Rutinitas dan Sebuah Pengakuan
Beberapa hari setelah misi pengintaian ke kelas Magic Competition, rutinitas di kelas Thousands of Memories kembali seperti biasa. Perasaan kesal dan kecewa perlahan memudar, digantikan oleh kebersamaan yang tak tergantikan. Mereka semua tahu, persahabatan mereka jauh lebih berharga daripada kompetisi apa pun.
Pagi itu, saat pelajaran kosong, Luna Lovegood mengajak Y/N Yvette dan Neville Longbottom ke taman belakang sekolah. Mereka ingin melihat bunga-bunga yang mekar.
"Lihat itu, Neville," kata Luna dengan senyum. "Bunganya indah, ya? Tapi aku lebih suka melihat Nargle yang hinggap di sini."
Neville tertawa. "Luna, kamu ini ada-ada saja."
Y/N hanya tersenyum. Ia merasa nyaman berada di antara mereka. Di kelas, Fred Weasley melihat Y/N dan tersenyum. Ia merasa, Y/N adalah satu-satunya gadis yang bisa membuatnya merasa tenang.
Sementara itu, Harry Potter dan Ron Weasley sedang asyik bermain kartu. Hermione Granger hanya menggelengkan kepala, lalu kembali membaca buku.
"Harry, kamu lihat Blaise?" bisik Ron. "Dia kayaknya lagi banyak pikiran."
Harry menoleh ke arah Blaise Zabini. Blaise memang terlihat murung. Hubungannya dengan Maya, siswi kelas X, masih belum membaik.
Tiba-tiba, Draco Malfoy menghampiri Blaise.
"Woi, Blaise," panggil Draco. "Lo enggak usah murung gitu. Cowok yang suka mikirin cewek itu lemah."
"Gue enggak murung, kok," balas Blaise. "Gue cuma... lagi mikir."
"Mikirin Maya?" tanya Draco. "Lo berantem lagi?"
Blaise mengangguk. "Gue enggak tahu harus gimana, Draco. Gue sayang sama dia. Tapi... dia enggak pernah percaya sama gue."
Draco menghela napas. "Gue juga enggak tahu harus gimana, Blaise. Gue cuma bisa bilang, cinta itu enggak selamanya indah. Kadang, ada luka di dalamnya."
Aya Parker dan George Weasley yang kebetulan lewat, mendengar percakapan itu. Aya lalu menepuk pundak Blaise.
"Blaise," kata Aya. "Kalau kamu butuh teman cerita, kami di sini. Kamu enggak sendirian, kok."
Blaise tersenyum. Ia merasa terharu. Ia tahu, di kelas ini, ia memiliki keluarga yang selalu ada untuknya.
Meskipun hari-hari mereka berjalan seperti biasa, mereka tahu, setiap momen adalah kenangan. Dan mereka tahu, di balik semua tawa dan canda, ada cerita, ada perjuangan, dan ada cinta yang tulus.
Apa lagi yang akan terjadi di kelas Thousands of Memories?
Kejutan untuk Harry
Satu hari sebelum ulang tahunnya, Harry Potter merasa ada yang aneh. Semua temannya, yang biasanya selalu bersamanya, tiba-tiba menjauh. Mereka semua terlihat sibuk berbisik-bisik, dan setiap kali Harry mendekat, mereka langsung terdiam. Harry merasa bingung dan sedikit sedih.
"Mione, kalian kenapa sih?" tanya Harry pada Hermione Granger. "Kok pada menghindar dari aku?"
"Enggak, kok, Harry," jawab Hermione, wajahnya terlihat gugup. "Kami... kami cuma lagi sibuk ngerjain tugas, kan? Iya, kan, Ron?"
Ron Weasley hanya mengangguk, wajahnya terlihat bingung. Harry semakin curiga, namun ia tidak bisa berbuat apa-apa.
Keesokan harinya, tepat di tanggal 31 Juli, Professor McGonagall datang menghampiri Harry. "Harry," katanya dengan senyum misterius. "Ikut saya."
Harry mengangguk, ia mengikuti Professor McGonagall ke arah gudang kosong di samping sekolah. Ia merasa bingung. Kenapa ia harus ke gudang?
Saat pintu gudang dibuka, Harry terkejut. Gudang yang tadinya kosong kini dihiasi dengan lampu-lampu indah, balon, dan spanduk bertuliskan "Selamat Ulang Tahun, Harry!". Seluruh teman-temannya berdiri di sana, tersenyum dan bertepuk tangan.
"SURPRISE!" teriak mereka semua.
Air mata Harry menetes. Ia tidak menyangka, teman-temannya akan memberikan kejutan sebesar ini. Ia merasa sangat terharu.
Fred Weasley dan George Weasley maju, membawa kue ulang tahun berbentuk ice cream cake. "Selamat ulang tahun, Harry!" kata Fred. "Semoga panjang umur!"
"Semoga bahagia selalu!" timpal George.
Harry meniup lilinnya dan memotong kue. Setelah itu, teman-temannya mulai memberikan kado.
* Aya Parker dan Luna Lovegood menghadiahi Harry sebuah Buku Pengembangan Diri. "Semoga kamu bisa menjadi versi terbaik dari dirimu," kata Aya.
* Draco Malfoy menghadiahi Harry sebuah Smartwatch. "Biar lo enggak telat lagi, Potter," katanya, tapi senyumnya sangat tulus.
* Theodore Nott dan Pansy Parkinson menghadiahi Hampers berisi makanan dan minuman.
* Ginny Weasley, Cho Chang, dan Hermione Granger menghadiahi Kolase Foto yang berisi foto-foto mereka saat berlibur di kolam renang dan di kelas.
* Neville Longbottom dan Y/N Yvette menghadiahi kado yang sama: sebuah Kemeja berwarna biru tua.
* Cedric Diggory menghadiahi Jaket Kulit yang keren.
* Astoria Greengrass menghadiahi Harry Bantal Leher buatan tangannya sendiri.
* Lavender Brown memberikan Buket Bunga yang harum.
Beberapa guru juga hadir. Mereka memberikan Harry buku-buku Muggle dan buku Mantra Kuno.
"Selamat ulang tahun, Harry," kata Professor McGonagall. "Kami semua bangga padamu."
Malam itu, mereka semua makan, tertawa, dan menari bersama. Harry merasa sangat bahagia. Ia tahu, ia adalah orang paling beruntung di dunia, karena ia memiliki teman-teman yang sangat menyayanginya.
Malam Pesta yang Tak Terlupakan
Setelah pesta ulang tahun Harry Potter yang penuh kejutan, Fred Weasley memasang lagu-lagu dansa yang ceria. Suasana gudang yang tadinya hening, kini dipenuhi dengan tawa dan sorak-sorai. Semua siswa Thousands of Memories mulai menari.
Y/N Yvette, si murid baru, terlihat malu-malu. Namun, Fred menghampirinya dan mengajaknya berdansa. Y/N menerima ajakan Fred, dan mereka mulai berdansa. Mereka berdua berdansa dengan lincah, membuat Lavender Brown dan Hermione Granger yang melihat mereka berdua, kagum.
"Gila, Fred jago banget ya?" bisik Lavender.
"Iya," balas Hermione, "aku enggak nyangka. Dia punya sisi lain yang sangat menarik."
Di sudut gudang, Draco Malfoy dan Aya Parker sedang bermain catur. Mereka berdua terlihat sangat serius. Astoria Greengrass dan Luna Lovegood duduk di samping mereka, melihat permainan mereka.
"Draco, kamu harus hati-hati," bisik Astoria. "Aya jago banget main catur."
"Tenang aja, Astoria," jawab Draco. "Aku enggak akan kalah."
Luna hanya tersenyum. "Kalian berdua seperti dua planet yang sedang bertarung," katanya dengan lembut.
Sementara itu, George Weasley dan Ron Weasley sedang minum soda bersama. Mereka berdua tertawa, membahas semua kejadian lucu yang terjadi di kelas.
"Gue enggak nyangka, kita bisa punya banyak kenangan, ya, Ron?" kata George.
"Iya, George," balas Ron. "Kita benar-benar beruntung, punya teman-teman kayak mereka."
Di tengah keramaian, Harry Potter menghampiri Ginny Weasley dan mengajaknya berdansa. Ginny tersenyum, pipinya merona. Mereka berdua berdansa dengan sangat romantis, seperti pasangan di film-film.
Neville Longbottom yang melihat mereka, mencoba berdansa dengan gaya yang lucu, membuat semua orang tertawa. Ia tidak peduli, apakah ia berdansa dengan benar atau tidak. Ia hanya ingin membuat teman-temannya bahagia.
Tiba-tiba, Cedric Diggory datang menghampiri Cho Chang. Ia memegang tangan Cho, dan mengajak Cho menjauh dari keramaian.
"Cho," panggil Cedric dengan suara pelan. "Aku... aku mau ngomong sesuatu sama kamu."
Cho menatap Cedric, matanya dipenuhi rasa penasaran. "Ngomong apa, Cedric?"
"Aku tahu, kamu dan aku sudah dekat lama," kata Cedric. "Tapi... aku enggak mau cuma sebatas teman. Aku... aku sayang sama kamu, Cho."
Wajah Cho memerah. Ia tidak menyangka, Cedric akan menyatakan perasaannya. Ia hanya bisa mengangguk, air matanya menetes. Ia juga sayang pada Cedric.
Malam itu, mereka semua merasa bahagia. Ada yang menemukan cinta, ada yang menemukan persahabatan, dan ada yang menemukan diri mereka sendiri. Mereka tahu, malam itu adalah malam yang tak akan pernah mereka lupakan.
Lampu Padam dan Keberanian Aya
Pesta ulang tahun Harry Potter sedang berlangsung meriah. Semua orang menari, tertawa, dan berdansa. Suasana dipenuhi kebahagiaan. Namun, di tengah-tengah kebahagiaan itu, tiba-tiba semua lampu padam. Gelap gulita menyelimuti gudang.
"Ada apa ini?!" seru Ron Weasley, suaranya terdengar panik.
"Tenang! Jangan panik!" seru Hermione Granger, mencoba menenangkan teman-temannya. "Mungkin cuma mati lampu."
"Gue enggak bisa lihat apa-apa!" teriak Fred Weasley.
"Aduh, gelap banget!" timpal George Weasley.
Semua orang terdiam, mereka semua merasa takut. Namun, di tengah ketakutan itu, Aya Parker memberanikan diri.
"George, pinjam senter kamu!" kata Aya. "Aku akan coba cek di ruang listrik. Siapa tahu ada sekring yang putus."
"Ay, jangan!" seru George. "Ini bahaya!"
"Tenang aja, George," balas Aya, suaranya terdengar tegas. "Aku enggak akan kenapa-kenapa."
George dengan berat hati memberikan senternya pada Aya. Aya menyalakan senter, dan berjalan perlahan menuju pintu ruang listrik yang berada di sudut gudang. Semua mata menatapnya.
"Hati-hati, Ay!" bisik Astoria Greengrass.
"Iya, Aya! Balik lagi kalau enggak bisa!" timpal Luna Lovegood.
Aya hanya mengangguk, lalu ia masuk ke dalam ruang listrik. Ruangan itu terlihat sangat berantakan dan menakutkan. Ada banyak kabel yang berserakan di mana-mana. Aya berjalan dengan hati-hati, mencoba mencari sekring.
Tiba-tiba, ia melihat sebuah tuas. Aya mengambil napas dalam-dalam, lalu menarik tuas itu.
Klik!
Lampu-lampu di gudang kembali menyala. Semua orang bersorak. Mereka semua bertepuk tangan, merasa lega.
"AYAAAAA!" teriak George dengan bahagia. "Kamu hebat!"
Aya hanya tersenyum. Ia kembali ke keramaian, dan George langsung memeluknya.
"Gue bilang juga apa, kan? Kamu hebat, Ay," kata George. "Kamu adalah pahlawan kita!"
Draco Malfoy menghampiri Aya. "Lo... lo berani banget," katanya. "Gue enggak nyangka."
Aya hanya tersenyum. "Kalau ada masalah, kita harus menghadapinya, kan? Enggak boleh lari."
Malam itu, semua orang kembali menari, merayakan keberanian Aya. Mereka semua tahu, Aya adalah gadis yang sangat kuat, dan mereka beruntung bisa memilikinya sebagai teman.