Purity Within Oneself
Malam itu, di kasur tidurnya yang nyaman, Y/N tidak bisa tidur. Pikirannya dipenuhi dengan ide-ide dan kata-kata. Ia mengambil buku catatan kecilnya dan mulai menulis. Tangannya bergerak cepat, mencatat setiap kata yang muncul di benaknya. Cerita yang ia tulis berjudul "Purity within oneself".
Cerita itu bercerita tentang seorang anak laki-laki yang merasa lemah dan tidak berharga. Ia tidak percaya pada dirinya sendiri, dan ia merasa seperti ia tidak memiliki tempat di dunia. Namun, suatu hari, ia menemukan sebuah kembang api yang bisa bersinar. Kembang api itu adalah simbol dari kekuatannya. Anak laki-laki itu belajar untuk percaya pada dirinya sendiri, dan ia belajar untuk bersinar seperti kembang api.
Y/N menulis tentang cinta sebagai sesuatu yang menguasai, namun juga melegakan. Ia menggambarkan cinta sebagai sesuatu yang datang tiba-tiba, tak terlihat, namun mampu mengubah segalanya. Ia menulis tentang perasaan yang terasa di luar nalar manusia, sesuatu yang datang tiba-tiba, tak terlihat, namun sangat menguasai. Ia tahu, ia menulis tentang perasaannya pada Draco, tentang bagaimana perasaannya terhadapnya telah mengubah segalanya.
Keesokan harinya, di ruang rekreasi Gryffindor, Y/N menunjukkan buku catatannya pada Fred dan George.
"Aku menulis cerita," kata Y/N, suaranya sedikit malu. "Ini... ini tentang diriku."
Fred dan George mengambil buku itu dan mulai membacanya. Wajah mereka yang biasanya ceria, kini terlihat serius. Mereka membaca setiap kata, dan mereka terkejut.
"Y/N," kata Fred, suaranya parau. "Ini... ini indah."
"Kau benar-benar punya bakat," tambah George. "Kau bisa membuat orang lain merasa apa yang kau rasakan."
Y/N tersenyum. Ia tidak menyangka mereka akan menyukainya. Ia hanya ingin berbagi ceritanya. Ia ingin berbagi tentang bagaimana ia telah berubah. Ia tahu, ia tidak lagi merasa lemah. Ia tahu, ia telah menemukan kekuatannya.
Tentu, ini dia kelanjutan ceritanya, masih dengan gaya bahasa yang santai dan gaul.
Rahasia Terbuka
Berita tentang cerita Y/N langsung menyebar ke seluruh kelas Footprint Seekers. Awalnya, Y/N merasa malu, tapi ternyata respons teman-temannya di luar dugaan. Mereka semua penasaran, dan banyak yang datang langsung ke Y/N untuk bilang kalau cerita itu menyentuh hati mereka.
"Gila, Y/N! Ceritamu keren banget," kata Neville sambil tersenyum malu-malu. "Aku... aku juga ngerasa kayak gitu kadang-kadang."
"Aku setuju," tambah Luna, matanya yang besar dan biru menatap Y/N dengan lembut. "Cerita itu punya aura yang sangat kuat."
Pansy, yang biasanya sinis, bahkan mendatangi Y/N. "Cerita lo... lumayan," katanya sambil menghela napas. "Gue nggak nyangka lo bisa nulis kayak gitu."
Y/N tersenyum. Ia senang.
Namun, ada satu orang yang belum memberikan tanggapan. Draco. Sejak cerita itu tersebar, Draco tampak lebih pendiam dari biasanya. Y/N melihatnya dari kejauhan, duduk sendirian di meja Slytherin. Ia tahu, Draco pasti sudah mendengar cerita itu, tapi ia tidak tahu apa yang ia pikirkan.
Akhirnya, Y/N memutuskan untuk mendatanginya. Ia tahu, ia harus berani.
"Hai, Draco," sapa Y/N saat ia mendekati Draco.
Draco mendongak, matanya yang abu-abu menatap Y/N. "Y/N," bisiknya. "Aku sudah dengar."
"Oh," kata Y/N, "bagaimana menurutmu?"
Draco terdiam sejenak. "Aku... aku tidak tahu," jawabnya. "Aku... aku tidak pernah berpikir kalau ada orang lain yang merasakan hal yang sama denganku."
Y/N tahu, Draco mengerti. Ia tahu, ia tidak menulis tentang dirinya sendiri. Ia menulis tentang mereka berdua. Ia menulis tentang bagaimana mereka berdua merasa tidak berharga, dan bagaimana mereka telah menemukan kekuatan dalam diri mereka sendiri.
"Cerita itu... cerita itu indah, Y/N," bisik Draco. "Terima kasih."
"Aku tidak bisa tidak menulisnya," jawab Y/N. "Aku ingin berbagi, Draco. Aku ingin kau tahu, kau tidak sendirian."
Draco tersenyum. Ia tahu, Y/N telah menemukan sesuatu yang lebih berharga daripada sihir. Y/N telah menemukan kekuatan untuk menulis, untuk berbagi, dan untuk mencintai. Ia tahu, ia telah menemukan sesuatu yang sama berharganya.
Mereka berdua saling menatap. Mereka tidak perlu berkata apa-apa. Mereka tahu, di balik semua keajaiban sihir, mereka telah menemukan sesuatu yang jauh lebih berharga. Mereka telah menemukan satu sama lain.
Momen di Ruang Ramuan
Malam itu, Y/N dan Draco duduk di ruang ramuan yang sepi. Mereka berdua lagi ngerjain tugas, tapi pikiran mereka melayang ke tempat lain. Suasana di antara mereka terasa hangat, dipenuhi dengan percakapan yang jujur dan tawa yang tulus.
"Jadi... kamu beneran nulis itu tentang kita?" tanya Draco, suaranya pelan. "Tentang aku?"
"Ya," jawab Y/N, suaranya juga pelan. "Aku... aku gak bisa bohong. Kamu beneran nginspirasi aku."
Draco tersenyum. Senyum tulus yang bikin Y/N ngerasa deg-degan. "Aku juga," bisik Draco. "Kamu juga nginspirasi aku, Y/N."
Y/N terdiam sejenak. "Draco," katanya. "Aku... aku mau kasih kamu ini."
Y/N mengeluarkan buku "Purity within oneself" dari tasnya dan menyerahkannya pada Draco. Draco mengambilnya, matanya menatap Y/N dengan bingung.
"Ini... kenapa?" tanyanya.
"Ini buat kamu," jawab Y/N. "Aku ingin kamu punya ini. Aku ingin kamu ingat, kalau kamu itu kuat. Kamu itu berharga."
Draco menatap buku itu, lalu menatap Y/N. Ada air mata di matanya. "Y/N," katanya, suaranya parau. "Makasih."
Draco memeluk Y/N erat, dan Y/N membalas pelukannya. Mereka berdua tidak butuh kata-kata. Mereka tahu, mereka tidak sendirian. Mereka punya satu sama lain.
Momen Romantis dan Kocak
Setelah tugas selesai, mereka berdua jalan di koridor yang sepi. Mereka ngobrolin banyak hal, dari mimpi mereka, ketakutan mereka, dan juga harapan mereka.
"Kamu tau, Y/N," kata Draco, "aku gak pernah ngerasa sebahagia ini."
"Aku juga, Draco," jawab Y/N. "Aku gak pernah ngerasa seaman ini."
Draco menatap Y/N, lalu ia mendekatkan wajahnya. Ia mengecup kening Y/N. Jantung Y/N langsung berdebar kencang. Y/N merasa pipinya memanas. Draco tersenyum, lalu mengecup tangan Y/N.
"Kamu... kamu mau jadi pacarku?" tanya Draco, suaranya bergetar.
Y/N tidak bisa menahan senyumnya. "Ya," jawabnya, "aku mau."
Malam itu, di koridor yang sepi, Y/N dan Draco duduk berdua, tangan mereka saling menggenggam. Mereka tidak peduli dengan tatapan orang lain. Yang mereka tahu, mereka telah menemukan cinta sejati.
"Hey, Y/N," bisik Draco. "Aku punya tebak-tebakan."
"Apa?" tanya Y/N.
"Kenapa burung hantu suka banget sama perpustakaan?"
Y/N berpikir, lalu menyerah. "Aku gak tau, kenapa?"
"Karena mereka suka baca hoo-books," jawab Draco sambil terkekeh.
Y/N langsung ngakak. Momen itu terasa manis, romantis, dan juga kocak. Mereka berdua tahu, ini adalah awal dari petualangan baru mereka.
Perayaan dan Gangguan
Setelah momen romantis di koridor, Y/N dan Draco berjalan ke ruang rekreasi masing-masing dengan senyum yang tidak bisa pudar dari wajah mereka. Begitu Y/N sampai di ruang rekreasi Ravenclaw, ia langsung dicari oleh teman-temannya yang penasaran. Mereka sudah dengar gosip tentang Y/N dan Draco, tapi mereka ingin mendengar langsung dari Y/N.
"Y/N! Cerita dong!" seru Marietta. "Gimana sama Draco? Kalian jadian, kan?"
Y/N tersenyum malu-malu. "Ya... iya," jawabnya. "Kami jadian."
Semua teman-teman Ravenclaw langsung berteriak kegirangan. Mereka semua memeluk Y/N dan mengucapkan selamat. Y/N merasa sangat bahagia. Ia merasa seperti ia telah menemukan keluarganya.
Sementara itu, di ruang rekreasi Slytherin, Draco juga sedang dikepung. Pansy, yang sudah lama menyukai Draco, terlihat sangat kesal.
"Draco, apa itu benar?" tanya Pansy, suaranya dipenuhi amarah. "Kamu... kamu jadian sama Y/N? Gadis Ravenclaw itu?"
Draco menatap Pansy, lalu menghela napas. "Pansy, aku tidak pernah berbohong padamu," jawabnya. "Ya, aku dan Y/N pacaran."
"Tapi... tapi dia bukan dari keluarga penyihir," kata Pansy, suaranya mengecil. "Dia... dia bukan dari keluarga kita."
Draco menatap Pansy dengan tatapan yang dingin. "Pansy, aku tidak peduli dia dari mana," jawabnya tegas. "Aku peduli pada siapa dia. Dia adalah gadis yang baik dan aku... aku mencintainya. Dan lagi, dia sama sepertiku, sama-sama punya masa lalu yang kelam."
Pansy terdiam. Ia tahu, ia tidak bisa melawan Draco. Ia tahu, ia telah kehilangan Draco. Draco menatapnya dengan penuh harap. "Aku tidak pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya. Aku tidak pernah merasa sebahagia ini."
Pansy pun akhirnya mengerti, ia tersenyum. "Selamat, Draco."
Draco membalas senyumnya. "Terima kasih, Pansy."
Perjanjian Rahasia
Beberapa hari kemudian, Y/N dan Draco membuat "perjanjian rahasia" mereka. Mereka sepakat untuk bertemu setiap hari di tempat yang berbeda-beda, agar tidak ada yang curiga. Suatu hari, mereka bertemu di perpustakaan.
Draco, yang biasanya sombong dan angkuh, kini terlihat lebih santai. Ia tersenyum, lalu mengecup kening Y/N. "Hai, sayang."
Y/N tersipu malu. "Hai," jawabnya, suaranya pelan.
Mereka berdua membaca buku yang berbeda, tapi sesekali mereka saling melirik, lalu tersenyum. Malam itu, di tengah buku-buku yang berdebu, mereka merasa seperti mereka adalah satu-satunya orang di dunia ini.
Suatu hari yang lain, mereka bertemu di Menara Astronomi. Langit malam dipenuhi oleh bintang-bintang yang berkilauan. Mereka berdua duduk di lantai, tangan mereka saling menggenggam.
"Kamu tahu, Y/N," kata Draco, suaranya pelan, "ayahku... ayahku tidak akan setuju. Tapi aku tidak peduli."
Y/N menatap Draco. "Aku juga, Draco," jawabnya. "Tante ku pasti kaget, tapi aku tidak peduli. Kita akan hadapi ini bersama."
Draco tersenyum. "Ya," jawabnya. "Kita akan hadapi ini bersama."
Mereka berdua tahu, perjalanan mereka tidak akan mudah. Tapi mereka juga tahu, mereka punya satu sama lain. Mereka punya cinta yang tulus dan jujur. Dan itu adalah yang terpenting.
Gangguan yang Tak Terduga
Perjanjian rahasia Y/N dan Draco berjalan lancar selama beberapa minggu. Mereka bertemu di tempat-tempat tersembunyi, menikmati momen-momen kebersamaan yang terasa begitu privat dan spesial. Namun, pada suatu malam, saat mereka sedang duduk di bawah pohon besar di dekat Danau Hitam, ketenangan mereka tiba-tiba terganggu.
"Hey, lihat, deh! Anak baru pacaran," teriak sebuah suara dari jauh.
Y/N dan Draco menoleh dan melihat sekelompok siswa dari akademi W.S.A.M berjalan ke arah mereka. Di depan, berdiri seorang cowok tinggi, dengan rambut coklat acak-acakan dan senyum sinis di wajahnya. Itu adalah Axel, salah satu perundung di akademi. Di belakangnya, ada beberapa teman Axel, termasuk Richard.
"Ketemu juga lo!" kata Axel. "Dasar pengkhianat!"
Y/N langsung berdiri, tangannya mengepal. "Apa yang kalian lakukan di sini?" tanyanya, suaranya dipenuhi amarah.
"Oh, kami cuma mau lihat, apa sih yang bikin lo milih anak nakal kayak dia?" jawab Axel sambil menunjuk Draco. "Dia 'kan cuma anak manja yang hobi nyari masalah."
"Jaga bicaramu," bentak Draco, tangannya bergerak ke arah tongkatnya.
"Wow, wow, santai," kata Axel, mengangkat tangannya. "Kami cuma mau lihat, apa sih yang spesial dari pacar lo?"
Y/N tahu, mereka ada di sana untuk membuat masalah. Ia tidak ingin Draco terlibat dalam hal ini. Y/N melangkah maju, menghalangi Draco.
"Pergi," katanya pada Axel. "Ini bukan urusan kalian."
"Oh, tentu saja ini urusan kami," jawab Axel. "Kami harus memastikan, apa calon agen rahasia kami memilih pacar yang benar?"
Tiba-tiba, Richard, yang berada di belakang Axel, melangkah maju. "Cukup, Axel," katanya, suaranya dingin. "Kita sudah punya urusan lain."
Axel menatap Richard, lalu tersenyum sinis. "Oke, oke. Kita akan pergi. Tapi, kita akan bertemu lagi, Y/N. Dan saat itu, kita akan lihat, siapa yang benar-benar kuat."
Setelah kelompok itu pergi, Y/N dan Draco saling menatap. Wajah mereka pucat, dan mereka tahu, masa lalu Y/N akan kembali menghantui mereka.