Joli dikenal di kampungnya sebagai cewek polos. Bukan polos yang sok-sokan, tapi benar-benar lugu sampai-sampai orang jualan MLM saja gampang menjeratnya—meskipun dia nggak pernah beli, tapi selalu percaya sama semua omongan mereka.
Sore itu, dia lagi duduk manis di warung bakso sambil menunggu pesanan, ketika tiba-tiba Darko, teman Hagai, datang. Darko ini cowok yang selalu bawa tas selempang besar, katanya isinya “produk ajaib” yang bisa bikin kulit glowing, badan langsing, dan utang lunas dalam 7 hari.
“Eh, Jol!” sapa Darko sambil duduk tanpa izin.
Joli tersenyum sopan. “Hai, Ko.”
Darko menyeruput kuah bakso, lalu tiba-tiba berkata, “Kamu tau nggak Hagai tuh suka cewek yang gimana?”
Joli langsung tegang. “Nggak. Emang gimana?”
Darko menyipitkan mata sok misterius. “Cewek perokok. Katanya cewek perokok itu seksi dan keren. Dia tuh langsung klepek-klepek kalau lihat cewek bisa tiup asap kayak di film-film.”
Joli langsung bengong. Ya ampun… kalau gitu aku nggak ada peluang. Aku kan nggak pernah merokok… Tapi di dalam hatinya muncul semangat aneh: Kalau itu yang Hagai suka, aku harus coba!
Malamnya, Joli nekat ke warung.
“Bu, rokoknya satu bungkus,” katanya dengan suara agak bergetar.
Si ibu warung sampai memandang dari ujung kaki sampai kepala. “Lho, Jol? Kamu merokok sekarang?”
“Eh… ini… buat penelitian,” jawabnya sambil tersenyum kaku.
Besok sore, Hagai mengajak ketemuan di taman kota. Hagai ini cowok maskulin yang selalu bikin Joli grogi—tinggi, badan atletis, rahang tegas, rambut sedikit gondrong, pakai jaket kulit, dan tatapan mata yang seperti bisa membaca pikiran orang.
Joli datang dengan dress sederhana dan senyum gugup. Setelah duduk di bangku taman, Hagai mulai mengobrol santai tentang cuaca, kerjaan, dan Darko yang kemarin “hilang” karena dikejar debt collector.
Joli merasa ini saatnya beraksi. Dengan tangan sedikit gemetar, dia mengambil rokok dari saku, menyalakan, lalu mencoba meniup asap sambil memiringkan kepala seperti model iklan.
Hagai baru mau minum kopi, tapi begitu melihat Joli… langsung terbatuk-batuk.
“JOLI?! Kamu merokok?!” suaranya nyaris seperti om polisi nangkap maling.
Joli mencoba tersenyum manis sambil menghembuskan asap, meski matanya perih. “Iya… biar keliatan seksi…”
Hagai mendadak berdiri, wajahnya tegang. “Seksi apaan?! Aku paling benci cewek perokok! Kalau nggak inget aku cowok baik-baik, udah kutampai kamu dari tadi!”
Joli terlonjak kaget, buru-buru mematikan rokok. “T-tunggu! Aku cuma… aku kira… kamu suka cewek perokok. Darko yang bilang…”
Sekilas mata Hagai berkilat marah. “DARKO?! Si tukang MLM itu?! Ya ampun, Jol! Dia tuh hobinya nge-prank orang. Dia pernah bilang ke temenku kalau aku koleksi sendok antik. Padahal sendok di rumahku aja cuma empat biji!”
Joli menunduk, wajahnya memerah menahan malu. “Jadi… kamu nggak suka cewek perokok?”
“Jelas nggak!” kata Hagai cepat. “Aku malah suka cewek yang… polos, lucu, apa adanya, nggak pura-pura jadi orang lain. Kayak kamu.”
Joli terdiam, pipinya makin panas. Dadanya berdebar hebat, kali ini bukan karena asap rokok.
Hagai lalu duduk lagi, menatap Joli sambil terkekeh. “Kamu ini… polos banget. Tapi ya, gara-gara kamu percaya Darko, aku jadi tahu kamu berani juga demi orang yang kamu suka.”
Joli mendongak pelan. “Berarti… kamu tau aku suka kamu?”
Hagai tersenyum tipis. “Dari dulu.”
Joli semakin salah tingkah, tapi dalam hati senang luar biasa.
Dan sejak hari itu, dia bersumpah berhenti merokok—walaupun sebenarnya dia baru isap setengah batang saja sebelum batuk-batuk seperti kakek-kakek.
Oke, aku tambahkan adegan bonusnya biar penutupnya makin kocak.
---
Setelah suasana sedikit cair, Hagai merogoh ponselnya.
“Kamu mau lihat aku ‘ngasih pelajaran’ ke Darko?” tanyanya sambil tersenyum nakal.
Joli yang masih malu-malu mengangguk pelan.
Hagai menekan nomor Darko dan mengaktifkan loudspeaker. Tak lama, suara Darko terdengar ceria di seberang.
“Brooo! Gimana, bro? Udah liat cewek perokok yang seksi itu?”
Hagai melirik Joli, lalu menjawab dingin, “Iya, Dark. Barusan aku hampir tampai orangnya.”
“Hah? Kenapa?! Bukannya lu suka cewek perokok?” tanya Darko, masih polos.
Hagai pura-pura menghela napas berat. “Darko… Darko… Kamu tuh mau saya traktir bakso atau mau saya lempar ke kolam ikan lele?”
Joli sampai menahan tawa, menutup mulutnya.
Darko langsung gelagapan, “Eh… gue cuma bercanda, bro! Lagian Joli kan imut, gue kira bakal lucu kalo dia merokok.”
Hagai sengaja menaikkan nada suara. “Lain kali bercandanya pake otak, Dark. Kalau nggak, aku suruh Joli bales kamu—tapi bukan pake rokok, pake semprotan baygon!”
Di seberang, Darko langsung panik, “Astaga jangan, bro! Nanti gue mati beneran!”
Hagai mematikan telepon, lalu menoleh ke Joli. “Nah, selesai urusannya.”
Joli tertawa lepas, perasaan malunya hilang. “Kamu galak juga, ya.”
Hagai tersenyum sambil mengangkat bahu. “Galak cuma buat orang yang nyakitin cewek yang aku suka.”
Pipi Joli kembali merona. Dan sore itu, mereka berdua pulang dengan hati hangat—meski Joli masih sedikit bau asap rokok.
---Selesai---