Langit sore memerah seperti kelopak mawar yang layu. Aline menatap sepatunya yang basah oleh hujan, tapi bukan air yang membuat jantungnya berat melainkan rasa asing yang tak seharusnya ada.
Sejak seminggu lalu, setiap ia melangkah, ia bisa merasakan langkah itu sudah pernah ia ambil… di kehidupan yang lain.
Awalnya hanya dejavu kecil menyapa penjual roti, menolong anak kecil yang hampir terjatuh. Tapi semakin hari, langkah-langkah itu membentuk pola. Ada arah yang tidak pernah ia pilih, namun tubuhnya mengarah ke sana.
Hari ke-1, langkah ke-27 membawanya ke taman tua.
Hari ke-4, langkah ke-129 membuatnya melihat seorang pria duduk sendirian di bangku.
Hari ke-7, langkah ke-847 berhenti tepat di depannya.
Pria itu tersenyum samar. “Akhirnya kamu sampai.”
Aline tidak mengenalnya, tapi matanya… seolah memantulkan seribu cerita yang pernah mereka bagi.
“Aku… seharusnya tidak ingat kamu,” bisik Aline tanpa sadar.
Pria itu mengangguk. “Dalam hidupmu yang sebelumnya, kamu berjanji akan menemuiku lagi. Tapi kamu meninggal sebelum sampai.”
Udara di sekitar mereka menghangat, meski hujan belum reda.
“Aku sudah melewati dua puluh reinkarnasi untuk menghitung ulang langkahmu,” lanjutnya. “Dan setiap kali, kamu selalu berhenti sebelum seribu.”
Aline tercekat. Seribu langkah? Apa yang terjadi setelah itu?
Pria itu berdiri, mengulurkan tangannya. “Kita akan tahu bersama. Hidup ini bukan sekadar mengulang, ini tentang menyelesaikan.”
Aline menggenggam tangannya, dan langkah mereka pun berlanjut.
Setiap pijakan tanah membawa sensasi aneh, seperti pintu-pintu yang terbuka di ingatan. Potongan masa lalu: tawa, air mata, perpisahan di dermaga, dan janji yang selalu diucapkan tapi tak pernah ditepati.
Saat mereka mencapai langkah ke-1000, dunia di sekitar terhenti. Udara membeku, warna memudar.
Pria itu menatapnya dengan mata yang berkilat sedih. “Sekarang kamu harus memilih hidup kembali dari awal, atau mengakhiri semua siklus ini… bersamaku.”
Aline terdiam. Di dada, ada rasa takut kehilangan dan lega yang bercampur. Untuk pertama kalinya, ia tahu bahwa reinkarnasi bukan hadiah… tapi kesempatan yang harus ditebus.