Tentu, ini dia kelanjutan cerita yang akan memperkenalkan gosip panas dan bagaimana Y/N menghadapinya.
Gosip Panas
Beberapa hari setelah pertarungan Harry dan Draco, suasana di Hogwarts terasa berbeda. Bisik-bisik mulai menyebar, dan tatapan-tatapan aneh mulai mengikuti Y/N ke mana pun ia pergi. Y/N tahu ada sesuatu yang tidak beres, tapi ia tidak tahu apa itu.
Suatu sore, Y/N sedang berjalan di koridor bersama Hermione. Tiba-tiba, seorang siswi dari Slytherin, Pansy Parkinson, menatapnya dengan tatapan jijik.
"Lihat, Hermione," bisik Pansy, suaranya lantang. "Sepertinya 'Putri Kegelapan' sedang berjalan. Dia pikir dia bisa menyembunyikan siapa dia sebenarnya."
Hermione langsung marah. "Pansy, apa yang kau bicarakan?"
"Aku tidak bicara padamu, Granger," jawab Pansy. "Aku bicara pada si pendusta itu. Anak angkat Tom Riddle. Dia pikir dia bisa menipu kita semua."
Y/N terkejut. Ia mengepalkan tangannya. Ia tahu ini akan terjadi, tapi tidak menyangka akan secepat ini.
"Pansy, jangan asal bicara!" Hermione membentak.
"Aku tidak asal bicara. Ayahku memberitahuku," kata Pansy, tersenyum sinis. "Tom Riddle menganggap Y/N sebagai penerusnya. Dia mengajarinya sihir gelap. Dia akan menjadi Pelahap Maut seperti ayahnya."
Y/N merasa darahnya mendidih. Ia tidak bisa menahan diri lagi. Ia maju selangkah. "Kau tidak tahu apa-apa, Pansy," katanya, suaranya dingin dan tajam. "Jangan bicarakan hal yang tidak kau mengerti."
Pansy tertawa. "Tidak mengerti? Aku tahu lebih dari yang kau bayangkan. Kau pikir kau bisa merebut Harry Potter dan Draco Malfoy dari kami? Kau pikir kau bisa memiliki semuanya? Kau hanya... anak kegelapan."
Y/N merasa hatinya hancur. Ia tidak pernah ingin hal ini terjadi. Ia tidak pernah ingin orang-orang tahu rahasianya.
"Pansy, hentikan!" Hermione berteriak.
Tiba-tiba, suara lain terdengar. "Kau yang harus hentikan, Pansy!"
Itu Draco Malfoy. Ia berdiri di ujung koridor, wajahnya terlihat marah. Ia berjalan mendekati mereka.
"Kau tidak punya hak untuk menghina Y/N!" teriak Draco. "Kau cemburu, Pansy! Kau cemburu karena dia lebih cantik darimu, lebih pintar darimu, dan lebih kuat darimu! Kau iri padanya!"
Pansy terkejut, matanya membelalak. "Draco? Kau... membela dia?"
"Tentu saja aku membela dia! Dia adalah temanku! Dia tidak seperti yang kau katakan!" Draco membentak.
Tiba-tiba, Harry Potter muncul dari arah lain, wajahnya terlihat marah. "Ada apa ini? Kenapa kalian berteriak pada Y/N?"
Pansy, yang melihat Harry, menyeringai. "Tanyakan saja pada teman barumu, Potter. Tanyakan padanya siapa ayahnya."
Harry menatap Y/N, lalu menatap Pansy. "Aku tidak peduli siapa ayahnya! Aku peduli pada dirinya!" teriak Harry.
Y/N merasa terharu. Ia melihat Harry yang tulus, yang tidak peduli dengan rumor. Ia melihat Draco, yang membelanya meskipun ia sendiri sedang kesal padanya. Ia melihat Hermione yang setia. Ia tidak sendiri.
"Pansy," kata Y/N, suaranya pelan tapi tegas. "Kau bisa mengatakan apa pun yang kau mau. Tapi itu tidak akan mengubah siapa aku. Aku adalah Y/N. Bukan anak angkat, bukan penerus, bukan apa pun yang kau katakan. Aku adalah diriku sendiri."
Pansy hanya mencibir, lalu ia pergi, tapi tidak sebelum ia menabrak bahu Y/N.
Y/N menghela napas. Ia merasa lega, tapi juga lelah. Ia melihat Harry dan Draco yang masih saling menatap dengan penuh amarah, dan ia tahu, pertarungan mereka belum berakhir.
Penyelesaian
Setelah Pansy pergi, Y/N menatap Harry dan Draco. "Kalian berdua," katanya, suaranya tegas. "Aku tidak ingin ada lagi pertengkaran karena aku. Aku tidak ingin kalian bertengkar lagi."
Harry dan Draco menatap Y/N, lalu mereka saling melirik satu sama lain.
"Aku... aku minta maaf, Y/N," kata Harry. "Aku tidak tahu kau akan menghadapi hal ini."
"Aku juga, Y/N," kata Draco. "Aku seharusnya tidak bersikap bodoh."
Y/N tersenyum tipis. "Tidak apa-apa. Sekarang, ayo kita selesaikan ini."
Y/N mengambil tangan Harry dan Draco, lalu ia menautkannya. Harry dan Draco terkejut, tapi mereka tidak menarik tangan mereka.
"Kalian berdua," kata Y/N. "Aku tidak bisa memilih. Aku tidak bisa memilih antara kalian. Kalian berdua... penting bagiku. Harry, kau adalah orang yang membuatku merasa bahagia, yang membuatku merasa aman. Draco, kau adalah orang yang mengerti perasaanku, yang membuatku merasa tidak sendiri."
Mereka berdua terdiam, menatap Y/N dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Aku tidak ingin kalian bertengkar lagi. Aku ingin kalian menjadi teman. Aku tahu itu sulit, tapi... cobalah," kata Y/N.
Harry dan Draco menatap tangan mereka yang saling bertautan, lalu mereka saling menatap. Mereka tidak mengatakan apa-apa, tetapi di mata mereka, ada sedikit pemahaman. Mereka tidak akan pernah menjadi teman, tetapi mereka mungkin bisa berdamai, demi Y/N.
Tentu, ini dia kelanjutan cerita yang akan membawa Y/N dan Draco ke dalam tahun keenam mereka yang gelap.
Awal Tahun Keenam yang Gelap
Musim panas telah berlalu, dan Y/N kembali ke Hogwarts untuk tahun keenamnya. Suasana di sekolah terasa berbeda. Hawa dingin dan kegelapan tampaknya telah menyelimuti setiap koridor. Gosip tentang Y/N sebagai anak angkat Voldemort masih beredar, namun Y/N kini menghadapinya dengan kepala tegak. Ia tidak lagi peduli dengan apa yang orang lain katakan. Ia hanya peduli pada teman-temannya: Hermione, Harry, dan sekarang... Draco.
Y/N dan Harry telah berbicara panjang lebar. Mereka sepakat untuk tetap berteman, tetapi tidak lagi menjalin hubungan asmara. Harry mengerti perasaan Y/N yang tidak bisa memilih, dan Y/N merasa lega. Harry adalah orang yang tulus dan jujur.
Namun, yang paling membuat Y/N khawatir adalah Draco. Ia belum melihat Draco sejak insiden di lapangan Quidditch, dan ia takut dengan apa yang mungkin telah terjadi selama liburan musim panas.
Y/N menemukan Draco di meja Slytherin saat makan malam pertama. Draco terlihat berbeda. Rambutnya tidak lagi rapi. Wajahnya terlihat pucat dan cekung. Matanya cekung, dan di bawah matanya ada lingkaran hitam yang dalam. Sifat sombongnya yang dulu kini telah digantikan oleh aura dingin dan suram.
Y/N merasakan ada yang tidak beres. Ia melihat lengan kirinya yang tertutup jubah. Ada sesuatu yang berbeda.
Setelah makan malam, Y/N menunggu di koridor yang sepi. Ia melihat Draco berjalan dengan tergesa-gesa, berusaha menghindari semua orang. Y/N memanggilnya, "Draco!"
Draco berhenti, tetapi tidak menoleh.
"Draco, lihat aku," kata Y/N, suaranya pelan.
Draco menoleh, dan Y/N melihat matanya yang penuh kesedihan.
"Apa kau baik-baik saja?" tanya Y/N.
Draco menggelengkan kepalanya. "Tidak, Y/N. Aku tidak baik-baik saja."
Y/N berjalan mendekat dan meraih tangan Draco. Ia merasakan tangannya dingin.
"Aku... aku terpaksa melakukannya," bisik Draco. Ia mengangkat lengan kirinya dan menarik lengan jubahnya.
Di sana, di pergelangan tangannya, ada tato ular dan tengkorak yang menakutkan. Tanda Kegelapan.
Y/N terkejut, tapi ia sudah menduganya. Ia tahu ayahnya akan memaksa Draco untuk bergabung dengannya.
"Draco," bisik Y/N, air matanya mulai mengalir.
Draco hanya mengangguk. "Mereka... mereka mengancam keluargaku, Y/N. Aku tidak punya pilihan. Aku harus melakukannya."
"Aku mengerti," kata Y/N, memeluk Draco dengan erat. "Aku mengerti."
Draco membalas pelukan Y/N. Ia menenggelamkan wajahnya di bahu Y/N, dan Y/N bisa merasakan tubuh Draco gemetar.
"Aku takut, Y/N," bisik Draco. "Dia memberiku sebuah misi. Sebuah misi yang sangat penting. Jika aku gagal, keluargaku akan dibunuh."
"Misi apa?" tanya Y/N.
"Aku... aku tidak bisa memberitahumu," kata Draco, suaranya bergetar. "Maafkan aku, Y/N. Aku tidak bisa."
"Tidak apa-apa, Draco," kata Y/N, mengelus rambutnya. "Aku akan membantumu. Aku akan selalu ada untukmu."
Draco melepaskan pelukan itu, menatap Y/N dengan mata yang penuh dengan air mata. "Kau tidak seharusnya membantuku, Y/N. Aku... aku sekarang adalah musuhmu. Aku adalah salah satu dari mereka."
"Tidak," kata Y/N, menggelengkan kepalanya. "Kau bukan mereka. Kau adalah Draco. Dan kau adalah temanku."
Y/N mencium pipi Draco, lalu ia memegang tangannya. "Kita akan hadapi ini bersama. Apapun yang terjadi, aku tidak akan meninggalkanmu."
Draco menatap Y/N. Di matanya, ada sedikit cahaya. Cahaya harapan. Cahaya yang membuat Draco tahu, bahwa meskipun ia telah menjadi Pelahap Maut, ia tidak sendirian. Ia memiliki Y/N. Dan itu sudah cukup.