Seorang anak yang ceria sedang bermain dengan bola baseballnya, bola itu adalah bola yang dia dapatkan disaat menonton sebuah pertandingan, yang telah di tandangi oleh idolanya.
Disaat dia kemudian melihat ayahnya yang bersiap untuk berangkat bekerja, memeluknya untuk mengajaknya bermain.
"Ayah, ayo bermain baseball."
"Maaf ya nak, ayah harus pergi kerja. Tapi saat ayah di rumah akan menemani bermain sampai puas gimana."
"Beneran ayah, yay."
Sang ayah pun pergi meninggalkan sang anak, dan anak pun menunggu kepulangannya di rumah, hingga sore, malam bahkan keesokan paginya sang ayah tak kunjung pulang.
11 tahun, dan sekarang sang anak telah tumbuh menjadi seorang anak SMA yang luar biasa, dia menjadi seorang pemain baseball andalan di sekolahnya.
Selama dia bermain bersama team SMAnya, remaja itu telah memenangkan segalanya, dari kejuaraan kota, nasional bahkan regional.
Dan targetnya sekarang adalah menuju kekejuaraan internasional di musim depan, dan itu tinggal beberapa minggu lagi sebelum musim depan.
Tapi siapa yang sangka dihari-hari penantian itu dia bertemu sosok yang selama ini dia lupakan, pernah ada di hidupnya tapi menghilang begitu saja.
"Nak apakah kau masih mengingat ku."
"Ingat? Tentu saja, bagaimana aku melupakan seorang pria yang meninggalkan istri dan anaknya hidup sendirian."
Pertemuan yang sangat tidak diharapkan, bukan sebuah pelukan keriduan yang diterima pria itu tetapi teriakan dan makian dari sang anak.
Karena kemarahannya sang anak pun meninggalkan rumahnya, dia tidak akan kembali sebelum kejuaraannya selesai, atau keberadaan ayahnya akan mempengaruhi dia.
Dengan tekad itu selama pertandingan yang berlangsung remaja itu mematikan semua komunikasinya dengan orang sekitarnya, hingga pada akhirnya semua pengorbanannya terbanyar.
Dia berhasil melengkapi semua penghargaan yang dapat dia raih.
Mendapati bahwa dia mendapatkan banyak pesan dari ibunya, remaja itu kemudian menelepon sang ibu.
"Halo bu ada apa?"
"Halo nak, ayah...."
Pada hari itu sang anak terbang kembali ke negaranya, melihat bahwa rumahnya telah menjadi rumah duka, dan orang-orang datang untuk melayat.
Disaat dia terhuyung karena kesedihan, sang ibu memberikan selembar kertas yang sudah di tulis oleh sang ayah untuk di berikan kepadanya.
"Nak, maafkan ayah. Mungkin 11 tahun adalah waktu yang sangat berat buat mu dan ibu mu. Ayah tidak berniat meninggalkan kalian, tapi karena keadaan yang memaksa ayah harus pergi. Setelah ayah tahu waktu ayah tidak banyak, ayah ingin sekali melihat mu dan bermain untuk terakhir kalinya. Tapi sepertinya itu terlalu mahal bukan, setidaknya melihat mu yang telah sukses sekarang membuat ayah sangat bahagia. Biarkan rumah dan seluruh harta ayah menjadi penebusa dosa ayah selama 11 tahun ini. Terima kasih telah hadir di hidup ayah walau itu hanya sebentar."
Sebuah surat perpisahan sang ayah yang menyesal selama 11 tahun, meninggalkan istri dan anaknya untuk kedua kalinya dan selamanya.