Kisah ini dimulai di sebuah desa kecil yang tenang, tersembunyi di balik perbukitan hijau. Nama desa itu adalah Tirta Bening, sebuah tempat yang terkenal dengan mata airnya yang jernih dan tanahnya yang subur. Di sana, hiduplah sepasang kekasih, Puspita dan Jaka, yang saling mencintai. Puspita adalah seorang penenun ulung, sedangkan Jaka adalah seorang petani yang berbakti pada tanah.
Cinta mereka begitu murni, seperti mata air desa itu sendiri. Mereka berjanji akan menikah setelah panen tiba, membangun sebuah gubuk kecil di pinggir sawah, dan membesarkan anak-anak mereka di sana. Namun, takdir berkata lain.
Suatu hari, seorang saudagar kaya bernama Arya datang ke desa itu. Ia terpesona oleh kecantikan Puspita dan langsung menginginkannya. Ia mencoba merayu Puspita dengan harta dan janji-janji kemewahan, tetapi Puspita menolaknya. Ia setia pada cintanya kepada Jaka.
Arya, yang terbiasa mendapatkan apa pun yang ia inginkan, tidak terima penolakan itu. Ia murka. Dengan kekuasaannya, ia menjebak Jaka. Jaka dituduh mencuri hasil panen Arya, sebuah tuduhan yang tak berdasar. Tanpa ada yang bisa membela, Jaka dihukum cambuk di depan seluruh penduduk desa.
Jaka, dengan sisa-sisa kekuatannya, menatap Puspita. Matanya memancarkan kesedihan mendalam dan permohonan maaf. Ia berjanji akan kembali dan membalas dendam pada Arya, sebelum akhirnya ia menghembuskan napas terakhir. Puspita menjerit histeris. Hatinya hancur berkeping-keping, dan ia bersumpah akan menuntut keadilan.
Namun, Arya tak memberi Puspita kesempatan. Ia menculik Puspita dan memaksanya untuk menjadi istrinya. Puspita, yang hatinya sudah mati, tidak pernah mau menerima Arya. Ia menjalani hidup dengan penderitaan, dan pada suatu malam, ia mengakhiri hidupnya dengan menceburkan diri ke dalam mata air Tirta Bening, tempat di mana ia dan Jaka pertama kali mengukir janji suci.
Ia mati, tetapi arwahnya tidak tenang. Arwahnya menunggu. Menunggu Jaka kembali untuk memenuhi janji mereka. Ia menjadi arwah penjaga, yang menjaga Tirta Bening, menanti reinkarnasi dari Jaka.
Ratusan tahun berlalu. Desa Tirta Bening kini telah menjadi kota modern yang ramai. Mata airnya telah berubah menjadi kolam buatan di sebuah taman kota, dikelilingi oleh gedung-gedung pencakar langit.
Di kota itu, hiduplah seorang arsitek muda bernama Fajar. Ia adalah sosok yang cerdas dan berbakat, tetapi ia sering merasa kosong. Ia sering bermimpi aneh tentang seorang wanita yang sedang menenun, dan seorang pria yang berlutut di tanah. Mimpi-mimpi itu terasa begitu nyata, tetapi ia tidak pernah bisa mengingat wajah mereka.
Suatu hari, Fajar mendapatkan proyek besar untuk merenovasi taman kota yang memiliki kolam kuno itu. Ia langsung merasa ada ikatan yang kuat dengan tempat itu. Saat ia menginjakkan kaki di tepi kolam, ia merasakan sensasi dingin yang familiar, seolah-olah ia pernah berada di sana sebelumnya.
Di sana, ia bertemu dengan seorang wanita muda yang merawat taman itu, namanya Mentari. Mentari adalah seorang penata kebun yang lembut dan ramah. Saat mata mereka bertemu, sebuah kejutan kecil mengalir di antara mereka. Fajar merasa seolah ia telah mengenal Mentari sepanjang hidupnya. Mentari merasakan hal yang sama. Ia merasa begitu nyaman dan tenang di dekat Fajar.
Mereka mulai bekerja sama dalam proyek itu. Fajar merancang taman, dan Mentari menatanya. Hubungan mereka berkembang menjadi lebih dari sekadar rekan kerja. Mereka jatuh cinta.
Suatu malam, saat mereka sedang makan malam, Fajar menceritakan mimpi-mimpi anehnya. Mentari mendengarkan dengan saksama. "Mimpi itu seperti bayangan dari kehidupan lain," kata Mentari, dengan tatapan yang dalam.
Fajar tidak mengerti, tetapi ia merasakan firasat aneh.
Di sisi lain kota, seorang pengusaha bernama Arga hidup dalam kekayaan dan kemewahan. Ia memiliki segalanya, tetapi ia tidak pernah merasa bahagia. Ia adalah pewaris perusahaan besar yang didirikan oleh leluhurnya, yang bernama Arya. Arga memiliki karakter yang mirip dengan leluhurnya: serakah, egois, dan kejam. Ia tidak segan-segan menyingkirkan siapa pun yang menghalangi jalannya.
Ia adalah saingan utama Fajar dalam proyek renovasi taman. Arga ingin membeli tanah di sekitar taman dan membangun pusat perbelanjaan besar. Fajar menolak untuk menjualnya. Ia memiliki firasat bahwa tempat itu tidak boleh disentuh.
Ketegangan antara Fajar dan Arga meningkat. Arga, yang terbiasa mendapatkan apa pun yang ia inginkan, mulai menggunakan cara-cara kotor untuk menyingkirkan Fajar. Ia memfitnah Fajar, merusak reputasinya, dan mencoba merusak proyeknya.
Fajar merasa putus asa. Ia tahu ia tidak bisa melawan Arga sendirian. Ia merasa seperti ia sedang mengulangi kesalahan dari kehidupan sebelumnya, tetapi ia tidak tahu mengapa.
Suatu malam, saat Fajar dan Mentari sedang bekerja lembur di taman, sebuah badai datang. Hujan turun dengan deras, dan angin berembus kencang. Mereka mencari perlindungan di bawah pohon besar di dekat kolam.
Tiba-tiba, sebuah petir menyambar pohon itu, dan pohon itu tumbang. Saat pohon itu jatuh, sebuah kotak kayu kuno yang tersembunyi di akarnya terbuka. Di dalamnya, ada sebuah guci kuno dan gulungan kertas yang sudah menguning.
Dengan tangan gemetar, Fajar dan Mentari membuka gulungan kertas itu. Di dalamnya, ada catatan sejarah tentang desa Tirta Bening, cerita tentang seorang saudagar kaya bernama Arya, seorang petani bernama Jaka, dan seorang penenun bernama Puspita. Mereka membaca kisah itu dengan napas tertahan.
Saat mereka membaca, kenangan-kenangan masa lalu mulai datang. Fajar melihat dirinya sebagai Jaka, dihukum cambuk. Mentari melihat dirinya sebagai Puspita, memohon-mohon kepada Arya. Mereka melihat mereka saling berjanji, dan mereka melihat Puspita menceburkan diri ke dalam mata air.
Mereka menyadari kebenaran yang mengerikan: mereka adalah reinkarnasi dari Puspita dan Jaka. Dan Arga, adalah reinkarnasi dari Arya, yang masih mencoba menghancurkan mereka.
Fajar merasa marah dan sedih. Ia tidak bisa membiarkan sejarah terulang kembali. Ia memeluk Mentari dengan erat. "Aku akan melindungimu. Kali ini, kita akan mendapatkan keadilan," bisiknya.
Dengan keberanian yang baru, Fajar menghadapi Arga. Ia tidak lagi takut. Ia menggunakan pengetahuannya tentang sejarah kuno tempat itu untuk melawan Arga. Ia membuktikan bahwa Arga adalah pewaris dari seorang penjahat, dan bahwa ia masih mencoba mengulangi kejahatan leluhurnya.
Ia berjuang untuk membuktikan kepada publik bahwa Arga adalah seorang penipu. Perlahan, Fajar dan Mentari mendapatkan dukungan dari banyak orang. Mereka berhasil membongkar kebohongan Arga dan mengembalikan keadilan. Arga kehilangan segalanya.
Fajar dan Mentari berdiri di tepi kolam, yang kini telah direnovasi menjadi taman yang indah. Mereka berpegangan tangan. Mentari melihat ke dalam air, dan ia tersenyum. "Akhirnya, kita bisa bersama," bisiknya.
Arwah Puspita, yang selama ratusan tahun menunggu di Tirta Bening, merasa lega. Misi utamanya telah selesai. Ia melihat Fajar dan Mentari berdiri bersama, dan ia tersenyum. Ia tidak lagi menjadi arwah penjaga. Ia telah menemukan kedamaiannya, dan ia memudar, meninggalkan sepasang kekasih itu untuk memulai hidup baru, bebas dari bayang-bayang masa lalu.