BERITA ACARA SERAH TERIMA BENDA ANTIK BERNILAI SEJARAH TINGGI
Nomor: 01/BA-KA/IV/2025
Pada hari Jumat yang cerah ceria ini, tanggal 25 April tahun 2025, bertempat di lokasi yang dirahasiakan demi keamanan aset negara (konon katanya di bawah jemuran), telah dilaksanakan serah terima sebuah benda purbakala yang diyakini memiliki nilai historis yang tak ternilai harganya, yaitu sebuah Kanebo Bling berukuran 43x32 cm.
Prosesi penyerahan ini disaksikan oleh seorang tokoh masyarakat terkemuka dari Kota Padang yang gagah berani, yang dikenal dengan inisial MAK DADANG, yang telah bersedia meluangkan waktunya yang sangat berharga untuk melakukan survei mendalam terhadap keautentikan dan potensi bahaya laten dari artefak tersebut. Beliau hadir dengan penuh dedikasi, bersenjatakan kacamata baca dan secangkir kopi yang belum habis.
Menurut laporan hasil survei lapangan yang disampaikan oleh Bapak MAK DADANG (setelah sesi tanya jawab yang alot dengan beberapa ibu-ibu komplek dan seorang bapak penjual ikan keliling), dapat disimpulkan beberapa poin penting:
* Identifikasi Objek: Benda yang diserahkan teridentifikasi sebagai selembar kain berwarna kuning cerah, dengan tekstur yang unik dan kemampuan menyerap air yang luar biasa (berdasarkan testimoni seorang pemilik mobil yang kebetulan melintas).
* Asal Usul: Asal usul pasti dari Kanebo Bling ini masih menjadi misteri yang belum terpecahkan. Beberapa teori liar yang sempat mencuat antara lain:
* Diduga merupakan peninggalan peradaban lap pembersih kaca kuno.
* Konon katanya, pernah digunakan oleh seorang pendekar silat legendaris untuk mengeringkan keringat setelah bertarung melawan debu-debu jahat.
* Ada pula yang berbisik bahwa ini adalah serpihan dari jubah seorang dewa kebersihan.
* Nilai Sejarah: Meskipun belum ada penelitian karbon dating yang dilakukan (mengingat keterbatasan anggaran dan urgensi penyerahan), keberadaan label "BLING" dan ukuran "43x32CM" diyakini sebagai inskripsi kuno yang patut diteliti lebih lanjut oleh para ahli epigrafi.
* Potensi Bahaya: Setelah melalui pengamatan seksama, Bapak MAK DADANG menyimpulkan bahwa potensi bahaya dari Kanebo Bling ini relatif rendah. Namun, beliau tetap menghimbau agar artefak ini disimpan di tempat yang aman dari jangkauan anak-anak dan hewan peliharaan, terutama kucing yang memiliki kecenderungan aneh terhadap benda-benda berwarna kuning.
Dengan ditandatanganinya berita acara ini oleh pihak yang menyerahkan (yang namanya sengaja tidak disebutkan demi menghindari klaim kepemilikan di kemudian hari) dan Bapak MAK DADANG sebagai saksi ahli, maka Kanebo Bling ini secara resmi menjadi aset yang akan dijaga kelestariannya (mungkin di lemari pajangan atau di dalam kotak perkakas, tergantung hasil rapat selanjutnya).
Demikianlah berita acara ini dibuat dengan sebenar-benarnya dan dengan sedikit bumbu komedi agar tidak terlalu membosankan.
Hormat kami,
(Stempel tidak jelas dengan gambar ayam jago)
Tim Kurator Benda-Benda Agak Penting
Kota Padang (sementara)
Saksi Ahli:
(Tanda tangan tidak terbaca)
MAK DADANG
Ahli Survei Dadakan dan Pengamat Kebersihan Lokal lubas
__________
By : Karim
Klik link : https://shopee.co.id/harjuanto01
Di jantung Ranah Minang yang kaya akan petatah-petitih, tersembunyilah Nagari Batang Aiu Kelulutan yang tenteram. Namun, ketenteraman itu sedikit terusik semenjak tampuk kepemimpinan dipegang oleh Pak Jamus. Beliau ini bak api dalam sekam, punya ambisi membara namun sayangnya, bagai pungguk merindukan bulan, tak sebanding dengan kemampuannya di bidang pemerintahan. Modal beliau tak seberapa: sebiji mobil kinclong yang konon katanya "beranak pinak" sendiri, secuil harta pusaka, dan sebongkah ambisi sekeras batu karang, sayangnya berbalut niat kurang elok.
Setiap kali berpidato, Pak Jamus selalu berusaha menyelipkan bahasa kalbu Minang, namun seringkali malah terdengar bagai bunyi gong retak. Maksud hati ingin terlihat berwibawa, eh, malah mengundang senyum simpul yang berusaha disembunyikan warga.
"Kito musti mancaliakkan program unggulan, supayo nagari kito cako di mato dunia!" begitulah kira-kira sabdanya suatu kali. Padahal, maksudnya 'memperlihatkan' dan 'terkenal', namun entah mengapa terdengar seperti ajakan untuk 'mencolokkan' sesuatu agar nagari jadi 'gagah' di mata dunia. Sontak, alis warga bertautan menahan geli.
Awalnya, warga Nagari Batang Aiu Kelulutan masih berbaik sangka, berpikir mungkin Pak Jamus ini anak baru belajar berjalan. Namun, hari berganti minggu, minggu berganti bulan, janji-janji manisnya tentang jalan mulus bagai pipi gadis dan irigasi lancar bagai air terjun hanya tinggal angan-angan kosong. Dana nagari yang seharusnya menjadi pelita di kegelapan untuk kemajuan bersama, justru raib bagai ditelan bumi.
Klimaksnya terjadi saat program penyuluhan pertanian digulirkan. Pak Jamus, dengan dada membusung bagai burung merak, ditunjuk sebagai nahkoda. Dana pun mengalir deras bagai sungai musim hujan. Anehnya, batang hidung rombongan penyuluh tak pernah terlihat. Ibarat mencari jarum dalam tumpukan jerami, tak ada jejak keberangkatan mereka. Rupanya, dana tersebut telah "berpindah tangan" ke kantong pribadi Pak Jamus, entah untuk memupuk ambisinya yang tak berakar itu.
Tak cukup dengan itu, angin kencang kabar tak sedap berhembus. Pak Jamus disinyalir menjual beberapa urat nadi nagari, yakni tanah-tanah ulayat, secara sembunyi-sembunyi, tanpa permisi pada pemilik sah dan tetua bijak nagari. Hal ini bagai petir di siang bolong, menggelegar di telinga seluruh warga Batang Aiu Kelulutan.
Kesabaran warga yang sudah setipis kulit bawang akhirnya pecah. Mereka berkumpul bagai air bah, menghadap para pucuk pimpinan adat, ninik mamak nan arif bijaksana, dan alim ulama suluh nagari untuk menuntut pertanggungjawaban Pak Jamus. Bukti-bukti penyelewengan dana dan penjualan tanah ilegal terbentang bagai permadani, tak bisa lagi disembunyikan di balik awan.
Sidang nagari pun digelar, seperti pengadilan rakyat di bawah langit Batang Aiu Kelulutan. Pak Jamus yang biasanya lincah bagai ikan tapah dalam beretorika, kini hanya bisa terduduk lesu bagai layu sebelum berkembang. Semua pembelaannya terdengar bagai bunyi kentongan sumbing, tak lagi mampu menghipnotis telinga warga. Dulu, mereka tertawa karena keanehan bahasanya, kini tatapan mereka setajam sembilu, penuh kekecewaan dan amarah yang membara dalam diam.
Akhirnya, keputusan pahit diambil. Tongkat kepemimpinan Pak Jamus dicabut bagai mencabut duri dalam daging. Mobil kinclongnya, harta pusakanya, dan ambisi jahatnya yang setinggi gunung tak mampu lagi menyelamatkannya dari rasa malu yang menggerogoti hati.
Sejak saat itu, Pak Jamus hilang ditelan bumi pergaulan. Tak ada lagi sapaan ramah, tak ada lagi ajakan berdiskusi. Keberadaannya sunyi bagai kuburan di malam sepi. Ia menjadi cermin buram bagi siapapun yang bercita-cita menjadi pemimpin hanya bermodal ambisi tanpa bekal kemampuan dan hati yang bersih.
Dari kisah lucu sekaligus memilukan Pak Jamus, warga Nagari Batang Aiu Kelulutan memetik pelajaran berharga. Kepemimpinan sejati bukan tentang kilauan harta atau tingginya jabatan, melainkan tentang ketulusan hati melayani, kecerdasan pikiran dalam bertindak, dan kejujuran bagai emas murni. Pemimpin yang hanya mengandalkan ambisi busuk, ibarat rumah tanpa fondasi, pasti akan roboh dan menanggung malu seumur jagung. Mereka juga semakin sadar bahwa memilih pemimpin harus teliti bagai menampi beras dan berani menegakkan kebenaran walaupun langit runtuh.
PARABEL
_________
By : Karim