Ahlan wa sahlan, para thalib dan thalibah yang saya cintai! Hari ini, kita akan membahas sebuah fenomena unik, sebuah qadhiyyah mustaghribah (isu yang mengherankan) yang dialami oleh salah satu di antara kalian dalam menyusun bahth 'ilmi (makalah ilmiah).
Konon, ada sebuah upaya heroik untuk mengaitkan pengalaman pribadi yang penuh liku dengan tafsir mendalam terhadap Ayat Al-Baqarah yang mulia, ayat ke-26. Namun, hasilnya, subhanallah, lebih membingungkan daripada soal ujian nahwu sharaf di semester awal!
Mari kita bayangkan, saudara atau saudari kita ini, sebut saja namanya Akhukum/Ukhtukum Fillah Al-Miskin/Al-Miskinah Ilmi (hanya gelar kehormatan sementara ya!). Beliau, karena gejolak masa lalu yang mungkin lebih dramatis dari serial Turki, terinspirasi untuk menulis makalah tentang ayat yang ada surah Al Baqarah.
Yang artinya (kurang lebih): "Sesungguhnya Allah tidak malu membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih kecil dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka tahu bahwa itu kebenaran dari Tuhan mereka. Tetapi mereka yang kafir mengatakan: 'Apakah maksud Allah dengan perumpamaan ini?' Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu pula banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik."
Nah, di sinilah letak al-faj'ah al-kubra (kejutan besar)! Alih-alih membahas hikmah di balik perumpamaan nyamuk, keagungan Allah dalam ciptaan-Nya yang terkecil, atau perbedaan respons orang beriman dan kafir terhadap perumpamaan, makalah beliau justru menjelma menjadi sebuah memoar melankolis yang dibalut dengan ibarat (ungkapan) Arab yang... qolilun min al-irtibat (sedikit sekali keterkaitannya).
Bayangkan saja, di bab pertama, setelah muqaddimah (pendahuluan) yang standar, kita menemukan sub-bab dengan judul yang membuat alis kita naik seperti harga minyak: "Nyamuk Masa Laluku: Gigitan Cinta yang Tak Terbalas." Di sini, beliau dengan penuh syu'ur (perasaan) mendeskripsikan seorang "ukhti" (saudari) yang pernah singgah di hatinya, namun sayangnya, cintanya bertepuk sebelah tangan. Beliau mengibaratkan penolakan sang ukhti bagai gigitan nyamuk yang kecil tapi mu'lim (menyakitkan) dan mu'zi (mengganggu tidur malam).
Lanjut ke bab kedua, yang seharusnya membahas respons orang kafir terhadap perumpamaan, kita malah disuguhi analisis mendalam tentang "Mengapa Dia Bertanya 'Apa Maksud Allah?': Studi Kasus Mantan yang Bingung dengan Status Hubungan." Di sini, beliau menganalogikan kebingungan orang kafir terhadap hikmah perumpamaan Allah dengan kebingungan sang mantan yang tidak mengerti mengapa beliau tiba-tiba menghilang setelah memberikan kode-kode cinta yang (menurut beliau) sudah sangat jelas bagai terjemahan mutawatir (yang diriwayatkan banyak orang dengan sanad yang kuat).
Puncaknya adalah di bab ketiga, yang seharusnya membahas tentang orang-orang fasik yang disesatkan. Di sini, judul sub-babnya sungguh ya la 'ajab (sungguh mengherankan): "Aku yang Tersesat dalam Labirin Kenangan: Apakah Aku Termasuk Golongan 'Al-Fasiqin' Karena Terlalu Lama 'Move On'?" Di sini, beliau meratapi betapa sulitnya melupakan masa lalu, mengaitkannya dengan kesesatan orang-orang fasik yang menolak kebenaran. Beliau bahkan menyertakan beberapa bait syi'ir (bait puisi) melankolis dalam bahasa Arab ammiyah (pasaran) yang tata bahasanya membuat Imam Sibaweh menangis di kuburnya.
Kesimpulannya? Makalah ini lebih mirip daftar khatirat (buku catatan harian) yang diterjemahkan sebagian ke dalam bahasa Arab, daripada sebuah analisis ilmiah tentang Ayat Al-Baqarah ayat 26. Keterkaitannya dengan topik utama bagaikan hubungan antara unta dan kulkas – sama-sama ada, tapi laisa bainahuma munasabah qowiyyah (tidak ada hubungan yang kuat).
Hikmah dari Kisah Ini, Para Mahasiswa/Mahasiswi:
* Fokus pada Maudhu' (Topik) yang Relevan: Ketika membuat makalah ilmiah, usahakan agar isinya mutawafiq (sesuai) dengan topik yang dibahas. Jangan biarkan gejolak pribadi Anda menyeret analisis ilmiah ke jurang ghairu munasib (ketidakrelevanan).
* Gunakan Istilah Ilmiyah (Terminologi Ilmiah) yang Tepat: Bahasa Arab dalam konteks ilmiah memiliki dhowabith (aturan) dan mustalahat (istilah) khusus. Jangan mencampuradukkannya dengan bahasa ammiyah yang laisa laha asal (tidak memiliki dasar) dalam kajian keilmuan.
* Antara Curhat dan Karya Ilmiah Ada Batasan: Karya ilmiah adalah ranah al-manhajiyah wal-bahtsul 'ilmi (metodologi dan penelitian ilmiah). Curhat dan meratapi masa lalu lebih tepat disalurkan melalui muzakkarat shakhshiyah (catatan pribadi) atau mungkin sesi terapi.
Semoga kisah lucu ini menjadi 'ibrah (pelajaran) bagi kita semua. Jangan sampai kita membuat makalah yang lebih membingungkan daripada nahwu sharaf-nya sendiri. Ingatlah selalu al-'aqlu salim fil jismi salim (akal yang sehat terdapat dalam tubuh yang sehat), dan akal yang sehat juga menghasilkan karya ilmiah yang sehat dan mufid (bermanfaat).
Syukran 'ala husni istima'ikum wa ilal liqa' fi muhadharatin ukhra, in syaa Allah! Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh!
________
Klik link : https://shopee.co.id/harjuanto01