---
Di tengah gelap yang menelan segalanya, sebuah tangan tulang belulang terulur. Ia menggenggam erat setangkai mawar merah yang masih segar, kelopaknya mekar sempurna, seolah tak peduli siapa yang memegangnya.
Tangan itu dulunya milik seorang ksatria. Ia pernah hidup, mencintai, dan berkorban. Namun saat ajal menjemput, satu-satunya yang tersisa hanyalah janji yang tak sempat ditepati: *“Aku akan memberimu bunga terakhir, sebagai tanda cintaku yang abadi.”*
Kini, meski tubuhnya telah lapuk oleh waktu, jiwanya masih terikat pada janji itu. Mawar merah itu bukan sekadar bunga, melainkan lambang cinta yang bahkan kematian tak mampu renggut.
Malam demi malam, mawar itu tetap mekar. Darah yang mengalir di antara kelopaknya bagai sisa rindu yang tak pernah kering. Setiap helai kelopak berbisik tentang kerinduan, dan setiap duri mengingatkan pada luka yang rela ditanggung demi cinta.
Dan di ujung kesunyian, mawar itu bergetar pelan… seolah menunggu tangan lain yang masih hangat, untuk akhirnya menerima janji yang belum sempat tersampaikan.
---