Asep adalah cowok sederhana yang sering minder dengan penampilannya. Rambutnya awut-awutan, kulitnya gelap terbakar matahari, motor tuanya berisik “breng-breng” kalau dikendarai. Di kampus, ia lebih sering dipanggil “Sep si Jelek” oleh teman-temannya.
Namun ada satu hal yang bikin Asep selalu semangat berangkat kuliah: Dasha. Gadis cantik, populer, dan ramah. Baginya, Dasha bagaikan bintang di langit yang terlalu tinggi untuk diraih.
Suatu hari, entah kenapa, Asep nekat membuka WhatsApp dan mengetik pesan:
> “Hai Dasha, lagi sibuk ga?”
Tak disangka, Dasha membalas. Dari situlah percakapan mereka berlanjut. Awalnya Asep hanya lempar gombalan receh, tapi entah bagaimana Dasha justru terhibur.
Hari demi hari, Asep semakin berani. Ia mengajak Dasha makan di angkringan. Dengan motor bututnya, Asep menjemput sang pujaan hati. Di sana, sambil makan sate usus dan gorengan, Asep mengeluarkan semua jurus kocaknya. Dasha tertawa sampai matanya berkaca-kaca.
> “Aku tau aku jelek, Dash. Tapi aku janji, aku bisa bikin kamu ketawa tiap hari,” kata Asep dengan wajah serius.
Dasha terdiam, lalu tersenyum.
> “Sep… justru itu yang aku suka dari kamu.”
Sejak malam itu, hubungan mereka semakin dekat. Mereka sering jalan bareng, telponan berjam-jam, hingga akhirnya Asep memberanikan diri menyatakan perasaan.
> “Aku suka sama kamu, Dash. Aku tau aku bukan siapa-siapa, tapi aku tulus.”
Dasha menunduk, pipinya merah.
> “Aku juga suka sama kamu, Sep. Aku ga peduli kamu jelek. Yang penting aku nyaman.”
Asep terharu. Untuk pertama kalinya dalam hidup, ada gadis secantik itu yang menerimanya apa adanya. Dunia terasa indah, seakan semua ejekan orang hilang begitu saja.
Namun tiba-tiba, layar WhatsApp Asep berubah buram. Pesan terakhir Dasha tak bisa terkirim. Suara riuh terdengar memanggilnya.
> “Sep! Bangun! Udah jam 9, kerja jangan molor mulu!”
Asep membuka mata. Ia tidak sedang di angkringan bersama Dasha. Ia tidak sedang duduk berdua di bawah lampu temaram. Ia hanya berada di kamarnya, beralaskan kasur tipis, dengan suara ibunya yang membangunkan.
> “Hah?! Jadi dari tadi… aku cuma mimpi??”
Asep menatap layar HP-nya. WhatsApp kosong. Tidak ada riwayat chat dengan Dasha.
Ia menutup wajah dengan kedua tangannya. Antara malu dan sedih, ia menghela napas panjang.
> “Ya Allah… ternyata aku masih si jelek. Tapi… kalau di mimpi aku bisa dapetin Dasha, di dunia nyata aku juga harus berani coba.”
Dengan senyum tipis, Asep bangkit. Walau kenyataan pahit, semangatnya kini berbeda. Mimpi indah itu menjadi alasan baginya untuk lebih percaya diri.
---
Pesan Moral:
Kadang mimpi bisa memberi keberanian. Meski kenyataan tak seindah bunga tidur, usaha nyata tetap bisa mengubah segalanya.