Pesta Yule yang Pahit
Meskipun berita tentang kembalinya Voldemort menyebar, para siswa tetap harus menghadapi realitas Turnamen Triwizard. Pesta Yule, yang seharusnya menjadi malam penuh kegembiraan, terasa hambar bagi Y/N. Ia tahu, di balik semua tawa dan musik, ada bahaya besar yang mengintai.
Y/N dan Draco datang bersama. Draco, yang biasanya terlihat angkuh dan dingin, malam itu tampak lebih hangat. Ia mengenakan jubah hitam yang elegan, dan Y/N memakai gaun biru tua yang serasi dengan jubahnya. Mereka berdua berjalan menyusuri Great Hall, di mana setiap sudut dipenuhi dengan hiasan-hiasan Natal yang indah.
"Kamu cantik sekali, Y/N," bisik Draco, matanya berbinar saat menatap Y/N.
"Kamu juga tampan," jawab Y/N, pipinya memerah.
Mereka menari bersama. Untuk sesaat, mereka melupakan semua kekhawatiran tentang Voldemort dan Turnamen Triwizard. Mereka hanya berdua, tenggelam dalam keindahan malam.
Namun, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Harry, yang selama ini dicemooh oleh para siswa, tampak sangat sedih. Ia duduk sendirian di sudut, menatap lantai. Y/N dan Draco tahu, Harry sedang berduka atas kematian Cedric. Mereka berdua mendekati Harry.
"Harry, kamu baik-baik saja?" tanya Y/N lembut.
Harry mendongak. Matanya merah dan bengkak. "Aku... aku tidak apa-apa," jawabnya, suaranya parau.
Draco, yang biasanya sinis terhadap Harry, menepuk bahu Harry. "Aku tahu ini berat," katanya. "Tapi kamu tidak sendirian."
Harry menatap Draco. Ia terkejut, tapi juga merasa lega. Harry mengangguk. "Terima kasih, Draco."
Mereka bertiga mengobrol sebentar. Y/N menceritakan bagaimana ia juga merasakan kesedihan yang sama. Draco, untuk pertama kalinya, menceritakan bagaimana ia juga berduka atas kehilangan Cedric. Harry merasa sangat berterima kasih. Ia tahu, di balik semua konflik, ia punya teman-teman yang peduli padanya.
Malam itu, Pesta Yule terasa sedikit lebih baik. Karena, di tengah semua kepahitan dan bahaya, mereka bertiga menemukan kekuatan dalam persahabatan mereka. Mereka tahu, mereka akan menghadapi apa pun yang akan datang, bersama-sama.
Akhir yang Menyakitkan
Setelah Pesta Yule, sekolah terasa mencekam. Para guru dan siswa berhati-hati, dan semua orang merasa tegang. Y/N, Draco, dan Harry menjadi lebih dekat. Mereka sering bertemu di Menara Astronomi untuk membahas apa yang terjadi dan mencoba mencari tahu apa yang harus mereka lakukan.
Suatu malam, mereka bertemu di koridor yang sepi. Harry terlihat sangat tertekan. "Aku... aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan," katanya. "Tidak ada yang percaya padaku."
Draco menatap Harry. "Aku tahu ini berat, Harry. Tapi kamu harus percaya pada dirimu sendiri," katanya. "Kamu adalah orang yang jujur."
Y/N mengangguk. "Ya," katanya. "Kami percaya padamu, Harry."
Namun, keesokan harinya, berita mengejutkan menyebar. Barty Crouch Jr. telah melarikan diri dari penjara. Y/N, Draco, dan Harry tahu, mereka harus menemukan Barty Crouch Jr. sebelum dia menemukan Harry. Mereka pergi ke kantor Dumbledore, tapi Dumbledore tidak ada di sana.
Mereka bertiga pergi ke hutan terlarang. Di sana, mereka menemukan Barty Crouch Jr. sedang menunggu. Pertarungan pun dimulai. Barty Crouch Jr. melawan mereka dengan sihir yang sangat kuat, tapi mereka bertiga bekerja sama. Y/N menggunakan sihir pelindung, Draco menggunakan mantra perlawanan, dan Harry menggunakan mantra ofensif.
Tepat saat mereka akan menang, Barty Crouch Jr. melihat Y/N dan mengeluarkan tongkatnya. "Kau tidak akan bisa menang," katanya. "Kalian tidak tahu siapa kalian berhadapan."
Ia menembakkan kutukan ke arah Y/N, tapi Harry dan Draco melindunginya. Kutukan itu mengenai mereka. Y/N dan Draco jatuh ke tanah, pingsan. Harry terkejut. Ia melihat Barty Crouch Jr. tertawa, lalu menghilang.
Harry mendekati Y/N dan Draco. Mereka berdua tidak sadarkan diri. Harry menangis. Ia tahu, ia telah kehilangan teman-temannya. Ia tahu, ia telah gagal melindungi mereka. Harry, dengan tangan gemetar, meraih tongkatnya. Ia akan mencari tahu bagaimana cara menyelamatkan mereka, bahkan jika itu berarti mengorbankan hidupnya sendiri.
Terbangun di Sayap Rumah Sakit
Mata Y/N perlahan terbuka. Pandangannya kabur, tapi ia tahu ia ada di Sayap Rumah Sakit Hogwarts. Aroma antiseptik menusuk hidung, dan suara lirih erangan dari pasien lain terdengar samar. Y/N mencoba duduk, kepalanya terasa pening. Di ranjang sebelahnya, ia melihat Harry. Wajah Harry pucat, dan ia masih terbaring tak sadarkan diri.
Tiba-tiba, pintu terbuka. Seorang anak laki-laki dengan jubah Ravenclaw masuk. Itu Pitter. Ia berjalan mendekati ranjang Y/N, wajahnya terlihat khawatir.
"Y/N, kamu udah bangun," bisik Pitter, suaranya lega. "Aku... aku takut kamu kenapa-kenapa."
"Pitter... apa yang terjadi?" tanya Y/N, suaranya serak. "Draco... di mana Draco?"
Pitter menunduk. "Dia... dia baik-baik aja, Y/N. Dia udah sadar. Cuma... dia masih lemes. Dia ada di Sayap Rumah Sakit juga, tapi di sisi lain."
Pitter mengambil napas dalam-dalam, lalu mulai bercerita. "Setelah kutukan itu kena kalian, aku datang. Aku... aku lihat kalian berdua pingsan. Aku langsung manggil Dumbledore. Barty Crouch Jr. itu... dia mau bunuh kalian berdua."
Y/N terkejut. "Tapi... kenapa?"
Pitter menatap Y/N dalam-dalam. "Aku... aku gak bisa cerita sekarang. Yang penting, kamu aman. Kalian berdua aman."
Y/N menatap Harry. "Dia... dia kenapa?"
"Dia juga kena kutukan," jawab Pitter. "Tapi... dia akan baik-baik aja."
Y/N mengangguk. Ia memejamkan mata, membiarkan semua informasi itu tenggelam di benaknya.
Air Mata Cho
Beberapa jam kemudian, pintu Sayap Rumah Sakit terbuka. Seorang gadis dengan rambut hitam panjang dan mata coklat yang basah berjalan masuk. Itu Cho Chang. Ia langsung mendekati ranjang Y/N dan Harry.
Y/N menatap Cho. Ia tahu, Cho pasti sedang sangat berduka. Kekasihnya, Cedric, baru saja meninggal. Y/N mencoba tersenyum, tapi ia tidak bisa. Ia hanya mengulurkan tangannya.
"Y/N," bisik Cho, suaranya parau. "Aku... aku takut... aku takut kehilangan kalian juga. Setelah Cedric... aku gak mau kehilangan kalian."
Cho langsung memeluk Y/N erat. Y/N membalas pelukannya. Mereka berdua tidak butuh kata-kata. Mereka tahu, mereka saling mengerti.
"Aku takut..." kata Cho lagi, kali ini ia menangis terisak. "Aku... aku gak bisa hadapin ini sendiri."
"Kamu gak sendirian, Cho," bisik Y/N. "Kita semua ada buat kamu. Harry juga. Kamu punya kami."
Y/N menatap Harry. Ia tahu, Harry akan baik-baik saja. Ia akan berjuang. Ia akan berjuang untuk Cho. Ia akan berjuang untuk dirinya sendiri.
Cho melepaskan pelukan. Ia menatap Y/N dengan mata basah. "Terima kasih, Y/N," katanya. "Makasih karena udah jadi temanku."
Y/N tersenyum. "Sama-sama," jawabnya. "Aku akan selalu ada buat kamu."
Malam itu, Y/N tidak tidur. Pikirannya dipenuhi dengan semua hal yang terjadi. Tentang Draco, Harry, Pitter, dan Cho. Ia tahu, semuanya akan berubah. Tapi ia juga tahu, ia tidak sendirian. Ia punya teman-teman yang peduli padanya. Dan itu, adalah hal yang terpenting.
Penjaga Tengah Malam
Malam itu, di Sayap Rumah Sakit Hogwarts yang sunyi, Fred dan George menyelinap masuk. Mereka membawa jubah gaib yang mereka dapat dari ayah mereka. Di belakang mereka, ada Ron dan Hermione yang berjalan mengendap-endap. Keempatnya sangat khawatir. Mereka tahu, ada sesuatu yang sangat salah dengan apa yang terjadi pada Y/N dan Harry.
"Lo yakin ini aman, Fred?" bisik Ron, matanya melirik ke segala arah.
"Tenang aja, Ron," jawab Fred, suaranya pelan tapi penuh percaya diri. "Jubah ini bakal bikin kita nggak kelihatan."
George mengangguk setuju. "Kita cuma mau liat Y/N sama Harry. Mereka sahabat kita."
Mereka berempat berjalan menyusuri koridor, lalu masuk ke Sayap Rumah Sakit. Di sana, mereka melihat Y/N dan Harry terbaring di ranjang, masih tak sadarkan diri. Fred dan George langsung mendekati ranjang Y/N.
"Y/N," bisik Fred, suaranya parau. "Bangun dong, Y/N. Kita kangen kamu."
George memegang tangan Y/N. "Kita bawa permen telinga berbusa buat kamu, tapi cuma kalau kamu bangun sekarang," candanya, meski matanya berkaca-kaca.
Sementara itu, Ron dan Hermione mendekati ranjang Harry. Hermione memegang tangan Harry. "Harry, bangun," bisiknya, air matanya menetes. "Kamu harus kuat."
Ron mengangguk, lalu menepuk bahu Harry. "Ayolah, Harry. Kita butuh kamu. Kita semua butuh kamu."
Tiba-tiba, Y/N membuka matanya. Ia melihat empat wajah yang sangat dikenalnya. Ia tersenyum, meski tubuhnya terasa lemas. "Kalian... kenapa kalian ada di sini?" bisiknya.
"Kita khawatir," jawab George, matanya merah.
Y/N tersenyum. "Jangan khawatir," katanya. "Aku baik-baik aja."
Fred menghela napas lega. "Syukurlah," katanya. "Kita udah siapin lelucon baru buat kamu. Tapi, itu bisa menunggu."
Mereka berlima mengobrol sebentar. Y/N menceritakan apa yang ia ingat, dan Harry, yang akhirnya terbangun, juga menceritakan apa yang ia lihat. Mereka berlima tahu, mereka tidak sendirian. Mereka punya satu sama lain.
"Kita akan hadapi ini bersama," kata Harry, suaranya penuh tekad. "Kita akan hadapi Voldemort bersama."
Semua mengangguk. Mereka tidak peduli dengan bahaya. Mereka tidak peduli dengan apa yang akan terjadi. Yang mereka tahu, mereka punya satu sama lain.