"Levin, aku mohon lepaskan aku..."
Viona bersandar di dipan ranjang dengan gaun tidur putih dan selimut tebal penuh akan rajutan kasar. Ia begitu bersusah payah bernapas dengan badannya penuh akan peluh serta tubuh yang benar-benar pucat. Tubuh perempuan itu sangat kurus hingga beberapa siluet tulang dibadannya terlihat oleh mata telanjang.
Levin yang bersimpuh di samping ranjang terus memegang tangan dingin Viona. Wajahnya begitu gelisah, memikirkan segala cara agar kekasihnya kembali sembuh seperti dulu. Di dalam rumah kayu sederhana, kehidupannya bersama Viona hampir sempurna, sebelum penyakit yang tidak diketahui hadir di antara mereka.
"Tidak... aku akan mencari cara agar kau sembuh. Aku yakin kau pasti akan sembuh." Ucap Levin parau.
"Cara bagaimana lagi?" Viona kembali menitikkan air matanya. "Kau sudah melakukan segala cara yang kau bisa. Aku hanya membuat hidupmu berhenti."
"Masih ada jalan lain. Please, jangan menyerah... Aku tidak bisa hidup tanpamu." Levin pun berdiri dan mencium kening Viona.
"Aku akan cari tabib lain dan obat untukmu! Tunggu aku!" Levin langsung pergi dengan pikiran yang terasa ingin meledak.
Saat di luar rumah, Levin langsung menangis pilu. Sebenarnya ia sudah memanggil seluruh tabib di kotanya dan hasilnya mereka tidak tahu penyakit yang di derita Viona. Para tabib hanya meminta agar ia menyerah dan membiarkannya sampai ajal tiba.
Levin tidak rela Viona pergi. Mereka baru membangun keluarga dan kenyataan bahwa segalanya berlangsung pendek menyiksanya. Obat herbal yang diracik dari resep tabib untuk menghilangkan rasa sakit tidak mujarab sama sekali. Malahan Viona semakin kurus akibat semua makan dan minuman selalu di muntahkan.
"Apa kau akan menyerah?"
Levin terkejut melihat sosok pria tua dengan dandanan seorang pemahat. Ia kenal dengan sosok tersebut dan berkata, "Tuan Lance... ada apa kemari?"
Pria itu terkekeh seraya membenarkan kacamata kecil dipangkal hidungnya. "Aku hanya ingin memastikan, apakah kau ksatria Levinathan dari kerajaan Sophinia?"
Mata Levin terbelalak. Sudah lama ia tidak dipanggil nama lengkap sekaligus pangkat kerajaannya. Tuan Lance mendekat, terlihat penasaran dengan dirinya. Pria tua itu tersenyum sambil mengelus lengan levin.
"Sudah, tenang saja, nak. Hanya aku yang tahu identitasmu. Kemungkinan aku tahu sesuatu yang dapat membantu kekasihmu."
Mereka berdua akhirnya duduk di sebilah pohon mati yang sudah ambruk. Keduanya agak menjauh dari rumah Levin, tapi masih terjangkau oleh mata. Tuan Lance memperhatikan Levin yang masih terlihat muram.
"Tuan Lance, seberapa banyak kau tahu akan diriku?"
"Banyak." Pria tua itu mendesah pelan, "Kau buronan kerajaan Sophinia, tapi dilindungi raja saat awal berkelana kesini. Viona... anak dari raja negeri itu, kan?"
Levin tersenyum pahit. "Iya... dan mungkin jalanku salah sampai Viona sakit parah sekarang."
"Jalanmu tidak salah, hanya saja awal dari semua ini yang salah." Sanggah Tuan Lance dan Levin memperhatikan dengan seksama.
"Kau memang salah saat pergi dari pertempuran, sampai-sampai kerajaan Sophinia kehilangan setengah prajurit dan juru perang. Tapi... bukan itu alasan mengapa pada titik ini." Levin terlihat mengingat dengan seksama maksud dari pria tua itu.
Tuan Lance tertawa kecil. "Maaf, Levin. Aku bodoh membuatmu berpikir keras. Ini ada hubungannya dengan kau saat kabur lewat sungai Evelund. Apa kau lupa jika kau kabur bersama 2 orang?"
Levin seketika tersadar. Ia ingat saat berperang melawan monster di daerah tandus, ia kabur bersama 2 prajurit yang cedera. Lalu, ingatannya melompat di mana ia pergi membawa kabur Viona atas izin raja. Kemana 2 orang itu?
"Aku benar-benar tidak ingat sama sekali di mana 2 orang itu?" Yakin Levin kepada Tuan Lance, "Kau tahu ada di sungai Evain dari siapa? Apa prajurit yang ingin menangkapku"
Tuan Lance memberi isyarat untuk tenang kepada Levin. "Kau bisa pergi kemana pun, tapi setelah aku mengatakan ini, pikirkan baik-baik apa yang harus kau lakukan."
Mata mereka beradu, menyalurkan keseriusan satu sama lain. Tuan Lance pun melepas tangan Levin dan berkata, "Sungai Evelund adalah tempat terlarang sejak ratusan tahun dan tidak ada yang selamat keluar dari kawasan itu. Sungai Evelund tempat magis. Jika kau selamat, mungkin kau bisa menemukan obat-obatan langka untuk Viona."
Setelahnya, Levin terus kepikiran dengan maksud Tuan Lance. Selama ia di rumah menjaga Viona, melakukan pekerjaan keras di pinggir kota, dan mencari makanan di hutan, Levin berusaha mengingat bagaimana ia selamat di kawasan sungai Evelund. Kawasan itu memang terkenal menjadi tempat yang dihindari oleh orang-orang, sampai terdengar dari kerajaan lain.
Batinnya terus bertanya, bagaimana jika ia kembali ke sana dan menemukan tanaman yang dapat menyembuhkan Viona?
2 hari kemudian, Levin pun bersiap pergi ke sungai Evain. Viona dititipkan oleh Tuan Lance dan tabib wanita yang sudah dipercaya merahasiakan rumah ini dari orang lain. Perjalanan Levin diterpa oleh berbagai cuaca tidak bersahabat dengan kudanya serta pedang kebanggaan yang sudah lama ia simpan.
Setelah 4 hari, Levin akhirnya sampai di kawasan sungai. Pepohonan lebih rimbun dari hutan biasa hingga cahaya matahari sulit untuk lolos masuk ke sana. Berbagai jamur beracun berwarna-warni menghiasi arah menuju sungai. Levin bisa merasakan betapa sepinya daerah tersebut, seperti tidak ada binatang yang sekedar singgah di sana.
Sampai lah Levin di depan sungai Evelund. Alirannya begitu tenang, air jernih biru toska bagai cermin, dan terlihat begitu sejuk airnya. Keberadaan sungai itu seakan bercahaya diantara pepohonan rimbun. Levin terdiam, ia perlu mencari tanaman yang terlihat tidak beracun untuk dibawa pulang.
"Kau hanya mencari itu saja?"
Suara berat wanita mengejutkan Levin. Laki-laki itu mulai melihat sesosok wanita transparan dari air yang mengapung diatas sungai. Ukurannya lebih besar dibanding manusia biasanya. Wanita itu seperti memakan sebuah gaun dan rambut panjang yang seperti mengalirkan air ke sungai.
"Siapa kau?" Tegas Levin sedikit takut.
Sosok itu tertawa bergema di antara kawasan tersebut, "Sepertinya kau lupa denganku. Aku Dewi Sungai Evelund atau... manusia sepertimu akan bilang monster kawasan ini. Levin... apa kau rindu denganku?"
Levin mengambil pedangnya dan menodong Dewi sungai. Ia berkata, "Aku tidak mengenalmu! Kau jangan macam-macam!"
"Tenang, lah... kau adalah hambaku. Buat apa aku menyakitimu?" Perkataan sosok itu mengaburkan pikiran Levin. Kepalanya begitu pening dengan ilustrasi buram tentang keberadaannya di sini sebelumnya.
"Hamba? Argh... Apa maksudmu?" Desak Levin yang begitu kesakitan dengan kepalanya.
Sosok itu menjukurkan tangannya dan menyentuh kepala Levin yang terasa seperti air es. Denyut dikepala Levin menghilang seketika. Dewi sungai itu mengecilkan ukurannya hingga setara dengan Levin.
"Kau sudah menjadi hambaku sejak kau di sini bersama 2 prajurit tidak berguna itu. Godaan yang kutawarkan kepada mereka ternyata membuatku tidak puas. Sedangkan kau berbeda. Kau kuat, terpandang, dan kau hanya ingin pulang ke kotamu." Sosok itu mulai berjalan mendekat dan Levin mulai mundur.
Tubuh transparan itu tiba-tiba ada dibelakang Levin. Sangat dingin, basah, dan kuat menahan tubuhnya untuk mundur. Levin pun berusaha tenang disaat jantungnya terpompa cepat. "Apa yang kau lakukan pada prajurit itu?"
"Aku tidak melakukan apa-apa. Kau yang menghabisi mereka dan memakan mereka selama tinggal di sini. Karena aku senang kau tunduk padaku, aku membuatmu lupa dan pergi dengan selamat. Hadiah langka yang kuberikan pada manusia lain." Mendengar perkataan itu tepat ditelinganya membuat Levin merinding.
Perutnya terasa bergejolak dan ingatan selama di kawasan ini muncul. Bagaimana ia memakan rekan perangnya mentah-mentah dan jamur beracun yang disantap rakus. Levin akhirnya memuntahkan isi perutnya.
Laki-laki itu membalikkan tubuhnya dan menatap marah dewi tersebut. "Apa yang kau lakukan padaku? Aku yakin itu bukan diriku!"
Sosok itu secara tangkas mengambil pedang Levin dan menusuk tepat dijantung laki-laki itu. Tusukan itu tidak sakit sama sekali dan saat pedang itu lepas dari tubuhnya, lukanya pulih dengan cepat.
"Kau abadi karena kau hambaku. Kau sebenarnya kuat, tangkas, dan ganas jika kau sepenuhnya milikku. Bagaimana Levinathan? Apa kau ingin sepenuhnya menjadi bagianku agar kekasihmu sembuh?"
Levin benar-benar ketakutan mendengar semua informasi ini. Tapi, ketakutan itu terkalahkan ketika bayang-bayang Viona yang pergi meninggalkannya dan ia sendirian di dunia ini. Levin tidak mau orang lain yang menggantikan Viona, ia ingin Viona selalu ada disisinya, selamamya.
"Aku ingin kesembuhan kekasihku seutuhnya. Aku siap untuk menanggung akibatnya demi dia. Biarkan aku hidup bersamanya." Mata Levin berkaca-kaca. Hatinya begitu lemas menerima cobaan demi terus bersama Viona.
Dewi sungai itu tertawa lagi dan mengelus wajah Levin, "Kekuatanku seimbang, sayang. Walaupun Viona sembuh, tapi keburukan lain akan menjadi imbalan. Sama seperti dirimu yang abadi tapi hidup tidak tenang."
"Aku tidak peduli, aku ingin Viona sembuh dan menjadi milikku seutuhnya. Aku tahu hidupku akan rusak, tapi dengan Viona disisiku, itu sebanding!" Yakin Levin dihadapan sosok tersebut.
"Baiklah, Levin... Aku tidak sabar menyantap jiwamu. Aku akan bebas kemana pun dengan tubuhmu dan kujadikan dunia ini untukku!" Sosok tersebut mencekik Levin hingga laki-laki itu menganga.
Dewi itu masuk ke mulut Levin perlahan-lahan seperti air. Laki-laki itu tidak bisa mengontrol tubuhnya dan terus menerima cairan itu seutuhnya. Kesadarannya mulai menguap. Saat Levin berkedip, ia sudah ada di depan rumahnya, dengan puluhan prajurit yang mati mengenaskan di sekitarnya.
Levin dengan panik masuk ke dalam dan mencari Viona. Saat masuk ke kamar, di sana ada Viona yang sekarat ditemani mayat Tuan Lance, tabib, dan prajurit yang sudah membunuh kedua orang titipan Levin sebelumnya.
Levin menangis melihat Viona yang sudah seperti mayat hidup dan lebih kurus dibanding terakhir ia bertemu. Ia pun bersimpuh dihadapan Viona yang sudah kesulitan melihatnya. Levin bingung bagaimana menyembuhkan Viona. Namun bisikan dewi sungai memenuhi pikirannya.
Levin pun mencium bibir Viona sebagai obat penyembuh yang disuruh oleh sosok tersebut. Dewi sungai itu juga bilang bahwa Viona akan abadi bersamanya karena Levin sama saja berbagi sari kehidupannya.
Setelah itu, tubuh Viona perlahan pulih dan kembali seperti semula. Kesadaran Viona hadir, tapi hanya sebentar. Perempuan itu kebingungan, "Levin, aku merasa sangat mengantuk tapi aku sangat takut tidak bisa melihatmu lagi. Apa kau akan menungguku bangun?"
"Ya, selamanya." Jawab Levin yang tidak sanggup melihat Viona yang harus mendapat imbalan.
Viona tersenyum dan menguap sebentar, "Terima kasih Levin. Aku selamanya mencintaimu... dan... milik-mu..."
Seketika tangis Levin pecah. Dunianya terasa sepi saat Viona menutup matanya. Firasat dari dewi sungai itu benar, Viona akan tidur selamanya sampai waktu yang tidak ditentukan.
Kesedihannya yang bergejolak seperti ditahan oleh sesuatu. Ia dan dewi sungai sudah bersatu. Levin harus menerima takdirnya yang lebih buruk dari sebelumnya. Ia akan menjadi monster seutuhnya sebagai alat dewi sungai dan menanti Viona bangkit dari tidurnya.
Levin akan menerima semua ini seperti mimpi buruk panjang, hingga putri tidurnya kembali kepadanya.