Mading "Thousands of Memories"
Ruang kelas Thousands of Memories dipenuhi dengan kegembiraan dan kreativitas. Semua siswa berkumpul, membentuk kelompok-kelompok kecil untuk mengerjakan proyek mading. Mereka memutuskan untuk membuat mading yang menceritakan perjalanan dan kenangan yang telah mereka ukir bersama, dari awal tahun ajaran hingga saat ini.
Fred Weasley dan George Weasley bertugas mencari ide-ide kreatif. "Kita harus bikin mading yang paling keren, Bro!" seru Fred. "Kita tempel semua foto-foto kita di sana!"
"Setuju!" timpal George. "Kita bikin bagian 'kenangan terlucu' di mading. Kita tempel foto kita pas konser dadakan di kolam renang!"
Draco Malfoy yang biasanya angkuh, kini terlihat antusias. Ia sibuk menggunting kertas berwarna-warni, dibantu oleh Astoria Greengrass dan Pansy Parkinson. "Astoria, kamu gunting yang rapi, ya! Nanti kalau jelek, enggak boleh ditempel!" kata Draco, meskipun ia hanya bercanda.
Astoria hanya tersenyum. "Iya, Draco. Santai aja."
Di sudut ruangan, Harry Potter, Ron Weasley, dan Hermione Granger bertugas menulis artikel dan puisi.
"Aku akan tulis tentang keberanian Aya saat mati lampu," kata Harry. "Dia pahlawan kita."
"Aku akan tulis tentang keberanian Neville saat pesta!" timpal Ron.
Hermione hanya menggelengkan kepalanya. "Kalian ini. Biar aku yang tulis tentang persahabatan kita yang tak lekang oleh waktu."
Neville Longbottom, Luna Lovegood, dan Y/N Yvette bertugas membuat hiasan-hiasan. Y/N menggambar bintang-bintang dan planet, Luna menggambar Nargle, dan Neville menggambar bunga-bunga.
"Y/N, gambarmu bagus sekali," puji Neville. "Kamu hebat!"
Y/N tersenyum malu. "Terima kasih, Neville. Aku senang bisa membantu."
Tiba-tiba, Blaise Zabini datang, wajahnya terlihat bahagia. "Guys! Gue mau cerita sesuatu!" seru Blaise.
Seketika, semua orang menoleh.
"Gue... gue sama Maya baikan!" kata Blaise. "Gue jelasin semuanya, dan dia percaya sama gue. Hubungan kita sudah enggak rumit lagi."
Semua orang bersorak. Mereka semua ikut bahagia. Draco menepuk pundak Blaise. "Tuh, kan! Gue bilang juga apa. Kalau cinta, lo harus berjuang."
Proyek mading itu akhirnya selesai. Mading itu dipenuhi foto-foto, artikel, puisi, dan hiasan. Mereka menempelkan mading itu di depan kelas. Mading itu bukan hanya mading biasa, tapi sebuah karya seni yang menceritakan kisah persahabatan mereka yang tak lekang oleh waktu.
Bagaimana menurutmu, apakah mading itu akan disukai oleh guru dan siswa lain?
Siswi Baru yang Berbeda
Saat jam istirahat, suasana koridor sekolah seperti biasa. Namun, perhatian Fred Weasley dan George Weasley tertuju pada seorang siswi baru yang berjalan ke arah kelas mereka. Ia sangat cantik, dengan rambut ungu dan mata hijau zamrud. Di sampingnya, Ginny Weasley juga ikut terpana.
"Gila, Bro," bisik Fred. "Dia cantik banget!"
"Iya," timpal George. "Tapi, dia siapa?"
Tiba-tiba, siswi itu menghampiri mereka. "Hai," sapanya dengan suara manja. "Aku siswi baru. Namaku Raya Umonnia. Boleh tahu kelas kalian di mana?"
Ginny yang melihat tingkah laku Raya, merasa aneh. Ia tidak menyukai cara Raya berbicara. Ginny hanya menunjuk ke arah kelas Thousands of Memories tanpa berkata apa-apa.
"Terima kasih," kata Raya. Ia tersenyum genit, lalu berjalan masuk.
Beberapa hari kemudian, semua siswa Thousands of Memories tahu siapa Raya. Sifatnya yang tinggi hati dan pick-me girl membuat mereka tidak menyukainya. Ia suka menarik perhatian para cowok, bahkan di depan pacar mereka.
Puncaknya, Raya pernah mencoba membuat ramuan cinta untuk Draco Malfoy dan Cedric Diggory. Untungnya, Astoria Greengrass dan Cho Chang melihatnya.
"Raya, kamu ngapain?!" seru Astoria dengan nada marah. "Jangan main-main!"
"Aku cuma mau buat ramuan iseng," jawab Raya. "Lagian, aku kan cuma mau dekat sama Draco dan Cedric."
Cho menatap Raya dengan tajam. "Jangan coba-coba, Raya. Mereka sudah punya pacar!"
Sejak saat itu, Raya tidak pernah lagi dianggap di kelas mereka. Ia dihindari, dan tidak ada yang mau berteman dengannya.
Suatu sore, saat semua siswa pulang, Raya duduk sendirian di kelas. Air matanya menetes. Ia merasa kesepian, tetapi ia tidak tahu harus berbuat apa.
Tiba-tiba, Y/N Yvette yang masih berada di kelas, melihatnya. Y/N merasa iba. Ia menghampiri Raya dan duduk di sampingnya.
"Raya," panggil Y/N dengan lembut. "Kamu kenapa?"
Raya terkejut. "Kamu... kamu ngapain di sini?"
"Aku cuma mau tahu, kamu kenapa?" balas Y/N.
Raya tidak menjawab. Ia hanya terus menangis. "Mereka... mereka semua benci sama aku. Aku... aku enggak punya teman."
Y/N menghela napas. "Kamu tahu, Raya... kalau kamu ingin berteman, kamu harus belajar. Belajar menghargai orang lain."
Raya menatap Y/N, matanya dipenuhi air mata. Ia tahu, Y/N benar. Ia hanya tidak tahu, bagaimana caranya.