"Hei Gara!"
Hm? Gara menatap sekelilingnya. Ia mendengar suara yang memanggil namanya, tapi tidak ada seorang pun di sana.
"Siapa?" ucapnya dengan nada agak tinggi.
"Aku ini yang menulis kisahmu. Dengarkan saja aku, tidak perlu kamu mencari posisiku di mana."
Mata Gara melirik kanan dan kiri. Suara itu terdengar jelas di telinganya. Bulu kuduknya berdiri, ada rasa takut di hatinya.
"Kamu tidak perlu takut, aku hanya ingin berbincang denganmu."
Gara tersentak, suara itu seolah mengetahui isi hatinya. Nafasnya memburu. Ia masih memperhatikan sekelilingnya. Dengan sedikit keberanian ia melontarkan kata-katanya.
"Apa yang kamu ingin bicarakan? Apa kamu tidak merasa bersalah memindahkan aku ke dunia aneh ini? Kembalikan aku! Aku masih memiliki ibu disana untuk aku rawat."
Hm?
"Hahaha... Hahaha..."
Suara tawa menggema di telinga Gara, seperti seseorang yang tertawa mendengar lelucon yang sangat lucu.
"Iya, memang sangat lucu, hahaha..."
"Tunggu... heh heh," suara itu terdengar seperti mencoba meredekakan tawanya.
"Iya benar, tidak perlu penjelasan seperti itu."
"Gara! Aku tidak menyangka kamu masih ingin berbohong setelah kamu tahu aku bisa mengetahui isi hatimu."
Keringat dingin menetes di pelipis Gara. Bibirnya terangkat sebelah, dibalik rasa takutnya ia masih ingin mencari tahu kebenaran dari balik suara itu.
"Aku tidak ingin langsung percaya. Dunia aneh tempat kamu melemparku ini penuh hal mistis yang tidak aku mengerti. Bisa saja kamu menipuku menggunakan suatu artifak yang tidak aku ketahui."
Hmmm...
"Aku tidak menyalahkanmu karena waspada. Aku malah ingin minta maaf karena menggangumu."
Gara terdiam sejenak, memikirkan perkataan suara itu. Ia berjalan menuju kursi di kamarnya lalu duduk bersandar dengan rileks.
"Apa yang ingin kamu ceritakan?" ucapnya percaya diri, seolah memahami maksud suara itu.
Suasana terasa hening sejenak...
"Aku memang tidak salah memilihmu sebagai teman bicara... Aku hanya merasa tidak mood saat ingin melanjutkan ceritamu."
Hahh... Sebuah helaan nafas yang berat terdengar ditelinga Gara.
"Kamu kan ahli psikologi, dan aku membuat latar belakangmu sekaligus seorang dokter. Kamu juga seorang yatim piatu sejak kecil, tapi di rawat dengan baik oleh pamanmu yang kaya raya... Bisa-bisanya kamu berbohong masih punya ibu."
"Hei Gara! Bagaimana aku akan melanjutkan ceritamu tanpa kehilangan mood menulis?"
Hmm... Gara menyilangkan jari-jemari tangannya. Alisnya mengkerut, berpikir cukup keras. Setelah beberapa saat, bibirnya bergerak perlahan.
"Dasar Goblok, yang membuat kisahku kan kamu, kenapa aku yang sebagai tokoh harus repot-repot membantumu. Dasar sial!" Amarah Gara lepas di dalam kamarnya, seakan melupakan perasaannya pada sang penulis.
Keheningan kemudian datang menyambutnya. setelah itu tidak ada lagi suara yang terdengar di telinganya...