Sore itu aku duduk di kursi hitam,isi kepala ku riuh dengan kejadian manis hari kemarin.Saat canda dan tawa menjadi pengisi indahnya hari kemarin,waktu di mana kerabat kami pentas di satu acara besar dan itu merupakan salah satu kebanggaan bagi kami karena bisa ikut menjadi bagian dari acara tersebut.
Singkat cerita suasana masih terasa indah sampai saat dimana suasana berubah menjadi panas,raut wajahnya terlihat muram membuatku tau jika ada sesuatu yang terjadi.
"Ini maksudnya apa?" Tanya suami ku sambil menunjukan sebuah sms dari seseorang.
"Hutang apa maksudnya?" Tanya nya marah.
Aku diam,aku bingung harus bicara apa.
"Kenapa diam? Cepat jawab!" Bentaknya
"Hutang aku"
"Hutang bekas apa?"
"Hutang bekas menutupi kekurangan sehari-hari " jawabku pelan
"Kapan?"
"Sudah sejak lama,aku pinjam karena setiap bulan uang dari mas tidak cukup" Aku mulai pasrah dan akhirnya jujur,kebohongan yang selama ini aku simpan sendiri dan selalu berputar di otak ku setiap hari tanpa ada yang tau karena ku selalu besikap biasa saja.
"SUDAH SEJAK LAMA? KENAPA BARU BILANG SEKARANG ??? OTAK KAMU DIMANA SAMPAI PUNYA HUTANG SEPERTI INI?" Bentaknya semakin keras.
"A_aku bingung,kalau bilang gak punya uang mas selalu cemberut dan marah makanya aku gak bilang karena aku gak mau lihat mas cemberut dan marah yang akhirnya mendiamkan ku"
"YA TAPI BUKAN SEPERTI INI CARANYA!"
"Lalu harus seperti apa mas? Aku kerja mas larang,terus aku harus bagaimana mas?" Ucap ku mulai kesal
"Ya kenapa tidak bilang saja? Lebih baik aku cemberut atau marah terus mendiamkanmu kan dari pada harus di tagih hutang seperti ini?"
Aku hanya tersenyum ketir,ada rasa sakit di hatiku "Tapi kamu gak tau aku tuh cape sama pekerjaan rumah yang gak pernah beres belum lagi harus ngurus anak dan harus di tambah lagi kamu mendiamkan ku.Itu sama aja bikin aku tambah stres mas"
"YA TERUS KAMU MAU BAYAR HUTANG ITU BAGAIMANA?"
Sejak tadi nada bicaranya tak pernah rendah,selalu tinggi dan membentak tapi aku masih bersabar dan berusaha menahan air mata.
Aku selalu mencoba meredam emosinya agar tidak meledak karena takut terdengar tetangga dan mertua serta ipar yang rumahnya berdekatan dengan ku.
"Kapan waktunya ?" Nadanya mulai sedikit menurun
"Satu minggu lagi" jawabku pelan.
"SATU MINGGU!" suaranya kembali meninggi membuatku terkejut. "BAYAR PAKAI APA HAH?"
"KAMU TUH PAKAI OTAK MAKANYA,JADI ISTRI ITU HARUS PUNYA PERHITUNGAN.KENAPA SAMPAI SELALU KURANG?"
Aku terdiam walaupun aku berikan alasan apapun tetap saja aku pasti salah.Sebenarnya aku sudah lelah,namun aku berusaha terlihat kuat.
"KENAPA DIAM? APA KAMU MERASA BISA MENCARI SOLUSI?"
Semua bentakan dan cacian terus keluar dari mulut suamiku,bahkan pertanyaan yang terus berulang-ulang sampai aku hanya bisa memaksakan senyum agar terlihat tetap kuat tanpa mengeluarkan air mata.
"Ijinkan aku kerja agar aku bisa melunasi hutang itu" akhirnya hanya itu yang bisa keluar dari mulutku.
"Apa itu bentuk solusi? Bukan! Biarkan aku yang cari jalan lain,kamu diam saja.Anggap saja kamu korban dan aku pelakunya"
Aku meremas kedua tanganku dengan kuat agar jangan sampai menangis.
"Aku akan pijam saja dengan ibuku"
"JANGAN!" Teriakku tanpa sadar.
"Kenapa? Itu jalan satu-satu nya."
"Kalau sampai mas minjam sama ibu,bagaimana nanti dengan aku? Apalagi kalau sampai mereka tau masalah yang sebenarnya? Yang ada aku di musuhi sama ibu dan ipar"
"MAS TAU GAK,AKU KALAU MAIN KE RUMAH BUNDAKU SEHARIAN SAJA PULANG-PULANG IBU DAN IPAR SELALU JUTEK DAN MENDIAMKAN KU APA LAGI KALAU TAU MASALAH INI." tanpa sadar aku terus menepuk keras dada ku,sakit...begitu sakit...beban yang bertahun-tahun selalu aku tahan.Aku tak pernah memperlihatkannya pasa suami atau keluarga ku.Aku selalu bersikap humoris di kalangan keluarga ku dan mertuaku.
"AKU CAPE MAS,SELALU SAJA KARENA HAL SEPELE IBU DAN IPAR MASA SUKA JUTEK DAN MENDIAMKANKU.SEJAK DULU MAS! SEJAK DULU! TAPI AKU GAK PERNAH BILANG,AKU SELALU BERPURA-PURA BAIK-BAIK SAJA PADAHAL DI SINI TUH SAKIT MAS"
Tangisku semakin pecah,sakit rasanya menahan selama ini namun semakin sakit saat meluapkannya. "BAHKAN MAS AJA GAK PERNAH KAN MENDAPATKAN PERLAKUAN SEPERTI ITU DARI KELUARGA KU?"
"HAHA..kalau itu ya kamu nya aja yang baper an"
Bagai di tusuk belati,rasanya begitu sakit dan perih.Dan mungkin karena terlalu sakit air mata ku sampai tak bisa keluar.
Aku kanya tersenyum ketir,ternyata aku hanya 'BAPERAN' yah.Aku menyeka mataku yang masih terasa basah,hatiku berkata jika untuk apa menangis karena dirimu tidak penting.
"Maaf jika selama ini aku bukan istri yang baik,yang bisa mengatur keuangan rumah tangga seperti orang lain.Aku tidak hemat seperti istri orang lain.Jika memang mas tidak ingin mempunyai istri sepertiku,biarkan aku dan anak-anak pulang ke rumah orang tuaku."
"Cih,kaya yang bisa saja kamu hidup tanpa mas." Ucap suamiku dengan senyum meremehkan."Sudahlah lebih baik kamu diam saja,dan mulai sekarang aku sudah tidak percaya lagi sama kamu."
Kalimat penutup yang membuat saya ingin berteriak keras namun apa daya hanya ada helaan nafas lelah.
Aku pantas mendapatkan perlakuan seperti ini,toh ini memang salah ku.
Aku yang tidak ingin anak dan suami kekurangan tapi ternyata aku salah.Aku hanya bisa mengusap dadaku dan meminta pada Tuhan agar aku selalu kuat dan sehat demi anakku.
Biarkan kesakitan ini aku rasa sendiri tanpa ada yang tau.Biarkan orang melihat dan mengira aku wanita paling bahagia.
Mari kita kembali memerankan peran dalam sebuah drama keluarga dan menjadi aktor utama yang terlihat baik-baik saja.
Bandung,7 September'25