---
Bisikan dari Sumur Tua
Di ujung desa yang sudah lama ditinggalkan, ada sebuah rumah kayu lapuk yang hampir roboh dimakan usia. Di belakang rumah itu berdiri sebuah sumur tua, ditutup dengan papan reyot yang sudah berlumut. Konon, sumur itu tidak pernah benar-benar kering meski kemarau panjang, dan orang-orang desa percaya ada sesuatu yang bersemayam di dalamnya.
Raka, seorang mahasiswa yang gemar meneliti kisah mistis, datang bersama dua temannya, Lani dan Jodi. Mereka berencana merekam dokumenter kecil tentang mitos desa itu. Malam itu, hanya ditemani senter dan kamera, mereka memasuki halaman rumah kayu. Udara dingin menusuk, padahal malam masih awal.
“Katanya, dulu ada gadis kecil yang jatuh ke sumur ini, tapi jasadnya tidak pernah ditemukan,” bisik Lani, suaranya bergetar. Jodi hanya terkekeh, mencoba mengusir rasa takut. Raka menyingkirkan papan penutup sumur, dan kegelapan pekat langsung menyambut mata mereka.
Tiba-tiba, suara gemericik air terdengar, padahal sumur itu dikatakan kering bertahun-tahun. Kamera Jodi merekam, dan dari speaker kecil kamera terdengar samar—bukan hanya air, tapi juga suara anak kecil menyanyi pelan. Nadanya lirih, terputus-putus, seolah datang dari dasar sumur.
“Apa kalian dengar itu?” Raka menunduk, berusaha melihat lebih dalam. Angin dingin menyapu wajahnya, dan bisikan tipis terdengar jelas, “Jangan lihat ke bawah…”
Jodi tertawa gugup. “Itu pasti cuma gema.” Tapi ketika ia menyorotkan lampu senter, wajah pucat seorang gadis kecil tiba-tiba terlihat di permukaan air—menatap lurus ke arah mereka. Matanya kosong, kulitnya membiru, dan bibirnya terus bergerak menyanyikan lagu yang sama.
Lani menjerit dan mundur, tapi papan di sekitar sumur bergetar, seolah ada yang mendorong dari bawah. Kamera Jodi terjatuh dan merekam dari tanah. Dalam rekaman, terlihat tangan-tangan kecil keluar dari sumur, mencoba meraih siapa pun yang berdiri terlalu dekat.
Raka terpaku. “Dia… dia ingin kita ikut bersamanya.”
Tiba-tiba papan penutup patah, dan suara nyanyian berubah menjadi teriakan melengking. Raka terseret ke tepi sumur, sementara Lani dan Jodi berusaha menariknya. Tapi sesuatu yang tak terlihat lebih kuat dari mereka, menyeret Raka masuk ke dalam kegelapan.
Hening. Suara air berhenti. Sumur kembali sepi, hanya menyisakan papan yang patah dan kamera yang masih merekam.
Ketika Jodi mengambil kamera itu, ia terhuyung. Di layar, terlihat jelas wajah Raka—bukan di atas sumur, tapi sudah berada di dalam air, menatap ke atas sambil tersenyum… menyanyikan lagu yang sama seperti gadis kecil tadi.
---
Lani histeris, memaksa Jodi untuk segera pergi. Mereka berlari meninggalkan rumah kayu, tapi langkah kaki seperti mengikuti dari belakang. Setiap kali mereka menoleh, bayangan kecil berambut panjang terlihat sekilas di antara pepohonan, berlari tanpa suara.
Sampai akhirnya mereka berhasil mencapai mobil, Lani menangis tak terkendali. “Kita nggak boleh biarin dia di sana, Jo… itu Raka!”
Jodi menyalakan mesin mobil dengan tangan gemetar. “Kalau kita balik, kita juga bakal hilang. Kau nggak lihat matanya? Dia udah bukan Raka lagi!”
Namun, bahkan setelah mereka melarikan diri dari desa itu, masalah tak selesai. Kamera yang mereka bawa terus menyala sendiri di malam hari, memutar rekaman terakhir sumur itu. Dan setiap kali video itu diputar ulang, wajah Raka terlihat semakin dekat ke permukaan, seolah berusaha keluar dari air.
Tiga hari kemudian, Jodi ditemukan meninggal di kamarnya. Tubuhnya kaku, mulutnya terisi penuh air hitam berbau busuk. Di lantai, kamera tergeletak dengan layar menyala—memutar rekaman Raka yang kini sudah sepenuhnya berdiri di belakang gadis kecil itu, menatap lurus ke kamera.
Lani, yang masih hidup, memutuskan membakar kamera itu. Namun, saat api melalap, terdengar jelas suara nyanyian yang sama di telinganya, semakin keras, semakin dekat. Ia menutup telinga, berlari ke luar rumah, tapi suaranya tetap mengikuti.
Malam itu, tetangga menemukan Lani berdiri di sumur tua di desanya sendiri, menatap ke bawah sambil tersenyum kosong. Ketika dipanggil, ia hanya berkata lirih, “Dia menunggu… mari ikut.”
Keesokan paginya, sumur itu kembali tenang. Tidak ada yang tersisa kecuali papan yang terbelah dua. Namun beberapa orang desa mengaku, ketika melewati rumah Lani di malam hari, mereka mendengar suara nyanyian anak kecil bercampur suara laki-laki muda… dari arah sumur.
Dan sejak saat itu, siapa pun yang menyingkap penutup sumur itu, tak pernah kembali lagi.
---