Matahari sudah tergelincir jauh ketika Adam dan Rina tiba di depan rumah itu. Sebuah bangunan tua bergaya kolonial, berdiri kokoh di atas bukit kecil, menghadap ke sungai yang mengalir tenang. Jendela-jendela kayu yang sebagian besar sudah lapuk seolah menatap mereka dengan tatapan kosong. Adam, dengan senyum optimisnya, membuka pintu mobil.
"Ini dia, Sayang. Rumah impian kita," katanya, meski suaranya sedikit bergetar.
Rina menatap rumah itu dengan tatapan yang sulit diartikan. Ada keraguan di matanya, keraguan yang berusaha ia tutupi. "Kamu yakin, Mas?"
Adam mengangguk mantap. "Tentu. Setelah direnovasi, tempat ini akan jadi surga. Jauh dari kebisingan kota, dekat dengan alam. Persis seperti yang kita mau."
Mereka membeli rumah itu dengan harga yang sangat murah. Terlalu murah, pikir Rina. Tapi Adam meyakinkannya bahwa itu karena pemilik sebelumnya ingin segera menjualnya. Tanpa menunda lagi, mereka mulai membongkar barang-barang dari mobil.
Malam pertama, rumah itu terasa dingin, lembap, dan sunyi. Suara jangkrik di luar dan gemerisik dedaunan di tiup angin adalah satu-satunya irama yang terdengar. Saat Rina sedang meletakkan beberapa buku di rak, ia mendengar bisikan samar.
"Rina..."
Ia menoleh, tapi tidak ada siapa-siapa. "Mas Adam?" panggilnya.
"Aku di sini, Sayang." Adam muncul dari balik pintu, membawa dua cangkir teh hangat. "Ada apa?"
"Aku... sepertinya aku mendengar suara," bisik Rina, "seperti ada yang memanggil namaku."
Adam tertawa ringan. "Hanya imajinasimu, Sayang. Rumah tua memang sering membuat kita berhalusinasi. Ayo, kita minum teh ini, lalu istirahat."
Rina mencoba mengabaikan kejadian itu, tetapi bisikan itu datang lagi, kali ini lebih jelas dan dingin.
"Rina... di bawah tangga..."
Ia menatap tangga kayu yang gelap di ujung lorong. Bulu kuduknya merinding.
Beberapa hari berikutnya, mereka mulai terbiasa dengan suara-suara aneh. Bunyi langkah kaki di malam hari, pintu yang terbuka sendiri, dan bisikan yang selalu memanggil nama Rina. Hal-hal aneh ini perlahan menggerogoti ketenangan Rina. Ia menjadi lebih pendiam dan sering melamun, sementara Adam, yang sibuk dengan pekerjaannya, mencoba meyakinkan Rina bahwa semua itu hanya perasaannya.
Suatu malam, Rina terbangun oleh suara isak tangis yang lembut. Suara itu berasal dari ruang kerja Adam di lantai dua. Ia bangkit dari tempat tidur dan berjalan perlahan menuju ruangan itu. Di balik pintu yang sedikit terbuka, Rina melihat Adam sedang berdiri di depan jendela yang terbuka. Punggungnya tegang, dan dari bayangan di dinding, Rina melihat sebuah sosok wanita berdiri di sampingnya. Wanita itu mengenakan gaun putih panjang, rambutnya terurai dan menutupi sebagian wajahnya.
Jantung Rina berdegup kencang. Ia ingin berteriak, tapi suaranya seolah tercekat di tenggorokan. Ia mundur perlahan, lalu berlari kembali ke kamar. Ia menarik selimut hingga ke leher, gemetar ketakutan. Siapa wanita itu? Mengapa ia bersama Adam? Apakah Adam tahu tentang kehadirannya?
Keesokan harinya, Rina menanyakan tentang hal itu. "Mas, tadi malam..."
"Ada apa, Sayang?" potong Adam, suaranya terdengar lelah.
"Aku... aku melihatmu di ruang kerja. Kamu tidak sendirian. Ada... ada seorang wanita bersamamu."
Adam menatapnya dengan pandangan kosong, lalu perlahan ia tersenyum. "Kamu pasti bermimpi, Sayang. Tidak ada siapa-siapa di sana selain aku."
Keraguan Rina berubah menjadi kecurigaan. Ia merasa Adam menyembunyikan sesuatu. Ia merasa terasing di rumahnya sendiri, seperti ada orang ketiga di antara mereka. Ia mulai memperhatikan tingkah laku Adam. Adam sering terlihat melamun, senyumnya tidak lagi secerah dulu, dan ia sering menghabiskan waktu di ruang kerja, mengunci diri.
Puncaknya terjadi pada malam itu. Mereka sedang makan malam. Rina menyajikan sup hangat, tapi Adam hanya mengaduk-aduknya tanpa nafsu.
"Mas Adam, ada apa?" tanya Rina dengan suara lirih. "Kamu menyembunyikan sesuatu dariku, kan?"
Adam meletakkan sendoknya. Wajahnya terlihat pucat. "Aku... aku tidak menyembunyikan apa-apa, Rina."
Tiba-tiba, suara tawa wanita terdengar dari tangga. Suaranya serak, menusuk telinga, dan membuat sendok di tangan Rina jatuh berdentang ke lantai. Adam membeku di tempatnya, matanya membesar ketakutan.
"Kamu mendengarnya, Mas?" bisik Rina.
Adam tidak menjawab. Ia hanya menunduk, tubuhnya gemetar.
"Siapa dia, Mas?" tuntut Rina. "Siapa wanita yang selalu mengikutimu?"
Di tengah keheningan yang mencekam, suara bisikan kembali terdengar. "Adam... ceritakan padanya..."
Adam mengangkat kepalanya, matanya dipenuhi air mata. "Aku... aku tidak tahu, Rina. Aku tidak tahu!"
Rina mendengus, air matanya menetes. "Kamu berbohong! Aku melihatnya, Mas! Dia ada di sini, di antara kita!"
"Dia selalu bersamaku," bisik Adam, suaranya pecah, "sejak aku membeli rumah ini, dia selalu mengikutiku. Dia bilang, dia menunggu kekasihnya di sini. Kekasihnya akan datang ke rumah ini dan akan menggantikannya."
Kini giliran Rina yang membeku. Kalimat Adam terasa seperti pukulan telak. Ia memandang suaminya yang terlihat ketakutan dan putus asa. Ketakutan itu menjalar ke seluruh tubuhnya.
"Ia tidak akan mengganggumu selama kamu tidak membiarkannya tinggal di sini..." Lanjut Adam, "ia... ia akan menggantikanmu."
Rina mundur, menatap Adam dengan tatapan ngeri. Ia tidak mengenali pria di depannya. Adamnya yang optimis, yang selalu melindunginya, kini terlihat seperti orang asing yang ketakutan.
"Kita harus pergi dari sini, Mas!" Rina berteriak.
"Tidak bisa, Rina!" Adam membentak. "Dia tidak akan membiarkan kita pergi. Dia bilang... dia ingin tinggal bersamaku... seperti dulu..."
Rina menggelengkan kepalanya. "Kita harus coba! Aku akan lari ke mobil!"
Ia berbalik, tetapi sebuah tangan dingin menahannya. Jantungnya hampir berhenti berdetak. Ia menoleh perlahan, dan melihat sosok wanita bergaun putih. Wajahnya pucat, matanya kosong, dan senyumnya... senyumnya membuat Rina ingin berteriak.
"Jangan pergi..." bisik sosok itu. "Aku sudah menunggumu, Rina..."
Suara Adam terdengar seperti jeritan. "Jangan, Rina! Jangan sentuh dia!"
Rina menatap Adam, lalu ke sosok wanita itu, dan ia menyadari kebenaran yang mengerikan. Wanita itu bukan hantu. Ia adalah Rina, dari masa lalu. Ia adalah istri dari pemilik rumah ini, yang ditinggal oleh kekasihnya di rumah itu, lalu meninggal karena putus asa.
"Kamu adalah Adam... bukan kekasihku..." bisik sosok itu. "Kamu adalah orang asing."
Rina merasa tubuhnya mengambang. Ia menoleh ke Adam, yang kini terlihat samar-samar. "Adam... aku akan menggantikanmu..."
"TIDAK!!" Adam berteriak.
Tetapi semuanya sudah terlambat. Wajah Rina memudar, tubuhnya berubah menjadi kabut tipis. Sementara itu, Adam jatuh berlutut di lantai, melihat kekasihnya menghilang. Ia merasakan tangan yang dingin memeluknya, dan bisikan yang familiar. "Aku akan bersamamu... selamanya..."
Adam berteriak, tetapi tidak ada yang mendengarnya. Ia sendirian di rumah itu, bersama hantu kekasihnya yang sudah lama menunggunya, yang kini telah menemukan jiwa yang baru.