda, dipisahkan oleh keyakinan yang tak bisa kami samakan, yang menjadi jarak dan batas antara kami.
Kupikir dunia ini terlalu luas untuk mempertemukan kami. Tapi ternyata, takdir punya caranya sendiri. Tanpa sengaja, kami bertemu kembali, seperti dua bintang yang terlempar kembali ke orbit yang sama, tanpa sadar menapaki jalan yang sama menuju ketidakpastian.
Aku tak tahu kapan semuanya berubah. Dari percakapan kecil hingga tawa yang tak lagi canggung, batas-batas perlahan hilang. Seperti udara yang tak bisa kutolak untuk terus kuhirup. Tanpa sadar, aku mulai menunggunya, mencarinya, bahkan merindunya, dan entah sejak kapan ada sesuatu yang tumbuh.
Namun di tengah semua kedekatan itu, ada bisikan kecil yang tak bisa aku abaikan. Sebuah rasa takut yang samar tapi nyata, seperti bayangan yang terus mengikuti bahkan saat tak ada cahaya. Ada hal-hal yang sejak awal ditulis untuk tetap menjadi rahasia. Dan entah mengapa, setiap kali menatap matanya, aku merasa sedang mencintai sesuatu yang pada akhirnya harus kulepaskan.