Riri duduk di kursi plastik warna biru di warung bakso pinggir jalan. Tangannya dingin, jantungnya berdegup lebih kencang dari biasanya. Bukan karena baksonya pedas, tapi karena di depannya duduk seorang cowok super ganteng yang sekarang resmi jadi pacarnya: Jack.
Jack itu paket komplit—ganteng, tinggi, perhatian, dan punya selera humor yang bikin orang betah. Bahkan abang penjual bakso sempat salah fokus waktu Jack pesan, sampai salah ngitung uang kembalian.
Masalahnya, Riri itu pemalu tingkat dewa. Sudah dua bulan pacaran, tapi jangankan makan di depan Jack, senyum lebar aja masih suka kaku. Dan hari ini, pertama kalinya dia makan bakso bareng Jack.
Sayangnya, mereka nggak berdua. Ada Sam, kakaknya Riri yang gayanya sok bijak padahal makannya kayak bulldozer, plus si Boncel, teman mereka yang mulutnya nggak bisa diam.
Sam sudah angkat sendok pertama, langsung lima bakso sekaligus disendok, “Ahh, mantap! Ini baru hidup!” katanya sambil ngunyah.
Boncel malah sibuk bikin suara efek-efek aneh, “Slurrrp… gluk… mantap cuy, bakso setan lewat kalah!”
Sementara itu, Riri masih bengong. Di mangkuknya ada lima butir bakso. Baru satu yang disentuh. Itupun cuma digigit sedikit, lalu berhenti.
Jack melirik, senyumnya bikin Riri tambah salah tingkah.
“Sayang, kok diem aja? Makan dong. Masa baksonya nangis nggak dimakan?” katanya sambil nyendokin kuah ke mangkuk Riri.
Riri menunduk. Mau buka mulut, rasanya kayak lagi disorot satu sekolah. Padahal Jack cuma senyum biasa.
Melihat itu, Jack tiba-tiba mengangkat tangannya, menutup matanya sendiri. “Nih, aku nggak lihat kok. Ayo makan. Bayangin aja aku nggak ada.”
Sam nyaris keselek mendengar itu. “Ihihihi… Jack, kau kira kau siapa? Hantu?!” katanya sambil ngakak.
Boncel tambah heboh, “Woi Jack, jangan nutup mata gitu. Nanti sendok nyasar ke hidung!”
Riri otomatis ketawa kecil, meski langsung menutup mulutnya. Tapi tawa kecil itu sudah cukup bikin wajahnya merah kayak tomat rebus.
Jack menurunkan tangannya pelan-pelan, menatap Riri dengan ekspresi sok serius. “Sayang… masa makan bakso aja kalah sama Boncel?”
Boncel langsung protes, “Eh, kenapa bawa-bawa gue? Gue ini legenda bakso, bro!” sambil nyendokin dua bakso lagi.
Akhirnya, Riri memberanikan diri. Dengan tangan gemetar, ia tusuk baksonya, buka mulut pelan, dan—hap!—masuk juga.
Sam dan Boncel kompak tepuk tangan kayak penonton konser.
“Wooo! Riri berhasil! Riri berhasil!”
Riri langsung menunduk, pipinya panas, pengen ngilang di kolong meja. Tapi Jack hanya tersenyum, matanya berbinar penuh rasa sayang. Ia berbisik pelan, cukup Riri yang dengar:
“Cantik banget sih, makan bakso aja bikin aku jatuh cinta lagi.”
Riri? Auto beku. Sendok masih nyangkut di tangannya.
Dan Sam?
“Ya ampun, bisa nggak sih pacaran jangan bikin orang diabetes di depan umum?” katanya sambil tetap ngunyah tiga bakso sekaligus.
Boncel ngakak sampai hampir keselek.
Sementara itu, Riri cuma bisa tersenyum malu-malu. Walaupun cuma makan satu bakso, hari itu jadi salah satu kenangan paling manis buatnya.
Selesai