Mempunyai fisik yang kurang enak dipandang mata bukan kemauan Pinkan. Bertubuh tambun dan gigi yang menonjol bagian depan atau istilah medisnya overbite menurut Pinkan takdir yang harus diterima dengan lapang dada, bersyukur masih diberikan hidup dan fisik yang lengkap, karena ia selalu mengingat ucapan salah satu guru favoritnya di sekolah. Bahwa Allah SWT menyatakan bahwa Dia telah menciptakan manusia berwujud fisik dan psikis yang paling baik, yang tertulis dalam Al-Qur’an surah At-Tin ayat 4 “Sungguh, Kami benar-benar telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.”.
Namun berbeda dengan orang-orang disekeliling Pinkan yang menganggapnya bagai badut, menjadi bahan lelucon dan objek bully verbal yang mereka anggap candaan semata, tanpa tau candaan yang mereka lakukan menyakiti hati orang lain. Bahkan tak sedikit orang yang masih berbisik dan setelahnya tertawa apabila melihat ataupun berpapasan dengannya. Kadangkala Pinkan berpikir apakah ia seburuk itu, hingga banyak dari mereka yang kurang menghargainya.
Pernah suatu hari ia pergi ke apotek dekat komplek perumahan sebelah, untuk membeli obat sakit kepala. Ketika ia mengutarakan niatnya, sang apoteker malah menanyai pembeli lain yang baru saja datang dengan senyum sumringah hingga menampakkan giginya, hey harusnya yang pertama datang dilayani lebih awal. Pinkan memutar bola matanya malas, melihat pelayanan mas-mas apoteker seperti ini.
“Apoteker mata keranjang, tidak profesional, dia mendahulukan orang yang baru saja datang hanya karna dia lebih cantik dan glow up, hey semoga jodohmu tidak jauh berbeda dariku!”.
Lalu setelah pembeli baru itu selesai dan pergi, atensi si apoteker beralih pada Pinkan, dengan kesal Pinkan menyebutkan obat yang ingin ia beli. Diluar dugaan, apoteker itu malah ketawa terpingkal-pingkal seraya memegangi perutnya.
“Mbak ngomongnya pelan-pelan aja, itu liurnya muncrat kemana-mana”, ucap apoteker itu disela tawanya.
Pinkan spontan menunduk selang beberapa detik kemudian ia mendelik tak suka, membuat sang apoteker seketika berhenti tertawa, tak bisakah dia menjaga perasaan Pinkan dengan hanya diam saja tanpa tertawa. Apakah dia tak berpikir bahwa hal itu akan menyinggungnya. Huh, andaikan dia pemilik apoteknya, maka apoteker itu akan langsung dia depak begitu saja, daripada dia tetap bekerja disini tapi mencemarkan nama baik apotek dengan kelakuannya dan etiketnya sebagai apoteker yang tidak profesional itu.
Disekolah, Pinkan sering dipanggil ndut dan magos “marmut tonggos” oleh mereka yang mengaku teman, padahal mereka tidak sedekat itu dengannya hingga mereka bebas untuk memanggilnya dengan nama apa. Ini bukan lagi soal bercanda tapi pembulian secara verbal, bukankah secara tidak langsung mereka menghina ciptaan Tuhan. Dan apakah ada yang menegur?, Tidak ada. Ya , tidak ada yang menegur sama sekali, seolah hal yang mereka lakukan itu adalah hal wajar yang termasuk pada kenakalan remaja, sungguh memprihatinkan.
Dalam kesempatan hidupnya- “khayalannya”, Pinkan yang kini sudah menjadi gadis bertubuh proporsional, memakai pagar pada giginya yang biasanya disebut behel agar jadi lebih baik “tidak lagi overbite”. Ia melakukan sebuah misi balas dendam dengan perubahan fisiknya, menjadi lebih pintar dari mereka dan membuat mereka yang memandangnya sebelah mata karena fisik menjadi terpesona, serta memujanya. Ia datang menggenggam hati dan pikiran mereka, setelah mereka benar-benar jatuh dari segala aspek kehidupannya, ia akan mencampakkan mereka lalu tertawa keras melihat mereka yang tersakiti. Ah, betapa kejamnya Pinkan.
Bunyi klakson yang begitu nyaring memekakkan telinga, membuyarkan lamunan Pinkan. Ia mendelik pada pengendara sepeda motor yang ia kenali siapa pemiliknya itu. Irfan, teman seangkatannya namun beda kelas, irfanlah yang kerap memanggilnya magos, dia berkata bahwa Pinkan gendut mirip marmutnya yang memiliki gigi besar menonjol seperti kelinci.
“Woii magos!, bosen hidup lo diem ditengah jalan kayak zombie gitu, minggir lo ngalangin jalan gue aja”, seru Irfan lalu tertawa dan berlalu begitu saja.
Tidak kasihankah dia melihat Pinkan berjalan kaki seorang diri di bawah terik matahari yang sangat menyengat. Setidaknya sedikit berbasa-basilah menawari tumpangan untuk pulang bersama misalnya, padahal mereka satu komplek. Tapi dia adalah irfan si manusia pemuja kecantikan anti Pinkan.
Dahi Pinkan berkerut, bisakah dia tidak mengganggu hidupnya, setidaknya jangan ganggu kehidupannya yang lain_”khayalannya”. Ah, sudahlah. Itu hanya lamunan pelipur lara yang sesaat saja.
“Tapi bukankah hidupnya masih panjang, ia bisa saja merealisasikan khayalannya”
Sesaat kemudian Pinkan menyeringai lebar, dan berlalu dengan cepat ke rumahnya.
Tamat