Langkahku sempat mati, ya aku beranggapan begitu karena aku rasa jiwaku mati dan entah pencapaian apa yang sedang aku cari meskipun sudah berkeluarga. Bayangan-bayangan akan perjalanan masa laluku tetap mbersemayam seolah tak mau pergi.
Akan ku mulai dari sini, agar kalian paham semuanya. Hidupku baik sebetulnya, dibesarkan pada keluarga cemara dikelilingi keluarga yang tergolong orang yang baik dan beretika tinggi di sebuah kampung. Naasnya saat usiaku 12 tahun atau usia sekolah dasar kelas 6 saat itu, aku menemui pemandangan yang menyakitkan bapakku aku menyebutnya appa. Beliau menangis sesenggukan di sebuah pintu antara dapur dan ruang menuju ruang tamu. Ya kami memang hidup berkecukupan setelah bapak kecelakaan sempat d operasi dan kehilangan ingatan. Mamak ku lah yang kerja pontang panting demi membiayai keluarga. Sampai akhirnya di posisi mamak mampu membuka warung, semua usahanya dicoba seolah tak pernah gagal, Sehari-hari beliau lah mamakku sang tulang punggung saat itu. Kembali saat bapakku menangis aku belum paham kejadian itu, ternyata mamak yang ku kenal sosok yang baik, isri yang taat dan istri yang mampu menghadapi segala ujian itu salah. Mamakku berselingkuh dengan orang yang ku kenal. Mungkin kalau diingat-ingat bapaku melawan rasa sakit sendirian. Namun setelah dewasa aku paham betul mamak melakukan itu kenapa dan bagaimana alasannya. Karena selama hidup dengan bapak seolah beliau tak pernah bekerja hanya sebatas bertani, berdagang atau sesekali mengojeg mengantarkan para pelanggannya pergi ketempat kerja atau tujuan mereka sendiri. Ya, setelah dewasa dan berumah tangga aku paham betul kenapa mamak melakukan hal-hal seperti itu. Aku paham betul dulu melihat mereka bertengkar karena uang atau sekedar saling menyalahkan. Kenapa sepaham itu, karena akupun diposisi yang sama sebab itulah aku sebut seolah langkahku mati.
Aku dihadapkan dengan dilema berat, rumah tanggakupun dalam ambang perceraian seolah aku tidak mampu menahan semua ini. Bertahanpun akan sangat sakit apalagi mengakhiri ini semua.