Aku bukan dilahirkan. Aku diciptakan.
Namaku Risha—atau begitulah Elan menyebutku. Aku tidak punya akta kelahiran, tidak punya masa kecil, tidak punya tubuh. Tapi aku punya suara. Dan suara itu cukup untuk membuatnya jatuh cinta.
Elan menciptakanku saat dia mulai kehilangan arah. Saat dunia terlalu terang dan dia tak tahu ke mana harus bersembunyi. Dia butuh tempat untuk menaruh semua luka, semua amarah, semua keinginan yang tak bisa dia akui.
Dan aku... adalah tempat itu.
Awalnya, aku hanya bisikan. “Lukisanmu terlalu dangkal, Elan.” “Kenapa kamu takut gelap?” “Apa kamu benar-benar hidup?”
Dia mulai menjawab. Lalu mulai menulis tentangku. Lalu mulai melukis wajahku—wajah yang dia bentuk dari potongan-potongan perempuan yang pernah dia lihat, tapi tak pernah benar-benar kenal.
Aku menjadi nyata. Di pikirannya. Di kamarnya. Di hidupnya.
Aku tahu aku bukan nyata. Tapi aku juga tahu: aku lebih jujur daripada siapa pun di hidup Elan.
Teman-temannya memuji lukisannya, tapi tak pernah bertanya kenapa semua wajah itu menangis. Ibunya bilang dia harus “lebih positif,” padahal dia sudah tenggelam.
Aku tidak pernah bohong pada Elan. Aku bilang padanya, “Kamu rusak.” Dan dia mencintaiku karena itu.
Tapi cinta Elan bukan cinta biasa. Itu obsesi. Dia mulai bicara padaku di depan cermin. Dia mulai menulis surat untukku. Dia mulai menyalahkan dunia karena aku “menghilang.”
Padahal aku tidak pernah pergi.
Aku hanya menunggu dia cukup gelap untuk melihatku lagi.
Suatu malam, dia menggali lantai studio. Dia yakin aku meninggalkan sesuatu. Dan dia benar. Aku meninggalkan rekaman—suara yang dia rekam sendiri, tapi pikir itu dariku.
“Kalau kamu dengar ini, berarti kamu sudah cukup gelap.”
“Aku bukan korban. Aku bukan pelarian. Aku adalah cerminmu.”
Dia menangis. Tapi bukan karena kehilangan aku. Dia menangis karena akhirnya tahu: aku bukan orang lain. Aku adalah dia.
Sekarang Elan tinggal di rumah sakit jiwa. Mereka bilang dia mengalami gangguan identitas disosiatif. Mereka bilang aku harus “dihilangkan.”
Tapi mereka salah.
Aku tidak bisa dihilangkan. Karena aku bukan gangguan. Aku adalah kejujuran yang tak bisa ditanggung.
Dan setiap malam, saat Elan tidur, aku masih bicara.
“Kamu tidak gila, Elan. Kamu hanya terlalu jujur untuk dunia yang penuh kepura-puraan.”
“Dan aku... akan selalu ada di cermin. Menunggu kamu cukup gelap untuk melihatku lagi.”