Napas terakhir Clara terembus bersamaan dengan gemuruh hujan di luar jendela rumah sakit. Sebulan setelah melahirkan putra pertamanya, Elian, tubuhnya yang lemah menyerah pada komplikasi pasca-melahirkan. Namun, jiwanya menolak pergi. Ia melayang, menyaksikan suaminya, Dion, mendekap mungil Elian dengan wajah yang hancur.
"Aku harus kembali," bisiknya, suaranya tak terdengar. "Aku tidak bisa membiarkan Elian sendirian. Ia butuh aku."
Kekhawatiran itu menjadi rantai yang mengikat jiwanya. Obsesi untuk merawat dan melindungi bayi mungilnya yang baru sebulan menjadi alasan ia menolak kedamaian. Ia memohon kepada semesta, meminta satu kesempatan lagi.
Permohonannya dikabulkan—tetapi tidak persis seperti yang ia bayangkan.
Clara terbangun. Bau disinfektan rumah sakit lenyap, digantikan aroma parfum mahal dan linen sutra. Ia menatap pantulan dirinya di cermin kamar mandi. Wajah itu… bukan wajahnya. Tulang pipi yang lebih tirus, hidung yang lebih mancung, dan mata yang warnanya berubah menjadi abu-abu kehijauan. Ia kini adalah Karina, istri dari seorang pengusaha properti kaya raya bernama Bram.
Lima tahun telah berlalu sejak kematian Clara.
Karina, dengan tubuh barunya, menjalani kehidupan yang mewah namun terasa hampa. Ia memiliki dua anak yang manis, berusia tiga dan empat tahun, yang mencintainya. Tapi hatinya selalu tertinggal di masa lalu, merindukan wajah yang hanya ia ingat dari sekelebat mimpi dan ingatan jiwa. Ia tahu, jauh di lubuk hatinya, ia adalah Clara. Dan ia harus menemukan Elian.
Pencarian Karina dimulai dengan hati-hati. Ia menggunakan koneksi dan harta Bram untuk mencari berita tentang keluarga Dion. Bukan hal yang mudah. Dion telah menjual rumah mereka setelah kepergiannya dan pindah ke lokasi yang dirahasiakan.
Akhirnya, melalui seorang detektif swasta, Karina mendapatkan alamat baru Dion. Ternyata, takdir memainkan lelucon pahit: rumah baru Dion adalah sebuah mansion mewah yang berada di kompleks perumahan elite—kompleks yang sama di mana Karina dan Bram tinggal.
Jantung Karina berdebar tak karuan saat mobil mewah yang dikemudikannya berhenti di depan gerbang besi tinggi milik Dion. Itu adalah kali pertama ia melihat Dion setelah lima tahun. Dion tampak lebih tua, dengan helai perak di rambutnya, tetapi matanya masih menyimpan kesedihan yang sama.
Di halaman, seorang anak laki-laki sedang menendang bola. Ia kurus, tingginya sedang, dan ia memiliki mata besar yang sama seperti dirinya—mata Clara yang sebenarnya. Usianya kini lima tahun.
Elian.
Karina memaksakan senyum ramah dan menekan bel. Ketika seorang pengasuh membuka pintu, Karina memperkenalkan diri sebagai "tetangga baru" dan meminta izin untuk bertemu Dion, alasannya ingin membicarakan masalah lingkungan kompleks.
Akhirnya, ia berada di ruang tamu itu. Ruangan yang asing, tetapi terasa familiar karena keberadaan Dion dan... Elian.
Elian yang penasaran berdiri di ambang pintu, memegang erat celana ayahnya.
"Elian, salim dengan Tante," kata Dion dengan suara lembut.
Anak itu mendekat perlahan. Ketika matanya yang hitam legam bertemu mata abu-abu kehijauan Karina, Elian tersentak. Ia tidak tahu mengapa, tetapi ada kehangatan yang tak terlukiskan dari wanita asing ini.
Karina berlutut. Air mata mulai mendesak di sudut matanya. Ia menahan diri mati-matian. "Halo, Elian," suaranya serak. Ia mengulurkan tangan dan membelai pipi Elian. Sentuhan itu seperti percikan listrik.
Saat Elian merasakan kelembutan sentuhan itu, ia mencondongkan tubuhnya ke depan dan, di luar kebiasaannya pada orang asing, memeluk leher Karina erat-erat.
"Mama..." bisik Elian pelan, kata yang tak pernah ia ucapkan pada pengasuh mana pun. Ia bahkan tidak punya ingatan tentang ibunya. Namun, jiwa kecilnya mengenali getaran jiwa yang sama.
Tubuh Karina menegang. Ia memeluk putranya kembali, erat, sangat erat, tanpa peduli pada Dion yang terkejut di belakangnya. Di saat itu, di dalam pelukan Elian, Karina merasa bahwa lima tahun penderitaan dan penantian telah terbayar lunas. Ia telah kembali. Ia telah menemukan anak itu.
"Ya, Nak," bisiknya, suaranya kini kembali pada nada asli Clara yang hanya bisa ia ingat. "Mama di sini. Mama sudah kembali."
Ia tahu perjalanannya untuk bersama Elian sepenuhnya masih panjang. Ia harus merangkai kebohongan untuk Dion dan bagi suaminya yang sekarang. Tetapi melihat dan memeluk Elian, ia tahu, ia akan melakukan segalanya untuk menjadi bagian dari kehidupan putranya lagi, dalam wujud apa pun yang harus ia kenakan.