Jovita dan Farel, dua hati yang terpaut jarak ribuan kilometer dan perbedaan keyakinan. Jovita, seorang mahasiswi Kristen yang tengah menimba ilmu di Tiongkok, dan Farel, seorang pemuda Muslim yang bekerja di Kalimantan. Cinta mereka tumbuh di tengah segala keterbatasan, sebuah kisah tentang perjuangan, pengorbanan, dan harapan.
Setiap malam, Jovita dan Farel menyempatkan diri untuk berbicara, berbagi cerita tentang hari-hari mereka. Jovita bercerita tentang sulitnya belajar bahasa Mandarin dan kerinduannya pada masakan Indonesia. Farel bercerita tentang pekerjaannya di perkebunan sawit dan keindahan alam Kalimantan yang memukau. Mereka saling menguatkan dan mengingatkan bahwa jarak hanyalah ujian sementara.
"Rel, kamu lagi apa?" Suara Jovita memecah lamunan Farel. Nada cerianya selalu berhasil menghangatkan hatinya.
"Lagi mikirin kamu, Jov. Hujan di sini, jadi makin kangen," jawab Farel, berusaha menyembunyikan nada sendu.
"Sabar ya, Sayang. Aku juga kangen banget. Tunggu aku lulus,semoga bisa dekat kamu," kata Jovita, penuh harap.
Farel tersenyum. Jovita selalu punya cara untuk memberikan semangat. Namun, ada ganjalan yang tak bisa ia ungkapkan. Perbedaan agama mereka. Jovita seorang Kristen yang taat, Farel seorang Muslim yang berusaha menjalankan kewajibannya.
Namun, LDR bukanlah taman bunga. Jovita bergulat dengan tugas kuliah, tekanan orang tua yang menginginkannya fokus belajar. Farel berjuang memenuhi target perusahaan, membantu keluarga di kampung. Waktu untuk sekadar menyapa pun terasa mewah.
"Maaf ya, Jov, akhir-akhir ini jarang kabarin. Sinyal di sini kayak hantu, hilang hilangan," suara Farel terdengar berat.
"Nggak apa, Rel. Aku ngerti kok. Kamu jaga diri ya," balas Jovita, berusaha menahan sesak di dada.
Suatu malam, Farel memberanikan diri mengungkapkan kegelisahannya.
"Jov, aku sayang banget sama kamu. Tapi.., kita beda..."
Jovita terdiam sejenak. "Aku tahu, Rel. Aku juga sering mikirin itu. Tapi, aku percaya, cinta kita lebih besar dari perbedaan itu."
"Tapi, bagaimana dengan keluarga kita? Apa mereka bisa menerima?" tanya Farel, suaranya tercekat.
"Kita hadapi sama-sama, Ya Rel. Kita buktikan, cinta kita itu tulus dan bisa membawa kebaikan," jawab Jovita, penuh keyakinan...
Suatu malam, Jovita memberanikan diri berbicara pada ibunya tentang Farel. Reaksi yang didapat tak sesuai harapan.
"Jovita, Ibu nggak larang kamu berteman sama siapa saja. Tapi, untuk hubungan serius, pikirkan baik-baik. Beda keyakinan itu nggak mudah," kata ibunya, lembut namun tegas.
Jovita terdiam. Ia tahu, ibunya hanya ingin yang terbaik. Tapi, hatinya tak bisa berbohong.
Hari-hari berlalu, diisi dengan obrolan singkat di tengah kesibukan masing-masing. Jovita belajar keras untuk meraih mimpinya, Farel bekerja tanpa lelah untuk masa depan mereka. Mereka saling menguatkan, saling mendoakan.
Suatu malam, pertengkaran pecah. Jovita merasa Farel tak cukup berjuang. Farel merasa Jovita tak mengerti betapa sulitnya situasinya.
"Mungkin kita emang nggak bisa, Rel. Terlalu banyak bedanya," Jovita berucap lirih.
"Jangan gitu, Jov. Aku sayang kamu. Aku akan cari jalan," balas Farel, putus asa.
Setelah pertengkaran itu, mereka merenung. Jovita mencoba memahami latar belakang Farel. Farel mencari tahu tentang Kristen, menghormati keyakinan Jovita.
Mereka sadar, cinta saja tak cukup. Butuh kompromi, pengertian, dan kesabaran ekstra. Mereka memutuskan tetap bersama, namun dengan ekspektasi realistis.
Jovita tak lagi menuntut perhatian berlebih. Farel berusaha menyempatkan waktu, meski hanya sekadar pesan singkat. Mereka sepakat tak memaksakan keyakinan masing-masing.
Hubungan mereka tak lagi seindah dulu, namun lebih dewasa. Mereka belajar menerima perbedaan, fokus pada persamaan. Mereka tahu, perjalanan masih panjang, penuh tantangan. Namun, mereka bertekad menghadapinya bersama.
Suatu ketika, Jovita menemukan foto Farel yang sedang berwudhu. Di saat yang sama, ia teringat dirinya saat dibaptis, air suci membasahi kepalanya. Ia membayangkan, ketika air wudhu bertemu dengan air baptis, yang ada hanyalah air mata. Air mata kerinduan, air mata kebingungan, air mata ketidakberdayaan.
Perjuangan Jovita dan Farel tidaklah mudah. Ada saat-saat di mana mereka merasa lelah dan putus asa. Rasa rindu yang mendalam seringkali membuat mereka ingin menyerah. Namun, cinta mereka terlalu kuat untuk dikalahkan.
Meski banyak rintangan yang menghadang, Jovita dan Farel tetap optimis tentang masa depan mereka. Mereka percaya bahwa cinta sejati akan menemukan jalannya..